SuaraJogja.id - Tagar DIY darurat klitih sempat meramaikan jagad maya pascakembali terjadinya kasus kekerasan jalanan yang mengakibatkan korban luka. Berbagai pihak, termasuk Muhammadiyah pun berkomentar terkait fenomena yang terus berulang ini ini.
"[Klitih] ini kan satu bentuk kekerasan jalanan yang mungkin campuran antara kenakalan dengan budaya kekerasan yang kemudian terbiarkan sehingga menjadi lazim [dilakukan]," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir di Kantor PP Muhammadiyah, Rabu (29/12/2021).
Untuk mengatasi fenomena klitih ini, peran keluarga sangat penting. Keluarga harus meletakkan nilai damai dan antikekerasan sejak dini. Konsep keluarga harus memasukkan dimensi pemuliaan manusia dan perdamaian yang diinternalisasi dalam pola kehidupan keluarga.
Lembaga pendidikan perlu melakukan reorientasi pembelajaran untuk lebih preventif dan kuratif terhadap tindakan kekerasan dan asusila dan kejahatan lainnya. Lembaga pendidikan tidak boleh grogi atau gagap dan kehilangan perspektif dalam menjalankan fungsi edukasi dalam menghadapi kekerasan dan tindakan asusila dan persoalan korupsi.
Baca Juga: Kustini: Klitih Bukan Anak Nakal, tapi Kreativitas yang Harus Diarahkan
"Asusila pun juga perlu dimasukkan dalam perspektif pendidikan karena jadi problem sosial juga," ujarnya.
Sementara dari aspek masyarakat dan institusi hukum, fenomena klitih terus berulang akibat kontrol sosial yang lemah. Kenakalan tersebut terbiarkan karena masyarakat tidak memfungsikan kontrol sosial.
"Perlu kerja simultan dan keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat [untuk mengatasi klitih]. Kalau kemudian DIY sebagai kota pendidikan justru muncul [klitih], maka ketiganya perlu reorientasi dan instropeksi kenapa terjadi," tandasnya.
Secara terpisah, Gubernur DIY, Sri Sultan HB X di kantor BPK DIY mengungkapkan Pemda sebenarnya sudah pernah memiliki lembaga yang menangani kenakalan anak. Namun program tersebut membutuhkan biaya yang mahal karena penanganan kenakalan anak tidak bisa selesai tanpa adanya peran serta dari keluarga.
"Semua harus dikumpulkan untuk diberi pemahaman, dialog. Ya memang tidak mudah kalau [penanganan klitih] hanya satu keluarga. Kalau sepuluh [orang] ya ada sepuluh kepala keluarga [yang perlu mendapatkan penanganan]. Memerlukan biaya mahal, lembaga [penanganan kenakalan remaja] minta Rp3-4 juta untuk penanganan keluarga," ungkapnya.
Baca Juga: Suarakan #SriSultanYogyaDaruratKlitih, Viral Meme Zirah buat Baju Sehari-hari Warga Jogja
Ditambahkan Bupati Sleman, Kustini mengungkapkan, Pemkab akan melakukukan koordinasi dengan sejumlah pihak dalam penanganan kekerasan jalanan. Sehingga para pelaku kekerasan bisa mendapatkan pembinaan yang tepat.
"Kalau yang sudah melakukan tindakan kriminal ya diserahkan polisi, kalau yang belum ya ditangani agar jadi anak yang cerdas dan terarah," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- Pencipta Lagu Tagih Royalti ke Penyanyi, Armand Maulana: Padahal Dulunya Memohon Dinyanyikan
- Beda Timnas Indonesia dengan China di Mata Pemain Argentina: Mereka Tim yang Buruk
- Riko Simanjuntak Dikeroyok Pemain Persija, Bajunya Hampir Dibuka
- Simon Tahamata Kasih Peringatan Program Naturalisasi Pemain Timnas Indonesia Terancam Gagal
- Ketegaran Najwa Shihab Antar Kepergian Suami Tuai Sorotan: Netizen Sebut Belum Sadar seperti Mimpi
Pilihan
-
Manchester United Hancur Lebur: Gagal Total, Kehabisan Uang, Pemain Buangan Bersinar
-
Srikandi di Bali Melesat Menuju Generasi Next Level Dengan IM3 Platinum
-
30 Juta Euro yang Bikin MU Nyesel! Scott McTominay Kini Legenda Napoli
-
Cinta Tak Berbalas! Ciro Alves Ingin Bertahan, Tapi Persib Diam
-
Kronologis Anak Kepsek di Bekasi Pukul Siswa SMP Gegara Kritik Dana PIP
Terkini
-
Hadiah Digital yang Bangkitkan Solidaritas Sosial, Klaim 3 Link Saldo DANA Kaget Ini
-
Moratorium Hotel Sumbu Filosofi Diberlakukan, PHRI Desak Penertiban 17 Ribu Penginapan Ilegal
-
Kelanjutan Soal Besaran Pungutan Ekspor Kelapa, Mendag Ungkap Hal Ini
-
Kabupaten Sleman Diganjar ANRI Award, Bupati Ungkap Strategi Jitu Pelestarian Arsip
-
UMKM di Indonesia Melimpah tapi Lemah, Mendag: Kebanyakan Ingin Jadi Pegawai