SuaraJogja.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta menjatuhkan vonis kepada terdakwa eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti atas perkara suap terkait penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) di wilayahnya.
Haryadi divonis 7 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp300 juta. Diketahui putusan tersebut lebih tinggi daripada tuntuan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yakni hukuman penjara 6,5 tahun.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Haryadi Suyuti, M. Fahri Hasyim menyatakan pihaknya memilih untuk pikir-pikir dulu untuk menyikapi putusan majelis hakim itu.
"Pikir-pikir to, putusannya lebih tinggi daripada tuntutannya kan gitu. Ya itu hak sepenuhnya majelis hakim," kata Fahri seusai persidangan di PN Yogyakarta, Selasa (28/2/2023).
Baca Juga: Ada Fakta Baru, JCW Dorong KPK Usut Tuntas Dugaan Kasus Suap Haryadi Suyuti Soal Perizinan Hotel
Dalam kesempatan ini, Fahri menilai proses persidangan sudah berlangsung secara adil. Semua pihak diberikan waktu dan kesempatan yang sama di dalam persidangan meskipun juga harus dilaksanakan secara hybrid, daring dan luring.
"Proses sidang sesuai hukum acara. Memang ada split ya, satu masalah ada lima nomor perkara. Jadi majelis harus mensiasati tapi itu semua tidak melanggar hukum acara," terangnya.
Kendati begitu, terkait dengan putusan terhadap kliennya tersebut ia menyoroti beberapa poin. Mengingat vonis yang dijatuhkan akhirnya lebih berat dari tuntutan JPU KPK.
"Namun yang kami komentari adalah bahwa pembelaan kami sama sekali tidak digubris. Hal-hal yang meringankan juga tidak disinggung, pengembalian dan niat batin juga tidak dipertimbangkan oleh majelis," tegasnya.
Ke depan pihaknya masih akan mengkonsultasikan langkah usai putusan ini kepada kliennya. Sehingga ia belum bisa memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak.
Baca Juga: Sebut Haryadi Suyuti Tak Ada Niat Memperkaya Diri, Kuasa Hukum Nilai Tuntutan JPU Terlalu Berat
"(Keputusan banding) tergantung klien. Kami konsultasikan dengan klien, apa yang kira-kira akan kami putuskan untuk itu. Tuntuan lebih rendah dari putusan ini yang kami upayakan pikir-pikir dulu," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, sidang pembacaan putusan tersebut dilaksanakan secara luring dan daring di PN Yogyakarta dengan dihadiri kuasa hukum dan jaksa penuntut umum (JPU). Sementara terdakwa Haryadi Suyuti dihadirkan melalui daring.
Diketahui bahwa putusan majelis hakim ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penunutut Komisi (JPU) Pemberantasan Korupsi (KPK). JPU KPK sebelumnya menuntut Haryadi selama 6,5 tahun pidana penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Haryadi Suyuti oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta," ujar Ketua Majelis Hakim M. Djauhar dalam amar putusannya di PN Yogyakarta, Selasa (28/2/2022).
"Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," imbuhnya.
Hakim menilai perbuatan Haryadi sudah sesuai dan memenuhi unsur dalam Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain putusan pidana dan denda, Haryadi turut dijatuhi hukuman tambahan. Dalam hal ini Haryadi diharuskan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp165 juta.
"Dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan ini memperoleh kekuatan hukum tetap. Maka harta benda dapat di sita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," terangnya.
Jika kemudian harta benda terpidana masih tak mencukupi untuk digunakan sebagai uang pengganti. Maka kemudian akan diganti dengan pidana penjara 2 tahun.
Selain itu, majelis hakim turut memberikan pidana tambahan kepada Haryadi berupa pencabutan hak untuk dipilih jabatan publik yang dipilih selama lima tahun. Terhitung sejak terpidana selesai menjalani pidana pokok.
Berita Terkait
-
Skandal Pungli Rutan KPK: Satpam Tak Punya Kompetesi Jadi Sipir, Tahanan Diperas hingga Miliaran
-
Modal Pilkada dan Caleg Besar Celah Korupsi, Bamsoet ke Capim KPK: Demokrasi Kita Jurus NPWP, Nomor Piro Wani Piro
-
Kalah di Gugatan Praperadilan, KPK: Larangan ke Luar Negeri Untuk Sahbirin Noor Masih Berlaku
-
Penasehat Hukum Edy Rahmayadi Sebut Korupsi Itu Biasa, Nama Jokowi-SBY Ikut Dibawa-bawa
-
Skandal Suap Jalur Kereta Melebar, Anggota BPK Jadi Tersangka Baru di KPK
Terpopuler
- Pernampakan Mobil Mewah Milik Ahmad Luthfi yang Dikendarai Vanessa Nabila, Pajaknya Tak Dibayar?
- Jabatan Prestisius Rolly Ade Charles, Diduga Ikut Ivan Sugianto Paksa Anak SMA Menggonggong
- Pengalaman Mengejutkan Suporter Jepang Awayday ke SUGBK: Indonesia Negara yang...
- Ditemui Ahmad Sahroni, Begini Penampakan Lesu Ivan Sugianto di Polrestabes Surabaya
- Pesan Terakhir Nurina Mulkiwati Istri Ahmad Luthfi, Kini Suami Diisukan Punya Simpanan Selebgram
Pilihan
-
5 HP Redmi Sejutaan dengan Baterai Lega dan HyperOS, Murah Tapi Kencang!
-
Hak Masyarakat Adat di Ujung Tanduk, Koalisi Sipil Kaltim Mengecam Kekerasan di Paser
-
Waspada, Kebiasaan Matikan Lampu Motor di Siang Hari Bisa Berujung Bui
-
Kenaikan PPN 12% Jadi Nestapa Kelas Menengah, Orang Kaya Sulit Dipajaki?
-
Pusing Dah! Isu Dipecat, Shin Tae-yong Dibebankan Menang Lawan Arab Saudi di Tengah Rekor Buruk Timnas Indonesia
Terkini
-
TPST Piyungan Overload, Menteri LHK Desak DIY Olah Sampah Sisa Makanan Jadi Cuan
-
Waspada Penjual Minyak Goreng Keliling, Pedagang di Bantul Rugi Jutaan Rupiah
-
Ternyata Ini Alasan Kenapa Ketika Hujan Tiba Muncul Perasaan Sedih hingga Galau
-
DLH: Selain Atasi Sampah, Keberadaan TPST di Bantul Mampu Serap Tenaga Kerja hingga Ratusan Orang
-
Kecewa Masih Lihat Tumpukan Sampah di Depo Mandala Krida, Menteri Lingkungan Hidup Bakal Panggil Pemkot Jogja