SuaraJogja.id - Belum lama ini masyarakat awam dibuat bingung dengan informasi penjualan sejumlah aset di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mulai dari Alun-alun Utara Yogyakarta, Keraton Yogyakarta, Puro Pakualaman, Istana Kepresidenan Gedung Agung hingga Kantor Gubernur itu diperjualbelikan di dalam dunia metaverse atau ruang virtual.
Penjualan virtual map yang tertera pada website nextearth.io ini pun viral karena karena dijual dengan harga yang fantastik dengan mata uang kripto. Tapi apa sebenarnya dunia metaverse itu sendiri?
Pakar Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ridi Ferdiana menuturkan bahwa sebenarnya konsep dunia metaverse adalah konsep dunia virtual berbasis 3D. Konsep ini kerap kali dikaitkan dengan sebuah permainan.
"Bayangkan anda adalah seorang Budi, seorang pegawai negeri sipil yang tinggal di Indonesia. Kemudian ada sebuah video game, video game yang memungkinkan Budi bermain sebagai Budi di dunia virtual. Budi di dunia virtual dapat bekerja sebagai wirausaha, memiliki rumah, memiliki uang," kata Ridi saat dihubungi awak media, Kamis (6/1/2022).
Baca Juga: Kejahatan Jalanan Kembali Marak, Sosiolog UGM Soroti Stigma Anak Nakal
"Metaverse sendiri adalah evolusi dari sebuah video game yang menghubungkan aktivitas dunia nyata ke dunia virtual," imbuhnya.
Lebih jauh Ridi mencontohkan konsep metavervse itu dengan sebuah video game the SIMS atau Second Life. Sebuah video game atau permainan itulah yang merupakan cikal bakal metaverse.
"Aktivitas kehidupan di dunia sehari-hari sebagai manusia bisa dilakukan di dunia virtual," ujarnya.
Disampaikan Ridi, kemajuan teknologi saat ini kemudian mulai menggeser sebuah video game itu sendiri. Sehingga menjadi sebuah dunia virtual yang mereplikasi kondisi dunia nyata.
"Ubisoft misalnya mengembangkan video game berjudul the Crew yang memvirtualkan 10.000 KM jalan di Amerika Utara dalam sebuah video game balapan. Nama jalan, lokasi-lokasi menarik, hingga toko-toko divirtualkan di video game tersebu," terangnya.
Baca Juga: Sosiolog UGM: Istilah Soal Klitih Tidak Penting, Lebih Baik Diagonis Problemnya
Sekarang ini, kata Ridi, dunia virtual juga sudah semakin berkembang pesar berkat teknologi komputasi awan. Hal ini membuat para pengembang teknologi informasi dapat dengan mudah mereplikasi seisi bumi dalam bentuk virtual yang kemudian menjadi awal mula konsep metavervse itu hadir.
Terkait dengan Next Earth, ia menilai Next Earth merupakan sebuah situs yang menarik untuk diikuti dan dipelajari. Mengingat situs Next Earth mengombinasikan berbagai teknologi peta digital, blockchain dan juga konsep metavervse.
"Saat ini kita tahu bahwa perusahaan teknologi seperti Google atau Here saja telah memotret peta dunia dan digunakan oleh kita sehari-hari untuk navigasi atau mencari tempat," tuturnya.
Peta digital tersebut kemudian dijadikan sebagai lahan virtual yang dikenal dengan Tiles. Disebutkan Ridi, Tiles itu sendiri dapat diperjual belikan dengan teknologi Blockchain yang sekarang akrab dikenal dengan Crypto.
"Singkat kata Next earth adalah jual beli crypto currency dengan menggunakan tanah virtual sebagai asetnya. Next Earth menggunakan mata uang tersendiri yang dikenal dengan MATIC untuk membeli tanah tersebut," tandasnya.
Diketahui dalam situs Nextearth.io, Keraton Yogyakarta dijual dengan harga 11.09 USDT. Sedangkan Gedung Agung dijual sebesar 36.84 USDT, Puro Pakualaman sebesar 37.03 USDT dan Alun-alun Utara yang dijual sebesar 56.34 USDT.
Pemda DIY yang mengetahui fenomena tersebut pun menyampaikan tanggapannya. Sekda DIY, Baskara Aji saat ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Rabu (05/01/2022) mengungkapkan munculnya jual beli virtual ini sebenarnya tidak perlu ditanggapi serius.
"Masak ya kepatihan atau alun-alun secara nyata dijual, ada yang percaya penjualan tersebut? Ini sekedar mencari rating," ujar Aji.
Menurut Aji, saat ini Pemda DIY belum akan menindaklanjuti munculnya jual beli berbagai gedung secara virtual tersebut. Sebab hingga kini fenomena tersebut belum berpengaruh apapun.
Namun bila kedepan dirasakan merugikan, maka Pemda kedepan akan melaporkan pelaku. Bahkan bila memungkinkan akan melakukan pengaduan dan memprosesnya secara hukum.
"Kalau nanti memang perkembangannya sampai merugikan ya kita akan melakukan penuntutan ke siapa yang merugikan kita," tegasnya.
Berita Terkait
-
Amankah Menggunakan VPN Mobile Legends Auto Win? Kenali Bahayanya
-
Menjajal Sensasi Haji dan Umrah Langsung dari Mekah dengan Virtual Reality
-
No Kartu Fisik, No Problem! Transaksi Online Lancar dengan Debit Virtual BRI
-
Grup Virtual PLAVE Mendapatkan Respons Positif Saat Tampil di Killing Voice
-
Cetak Sejarah Baru, PLAVE Jadi Grup Virtual Pertama di Killing Voice
Tag
Terpopuler
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Daftar Pemain Timnas Belanda U-17 yang Gagal Lolos ke Piala Dunia U-17, Ada Keturunan Indonesia?
- Titiek Puspa Meninggal Dunia
- Gacor di Liga Belanda, Sudah Saatnya PSSI Naturalisasi Pemain Keturunan Bandung Ini
- Eks Muncikari Robby Abbas Benarkan Hubungan Gelap Lisa Mariana dan Ridwan Kamil: Bukan Rekayasa
Pilihan
-
Profil CV Sentosa Seal Surabaya, Pabrik Diduga Tahan Ijazah Karyawan Hingga Resign
-
BMKG Bantah Ada Anomali Seismik di Bogor Menyusul Gempa Merusak 10 April Kemarin
-
6 Rekomendasi HP Rp 4 Jutaan Terbaik April 2025, Kamera dan Performa Handal
-
5 Rekomendasi HP Rp 2 Jutaan Snapdragon, Performa Handal Terbaik April 2025
-
Hasil BRI Liga 1: Diwarnai Parade Gol Indah, Borneo FC Tahan Persib Bandung
Terkini
-
Maut di Jalan Wates: Ninja Hantam Tiang, Satu Nyawa Melayang
-
Jogja Diserbu 4,7 Juta Kendaraan Saat Lebaran, 9 Nyawa Melayang Akibat Kecelakaan
-
Malioboro Bau Pesing? Ide Pampers Kuda Mencuat, Antara Solusi atau Sekadar Wacana
-
BI Yogyakarta Catat Penurunan Drastis Peredaran Uang Tunai saat Lebaran, Tren Transaksi Berubah
-
Kantongi Lampu Hijau dari Pusat, Pemkab Sleman Tancap Gas Isi Kursi Kosong OPD