“Tapi kalau yang mepet tol malah turun. Enggak ada yang mau beli. Banyak contoh di sekitar sini tanah yang tidak terjual. Kebanyakan enggak mau, mungkin karena akses, lalu jangka panjangnya juga ada polusi sehingga terganggu. Ada yang menjual, mepet tol, dulu sudah laku, sudah jadi, tapi dibatalkan,” ungkapnya.
Di Pundong 3, hampir semua lahan merupakan tanah warisan, yang sebagian besar penghuninya masih memiliki hubungan darah. Pekik dan keluarga besarnya merupakan warga asli Pundong 3. Dengan pembangunan tol ini, ia harus kehilangan tanah warisan di lokasi aslinya.
Menurutnya, semua warga penerima ganti rugi memprioritaskan uang yang didapat untuk membeli lahan pengganti. Namun ia juga tidak menampik warga tetap membeli barang konsumtif seperti mobil.
“Karena memang dapat ganti ruginya juga banyak. Kalau dapatnya pas-pasan kayaknya juga berpikir untuk [mencari] tempat tinggal saja,” kata dia.
Warga terdampak lainnya, Budi Sunarso, mengungkapkan sampai saat ini belum mendapatkan duit ganti rugi. Menurutnya hal ini terjadi karena ia termasuk warga yang telat menandatangani persetujuan pelepasan lahan, sehingga berpengaruh pada waktu penerimaan uang ganti rugi.
“Dulu ketika menerima besaran ganti rugi, saya melihat teman-teman dulu gimana. Kalau sudah pada tanda tangan aku ya tanda tangan. Tapi kalau teman-teman belum, aku ikut yang belum. Tapi ternyata cuma satu-dua orang yang belum. Kebanyakan sudah,” katanya.
Akhirnya ia ikut tanda tangan di detik-detik akhir. Hal ini mempengaruhi proses validasi yang juga kemudian terlambat. Meski demikian ia telah dijanjikan pencairan uang ganti rugi akan dilaksanakan pada September mendatang.
Lahannya yang terlibas tol sebesar 360 meter persegi tanpa bangunan di atasnya, sehingga ia menerima sekitar Rp1 miliar. Ia juga telah menyiapkan lahan pengganti tak jauh dari lokasi lahannya saat ini.
“Di sekitar sini saja. Ini masih nego,” katanya.
Baca Juga: Kasus Positif Covid-19 di DIY Bertambah 795 orang, Paling Banyak dari Sleman
Ia langsung ingin membeli lahan pengganti karena menurutnya tanah merupakan warisan leluhur. Tanah warisan di mata dia adalah harta pusaka yang tidak boleh dialihkan.
“Kalau saya menjual sekarang, berarti merampas hak anak-cucu. Harus tetap dipertahankan. Syukur kalau bisa dikembangkan,” kata dia.
Tag
Berita Terkait
-
Antara Senang dan Sedih, Suwarni Terima Kompensasi Tol Jogja-Bawen Nyaris Rp3 Miliar
-
Warga Kadirojo 2 Mulai Bongkar Rumahnya Usai Terima Ganti Untung Tol Jogja
-
Kampus dan SMK di Sleman Terdampak Tol Jogja, Ini Langkah yang Disiapkan
-
Investasi Rp14,26 Triliun, Exit Tol Jogja-Bawen Harus Bantu Ekonomi Warga
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
Terkini
-
Pengujian Abu Vulkanik Negatif, Operasional Bandara YIA Berjalan Normal
-
Tabrakan Motor dan Pejalan Kaki di Gejayan Sleman, Nenek 72 Tahun Tewas di Lokasi
-
Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah, Kejati DIY Geledah Kantor BUKP Tegalrejo Jogja
-
Tak Terdampak Erupsi Semeru, Bandara Adisutjipto Pastikan Operasional Tetap Normal
-
AI Anti Boros Belanja Buatan Pelajar Jogja Bikin Geger Asia, Ini Kecanggihannya!