Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 25 Januari 2022 | 13:17 WIB
ilustrasi kekerasan seksual. [ema rohimah / suarajogja.id]

UMY saat ini sedang berproses untuk membuat aturan khusus universitas perihal penanganan kekerasan seksual, imbuh Ria. Namun, ia tak dapat menjawab lebih jauh, kala ditanya apakah aturan itu nantinya bisa mengakomodasi penanganan kekerasan seksual di indekos secara spesifik.

KAHAM UII: TPF Harus Berperspektif Korban 

Direktur Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (KAHAM UII) Yusril Asadudin Mukav menambahkan, materi atau poin spesifik tentang penanganan kekerasan seksual yang terjadi di kos-kosan, memang bisa menjadi pokok bahasan yang ditambahkan dalam regulasi kampus

Kendati demikian, asalkan pelaku maupun penyintas adalah sivitas kampus, menyoal peristiwa itu terjadi di mana tidak menjadi yang utama. Urgensi yang perlu didorong adalah kebijakan sudah ada dan TPF harus melakukan tugas mereka dengan perspektif korban. 

Baca Juga: Juru Parkir Nuthuk Rp350 Ribu Divonis Denda Rp2 Juta, Forpi Jogja: Semoga Berefek Jera

"TPF baik dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi maupun RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual harus independen, berperspektif korban, bukan perspektif kampus atau pihak lain," tegasnya, Kamis (23/12/2021).

Partisipasi publik dalam bentuk keterlibatan perwakilan mahasiswa juga diperlukan. Demikian juga kelompok studi feminis/gender/seksualitas dengan memerhatikan penguasaan perspektif kesetaraan gender dan keberpihakan pada korban. Khususnya dalam penyusunan mekanisme atau SOP penanganan kekerasan seksual dan pembuatan ULT khusus. 

Kontributor : Uli Febriarni

Load More