Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Minggu, 02 Januari 2022 | 11:08 WIB
Anak-anak pelaku kriminalitas mengikuti kegiatan Pramuka di LPKA Kelas II Yogyakarta. - (Kontributor SuaraJogja.id/Julianto)

Apa yang mereka lakukan juga sebagai upaya untuk menunjukkan eksistensi pribadi dan juga kelompoknya. Mereka ingin mendapatkan perhatian lebih di kelompoknya dan dari kelompok lain.

Kurang Perhatian Orang tua

Teguh menuturkan, anak-anak yang melakukan kejahatan jalanan atau sering disebut klitih tersebut dipicu salah satunya karena kurang perhatian dari orangtua. Teguh menandaskan untuk memberantas kejahatan jalanan oleh remaja sangatlah dibutuhkan peran orangtua.

Menurut Teguh, ada dua golongan remaja pelaku kejahatan jalanan berdasarkan background orangtua mereka. Yaitu anak-anak dengan background kelas menengah ke atas dan kelas menengah ke bawah. Ada dua hal yang memicu kurang perhatian mereka.

Baca Juga: Klitih Kembali Teror Warga Yogyakarta, Pemuda Jadi Korban Pembacokan

"Tetapi intinya sama, orangtua sibuk,"ujar dia.

Untuk anak-anak dari golongan menengah ke atas, perhatian dari orangtua mereka dari sisi fasilitas sebenarnya sudah lebih dari mencukupi. Baik kendaraan ataupun juga uang saku, orangtua sudah memberikannya secara maksimal.

Kendati mendapatkan fasilitas berlebih, namun sangat sedikit waktu untuk anak-anak mereka. Para orangtua terlalu sibuk dengan bisnis dan pekerjaan mereka, sehingga terkadang membiarkan anaknya bergaul tanpa adanya kontrol.

Sementara dari golongan menengah ke bawah, perhatian orangtua sangat kurang karena mereka terlalu sibuk bekerja. Baik bapak atau ibu mereka sama-sama bekerja dari pagi hingga malam hari. Sehingga perhatian untuk anak-anak jadi sangat minim.

"Peran orangtua sangat dibutuhkan. Kalau anak-anak jam 9 belum sampai rumah, segera cari. Jangan dibiarkan,"tandas Teguh

Baca Juga: Klitih Makin Meresahkan, Pemkab Bantul Bentuk Jejaring Anti Klitih

Anak-anak Pelaku Kejahatan Jalanan Tidak Tahu Aksinya Tindakan Kriminal

Teguh menuturkan, karena kurang perhatian, anak-anak pelaku kejahatan jalanan tidak mendapatkan pendidikan atau pengetahuan tentang perbuatan benar dan perbuatan salah. Sehingga mereka bertindak sesuka hati.

Menurut Teguh, saat mereka melakukan kejahatan jalanan, anak-anak tidak mengetahui aksinya itu benar atau salah. Yang penting emosi mereka tersalurkan dan mendapat pengakuan dari teman-teman di sekitarnya.

"Jadi ya mereka waton (asal) bras bres saja,"ungkapnya.

Biasanya, usai melakukan kejahatan jalanan ini, anak-anak kemudian pulang ke rumah. Mereka menemui orangtuanya dan kemudian menangis karena ketakutan. Mereka baru sadar kenapa aksi tersebut bisa dilakukan.

Kondisi ini juga dirasakan oleh E, remaja asal Indonesia Timur yang terjerat kasus yang terjadi di Kaliurang Sleman beberapa minggu yang lalu. Teguh mengatakan berdasarkan penuturan E, ia tidak sadar saat melakukan hal tersebut

Load More