Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 21 Desember 2021 | 16:41 WIB
Menteri PPA, Bintang Puspayoga memberi bantuan peralatan olahraga untuk anak-anak di LPKA Kelas IIB Wonosari. [Kontributor / Julianto]

SuaraJogja.id - Fenomena klitih atau kejahatan jalanan yang belakangan marak kembali di DIY membuat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA), Bintang Puspayoga prihatin. Wanita ini mengaku miris dengan apa yang dilakukan oleh oknum remaja di Kota Pelajar.

Bintang mengatakan, kalau anak-anak berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) harus  menjadi instropeksi orangtua dan tokoh masyarakat. Terkait kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak sehingga mereka masuk ke LPKA, maka perlu peran bersama-sama tokoh masyarakat setempat dan orangtua untuk melindungi anak-anak.

"Melakukan tindakan preventif akan lebih baik dibanding membina mereka yang sudah terjerumus,"ujar Bintang, Selasa (21/12/2021) di sela kunjungan ke LPKA Kelas IIB Wonosari.

Menurutnya tindakan di hulu itu akan lebih baik daripada anak-anak sudah menjadi korban. Karena bagaimanapun anak-anak ini adalah generasi penerus bangsa yang harus menjadi tanggungjawab bersama untuk memberikan yang terbaik untuk mereka.

Baca Juga: Masuki Libur Nataru, Pemudik di Terminal Dhaksinarga Wonosari Diproyeksikan 1.500 orang

Dan setelah berkunjung ke LPKA kelas IIB Wonosari, ia melihat konsep bangunannya sudah luar biasa. Di mana Kemenkumham membangun LPKA lebih humanis di mana tidak menimbulkan kesan yang seram ataupun kesan sebagai penjara namun mewujudkan LPKA yang ramah terhadap anak.

"Semoga ini menjadi inspirasi di tempat-tempat lain,"kata dia.

Kepala LPKA Kelas II B Wonosari Teguh Suroso mengungkapkan sebagian besar warga binaan di LPKA Kelas IIB Wonosari adalah pelaku kejahatan jalanan alias klitih. Saat ini ada 21 anak yang menghuni LPKA Kelas IIB Wonosari, 90 persen diantaranya adalah pelaku klitih.

Lama hukuman yang harus ditanggung oleh anak-anak tersebut bervariasi, di mana yang paling lama adalah 7 tahun. Dia adalah eksekutor aksi klitih yang dilakukan bersama 8 orang temannya. Akibat aksi tersebut, orang tak berdosa meninggal dunia.

"Sangat bervariasi. Kita bina secara maksimal agar kembali sesuai khitohnya sebagai anak-anak,"terangnya.

Baca Juga: Pasutri di PPU, Bersaing di Pilkades Wonosari, Sang Suami Unggul dengan 595 Suara

Pembinaan yang dilaksanakan di LPKApun lebih humanis dengan memberi kesan bukan sebuah penjara. Anak-anak pelaku kejahatan tetap akan mendapatkan haknya seperti sebelum masuk menjadi warga binaan. Mereka tetap mengikuti pendidikan formal wajib belajar 9 tahun

"Dari 21 anak, hanya 3 yang tidak bersekolah. Itu karena sudah lulus SMA. Selama 2 tahun kami telah meluluskan 2 warga binaan lulus SMA, 2 lulus SMP dan 1 kuliah,"ungkap dia.

Kontributor : Julianto

Load More