Scroll untuk membaca artikel
Tim Liputan Khusus
Senin, 20 September 2021 | 13:15 WIB
Suasana salah satu akses jalan menuju Keraton Yogyakarta di Jalan Malioboro, Kota Jogja, Minggu (19/9/2021). tim Suara.com.

“Mintanya kami tuh begini. YIP ketika ingin lanjut oke, lanjut dengan gentle maksudnya. Dan jika situasi tak menguntungkan bagi dia, ya oke. Pokoknya jangan digantung (pemdes). Kami sih sesimpel itu,” ujar dia.

Terkait tanah desa yang masih digunakan perangkat atau warga desa untuk menanam tumbuhan hingga mendirikan kandang ternak, Nurjayanto menjelaskan, pengosongan lahan tersebut juga membutuhkan waktu. Proses serta pengadaan dana juga tidak sedikit.

Namun hal itu dianggap Inspektorat DIY wanprestasi, karena pengosongan belum dilakukan. YIP dinilai inspektorat tak perlu membayar sewa lahan yang belum dikosongkan. Padahal sejak awal ada kesepakatan, meskipun secara lisan, bukan hitam di atas putih atau kesepakatan tertulis. Pemdes pun harus mengalah.

“Kayak dulu awal kejadian posisi tanaman tebu itu masih ada dan tinggal panen saja. Jika dulu kan memang tidak ada perjanjian di atas kertas, ya sudah ditunggu hingga panen,” terang dia.

Baca Juga: Dua Pekan Beroperasi di Balai Kota Yogyakarta, Mobil Vaksin Imunisasi 50 Orang Per Hari

Tim kolaborasi juga sudah menemui Eddy Margo Ghozali saat membahas kelanjutan sewa lahan untuk 2021 bersama Pemdes Srimulyo dan Pemkab Bantul di ruang Bupati Bantul pada Jumat (21/5/2021). Namun Eddy enggan menanggapi dan menyebut pertemuan itu hanya halal bi halal.

“Saya sudah koordinasi, kebetulan ada undangan dari pejabat (Pemkab Bantul). Kami baru saja halal bi halal. Kami sih berharap bisa lancar (kelanjutan sewa YIP), saya butuh doanya. Memang butuh proses sih,” kata Eddy.

Perintah Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X agar Inspektorat DIY turun tangan menghitung tunggakan sewa disinyalir sejumlah pihak merupakan intervensi. Lantaran Inspektorat DIY jarang mengurus persoalan di level desa atau kalurahan.

Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X saat ditemui tim kolaborasi agrarian usai pemberian bantuan kepada para lurah dan koperasi di halaman Kepatihan kompleks Kantor Gubernur DIY, Rabu (4/8/2021). [tim Suara.com]

Terpisah, Sultan menyatakan memfasilitasi penyelesaian persoalan sewa tanah desa di Srimulyo. Sultan menyebut YIP dan desa memiliki masalah yang berlarut dan tidak selesai meski sudah ditangani Pemkab Bantul.

“Hanya masalahnya, mereka yang mendapatkan izin itu (YIP) sama kalurahan belum bisa menyelesaikan sewa tanah. Sehingga saya fasilitasi. Ya sudah, sing disewa piro (yang disewa berapa)? Nek ora semua yo piro (kalau tidak semua ya berapa)? Yo wes bayar kuwi wae (ya sudah itu saja yang dibayar). Dan itu sudah dilakukan, berarti kan sudah selesai ya,” kata Sultan saat ditemui tim kolaborari usai pemberian bantuan kepada para lurah dan koperasi di halaman Kantor Gubernur DIY di Komplek Kepatihan Yogyakarta, Rabu (4/8/2021).

Baca Juga: Wamenkumham Berharap Tahun Ini Kantor Imigrasi Yogyakarta Dapat WBBM

Ada keluarga keraton di Piyungan

Sebelum YIP terpilih sebagai pengelola kawasan industri Piyungan (KIP), ada satu perusahaan telekomunikasi yang berencana menggunakan tanah desa Srimulyo, yaitu Foxconn Technology. Lurah Srimulyo, Wajiran mengungkapkan Foxconn Technology yang berminat untuk berinvestasi di sana batal karena Pemda DIY tidak bisa memberi kepastian waktu penyelesaian Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo. Sementara bahan baku pabrik tersebut hanya bisa didatangkan dengan pesawat.

“Malah waktu itu saya pikir (Foxconn Technology) lebih menjanjikan. Tapi investor itu bertanya ke Gubernur kapan Bandara YIA di Kulonprogo selesai. Gubernur tidak bisa menjawab, akhirnya Foxconn tidak jadi masuk,” ujarnya.

Empat tahun berjalan, pada 2014, Kalurahan Srimulyo didatangi oleh perusahaan bernama YIP untuk menyewa tanah desa seluas 105 hektare. Sumber tim kolaborasi di Pemkab Bantul mengungkapkan, sebelum YIP menyewa tanah desa di sana dilakukan pertemuan yang dihadiri perwakilan Pemkab Bantul, Pemda DIY, dan keluarga keraton di Yogyakarta.

“YIP masuk mungkin memang ada arahan dari keraton. Tapi kalau sampai berkomunikasi dengan Sultan langsung, tidak ya. Mungkin menantu-menantunya,” kata sumber itu. 

Kabar yang sempat santer beredar kala itu, menantu Sultan, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Wironegoro menjadi orang yang disebut ikut membantu investor memanfaatkan tanah desa di Srimulyo. Wironegoro tak menampik ikut terjun dalam pengembangan KIP dan memilih YIP sebagai perusahaan yang mengelolanya. Sejak 2006, suami anak sulung Sultan, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi ini ikut memberikan konsep pengembangan kawasan industri di bagian selatan itu. Wironegoro juga memiliki keinginan menjadikan KIP sebagai kawasan industri kreatif seni serta budaya.

Load More