Scroll untuk membaca artikel
Dany Garjito
Senin, 24 Juli 2023 | 16:48 WIB
Aktivitas sejumlah truk memindahkan sampah ke TPS Piyungan. [Kontributor/Julianto]

“Saat ini masalah yang sangat dirasakan yaitu jumlah timbunan sampah makin meningkat, biaya pengelolaan meningkat, dan kebutuhan lahan untuk TPA semakin terbatas,” kata Dr. Ir. Kasam. M.T saat menjadi pembicara dalam webinar Prodi Teknik Lingkungan UII, Sabtu (10/9/2022) silam.

Pengadaan lahan pengganti untuk TPA selalu menghadapi penolakan dan keluhan dari masyarakat sekitar. Oleh karena itu, hierarki penanganan yang baik dimulai dari pencegahan, yaitu dari peran masyarakat, minimasi, reuse, recycling, energy recovery dan yang terakhir adalah pembuangan akhir dengan menggunakan teknologi, seperti open dumping, control, dan sanitary. 

“Dalam skala global sebanyak 60-70% dan sekitar lebih dari 80% DIY masih memanfaatkan pembuangan landfill (pembuangan akhir). Sehingga apabila kita merujuk pada penanganan sampah dengan pembuangan akhir permasalahannya sangat tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan peran masyarakat, bank sampah, TPS3R segera digalakkan untuk mengurangi penimbunan sampah di TPA,” jelasnya seperti dikutip dari laman resmi UII.

Di sisi lain, narasumber kedua Prof. Dr. Prabang Setyono, S. Si., M.Si. selaku Praktisi Persampahan dan Guru Besar Ilmu Lingkungan FMIPA UNS Surakarta menjelaskan karakter sampah pada tipe pariwisata di Yogyakarta menyebabkan penumpukan sampah.

Baca Juga: Puncak Harlah PKB ke-25 di Stadion Manahan Tinggalkan Masalah untuk Warga Solo

“Terdapat 3 karakter sampah sesuai dengan tipe pariwisata, seperti wisata by natural (sampah kemasan) adanya jasa lingkungan dan view object, wisata by design (sampah kulineran) seperti desa wisata, dan wisata by product (sampah spesifik) sehingga menjadi destinasi penghasil produk tertentu. Sehingga dapat diasumsikan bahwa pada tahun 2021 per wisatawan domestik dapat menghasilkan 1.750.000 kg sampah”, jelasnya.

Menurutnya, terdapat 6 konsep mazhab pengelolaan sampah, salah satunya mazhab bakar sebagai reduce dengan  pemanfaatan teknologi, seperti Incinerator, Gasifikasi, Pirolisis, dan metode landfill gas. “Daerah Solo memilih implementasi jenis teknologi gasifikasi dalam pemanfaatan produk, yaitu pemrosesan sampah secara termokimia menjadi gas dengan penambahan oksigen terkontrol”, jelasnya.

Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia. ”sehingga dibutuhkan usaha dalam pengurangan pemakaian plastik di Indonesia dan sesuai filosofi kata SAMPAH (Solusi Aktif Mengurangsi (Reduce), Pakai lagi (Reuse), Alih rupa ( Recycle) dan Hasilkan nilai tambah 5E (ekonomi, edukasi, ekologi, estetika, dan energi)”, jelasnya.

Terakhir, ia menekankan pentingnya 3K, yaitu kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. “Dari sisi kuantitas dengan mulai mengurangi penggunaan barang sekali pakai, dari sisi kualitas dengan meningkatkan kualitas sampah menjadi barang yang didaur ulang menjadi barang baru seperti kerajinan sehingga meningkatkan nilai tambah dari sampah tersebut, dan yang terakhir dari sisi kontinuitas, yaitu merubah kebiasaan yang lama menjadi menjadi kebiasaan baru dari penggunaan sampah”, katanya.

Baca Juga: Masih Urung Bocorkan Kriteria Cawapres Pendampingnya, Anies Baswedan bakal Buat Publik Terkejut?

Load More