Dengan senyum yang tersembunyi di balik maskernya, Wid terkenang saat ia dimomong oleh tukang kayu yang membangun Ndalem Mijosastran.
"Namanya pak Kartorebo. Saya ingat betul dia dulu membangun rumah itu sambil momong saya. Waktu almarhum masih hidup, beliau selalu cerita 'Dulu waktu kamu kecil, saya yang momong'," kenang Wid.
Di dalam rumah mahakarya Kartorebo itu pula, Wid dan tujuh saudara pernah tidur bersama dalam satu amben bambu sederhana. Di salah satu kamar, sisi timur.
Namun spot favorit Wid dari Ndalem Mijosastran adalah pendopo. Bagian yang sarat struktur Jawa kuno dan kerap jadi tempat warga setempat beraktivitas selama ini. Baik itu pengajian, bersih dusun, pelatihan program pemerintah dan lainnya.
Baca Juga: Laga Perdana Tak Mudah, PSS Sleman Tingkatkan Power di Pantai Depok
Demikian juga halamannya yang luas, kerap dimanfaatkan warga sekitar sebagai lokasi beragam kegiatan hingga area parkir.
Belum Sepakat Harga, Pagar Sudah Roboh
Widagdo Marjoyo serta saudara-saudaranya kini hanya bisa menyimpan rasa heran dan menyayangkan.
Beberapa hari lalu, pagar Ndalem Mijosastran yang dibangun pada sekitar 1980 harus hancur terkena alat berat tim proyek tol Jogja-Bawen. Padahal, belum ada kesepakatan harga ganti untung dan teknis relokasi bangunan antara keluarga waris dan tim proyek.
Padahal, tim proyek dan warga sama-sama sudah mengetahui bahwa di area proyek ada yang dinamakan zona hijau dan zona merah. Zona hijau berarti klir dan bisa dibersihkan (land clearing), sedangkan zona merah masih belum bisa dibersihkan.
Baca Juga: Pelatih PSS Sleman Sebut Laga Perdana Liga 1 Tidak Mudah
"Saya nilai itu kecerobohan, proyek sudah meminta maaf. Mereka sempat menawarkan untuk dibangun kembali seperti awal, saya menolak," ungkapnya.
Wid mengungkap, ada beberapa poin yang menyebabkan belum adanya kesepakatan harga ganti untung dan teknis relokasi bangunan, antara keluarga pewaris Ndalem Mijosastran dan tim proyek tol.
Walaupun sebetulnya, satu keluarga Mijosastro sudah satu suara untuk persoalan rumah tersebut.
Pada intinya, tidak apa-apa Ndalem Mijosastran dipindahkan, ke lokasi berjarak sekitar 100 meter dari titik awal. Bahkan rekomendasi dan izin pemindahan bangunan juga sudah terbit dari pihak berwenang.
"Tapi ada kesepakatan yang berubah dari pihak tim proyek. Ada poin yang kami tidak bisa menerimanya. Dulu dengan PPK awal sudah ada kesepakatan, tapi PPK mengalami perubahan, jadi berubah lagi [kesepakatannya]," sesal dia.
Poin-poin itu antara lain belum disepakatinya nilai nominal ganti untung. Keluarga ahli waris ingin proyek mengganti seluruh bagian Ndalem Mijosastran. Sedangkan proyek hanya akan melakukan penilaian appraisal terhadap area terdampak tol saja.
Berita Terkait
-
Kemenang Sebut Pengurusan Berkas Administrasi Pelepasan Tanah Wakaf Terdampak Tol Jogja-Bawen Masih Mandeg
-
SD Banyurejo 1 Bakal Tergusur Proyek Tol Jogja-Bawen, Purnomo Mengenang: Sekolah Ini Dibangun Oleh Keringat Siswanya
-
Empat Tanah Wakaf Tergusur Tol Jogja-Bawen Akan Diruislag, Kemenag: Kami Harus Antisipasi Dampak Sosial
-
Pihak Tol Jogja-Bawen Pastikan Sekolah Tak Dibongkar Sebelum Ada Bangunan Pengganti
Terpopuler
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
Pilihan
Terkini
-
Liburan Sekolah, Sampah Menggila! Yogyakarta Siaga Hadapi Lonjakan Limbah Wisatawan
-
Duh! Dua SMP Negeri di Sleman Terdampak Proyek Jalan Tol, Tak Ada Relokasi
-
Cuan Jumat Berkah! Tersedia 3 Link Saldo DANA Kaget, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan
-
Pendapatan SDGs BRI Capai 65,46%, Wujudkan Komitmen Berkelanjutan
-
Kelana Kebun Warna: The 101 Yogyakarta Hadirkan Pameran Seni Plastik yang Unik dan Menyentuh