SuaraJogja.id - Ombudsman Republik Indonesia atau ORI DIY menemukan telah terjadi tindakan maladministrasi terkait dengan pelayanan penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) A dan C di wilayah Yogyakarta. Hal itu menyusul tidak ada landasan hukum yang digunakan dalam prosesnya selama ini.
Pasalnya materi yang diujikan itu masih merujuk Perkap Nomor 9 Tahun 2012. Padahal peraturan tersebut beserta lampirannya telah dicabut dan digantikan dengan Perpol Nomor 5 Tahun 2021 yang lantas membuat ketiadaan landasan hukum dalam prosesnya.
Sebab aturan yang lama sudah dicabut beserta lampirannya. Tetapi belum ada penerbitan aturan baru yang diterbitkan oleh Kakorlantas.
Kepala ORI DIY Budhi Masturi mengungkapkan bahwa temuan itu dilandasi atas keluhan dari masyarakat yang menganggap materi dan ujian praktik SIM itu terlalu sulit. Hal itu kemudian berkorelasi dengan pemohon yang memilih cara-cara lain yang tidak sah untuk mendapat SIM.
"Kemudian kami juga menemukan karena itu dirasa sulit oleh para pemohon itu berkorelasi dengan adanya motivasi untuk menggunakan cara-cara lain yang tidak sah," kata Budhi, Kamis (4/5/2023).
"Cara pihak ketiga, menggunakan calo, itu dari pemohon-pemohon yang gagal lebih dari 50 persen memutuskan untuk menggunakan pihak ketiga itu. Jadi itu temuan yang signifikan," imbuhnya.
Sulitnya materi ujian praktik SIM itu, itu tidak hanya dirasakan oleh pemohon saja. Melainkan juga oleh pelaksana dengan mengarahkan pemohon ke lembaga penyedia kursus mengemudi tertentu.
Selain itu, disampaikan Budhi, temuan maladministrasi lainnya ada pada tahap ujian praktik. Di antaranya petugas tidak memberikan kesempatan uji coba yang patut yakni sebanyak 2 kali sebelum ujian.
"Dan masih ditemukan area atau perlintasan ujian yang tidak bersih. Ada sedikit genangan air dan berpasir yang berpotensi menyebabkan kecelakaan pada pemohon saat menjalani ujian praktik SIM," terangnya.
Baca Juga: Malioboro Kekurangan Lahan Parkir, Ini Kata Gubernur DIY
Sedangkan pada tahapan pendaftaran atau administrasi, kata Budhi, berpotensi terjadinya maladministrasi penyalahgunaan wewenang. Hal itu disebabkan SATPAS SIM hanya menunjuk satu unit kesehatan saja.
"Hal ini berpotensi terjadi monopoli dalam pemenuhan surat keterangan sehat jasmani dan tes psikologi yang juga dipungut biaya," tuturnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Bupati Sleman Akui Pahit, Sakit, Malu Usai Diskominfo Digeledah Kejati DIY Terkait Korupsi Internet
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Pemain Keturunan Purwokerto Tiba di Indonesia, Diproses Naturalisasi?
Pilihan
-
7 Sepatu Lari Murah 200 Ribuan untuk Pelajar: Olahraga Oke, buat Nongkrong Juga Kece
-
Masih Layak Beli Honda Jazz GK5 Bekas di 2025? Ini Review Lengkapnya
-
Daftar 5 Mobil Bekas yang Harganya Nggak Anjlok, Tetap Cuan Jika Dijual Lagi
-
Layak Jadi Striker Utama Persija Jakarta, Begini Respon Eksel Runtukahu
-
8 Rekomendasi HP Murah Anti Air dan Debu, Pilihan Terbaik Juli 2025
Terkini
-
Bupati Bantul Setuju PSIM Main di SSA, Tapi Suporter Wajib Patuhi Ini
-
Efek Prabowo: Pacuan Kuda Meledak! Harga Kuda Pacu Tembus Miliaran
-
Bahaya di Balik Kesepakatan Prabowo-Trump: Data Pribadi WNI Jadi Taruhan?
-
Dampak Larangan Study Tour: Keraton Jogja Ubah Haluan, Tawarkan Wisata yang Bikin Anak Betah
-
Fakta Sebenarnya Jurusan Jokowi di UGM: Bukan Teknologi Kayu? Teman Kuliah Ungkap Ini