SuaraJogja.id - Psikolog UGM, Koentjoro menyebut deteksi dini penting untuk dilakukan dalam upaya pencegahan perilaku bunuh diri. Tidak hanya di dalam keluarga sendiri tapi juga terlebih di lingkungan pendidikan.
Salah satu ciri yang kemudian bisa terdeteksi dari seseorang ketika hendak melakukan bunuh diri adalah suka menyendiri. Menurut Koentjoro, pribadi tertutup yang menyendiri itu berpotensi menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan.
"Deteksi dininya adalah biasanya dia suka menyendiri karena dia adalah orang yang sangat introvert. Dia tidak pernah mau cerita pada siapa tentang masalahnya itu," kata Koentjoro, saat dihubungi, Selasa (3/9/2023).
Saat kesendirian itu yang kemudian rawan bagi sejumlah orang. Sehingga tak jarang ditemukan beberapa kasus bunuh diri pun dilakukan di rumah atau kamar saat sendirian.
"Dan dia menyendiri dan pada waktu menyendiri itu dia bahasa psikologi dia sedang terkena obsesif kompulsif, karena selalu mencari celah mencari kesempatan untuk bunuh diri," imbuhnya.
Di samping deteksi dini tadi, ditegaskan Koentjoro, pihak perguruan tinggi maupun sekolah harus mampu memberi ruang berkomunikasi yang baik bagi setiap orang. Sehingga tidak ada orang yang kemudian merasa ditinggalkan.
Tempat berbagi cerita atau sekadar mendengar keluh kesah ini menjadi penting diadakan. Sebab hal itu dapat menolong orang yang bisa saja kemudian menyelamatkan yang bersangkutan dari tindakan bunuh diri.
"Saya sekarang mengusulkan kepada setiap universitas setiap sekolah itu selalu menekankan kepada para mahasiswanya para muridnya, kalau mau (ada pikiran) bunuh diri harap cerita kepada teman terdekatnya yang dipercaya, itu yang harus ditekankan," tegasnya.
Selanjutnya peran orang tua tidak bisa dilupakan begitu saja. Semua orang tua harus bisa menaruh perhatian dan kasih sayang yang cukup untuk anak-anaknya.
Baca Juga: 4 Alasan Kamu Perlu Kurangi Menyendiri dan Mulai Jalin Persahabatan
Dialog antar orang tua dan anak itu penting untuk dilakukan. Sebab tak bisa dipungkiri seharusnya orang tua bisa menjadi penopang dalam atau sandaran ketika anaknya dalam kondisi kurang baik.
"Orang tua biasanya hanya memberi uang saku, tapi tidak pernah memonitor perkembangan anak dan tidak pernah dialog dengan anaknya. Padahal dialog itu adalah hal yang terpenting dalam kehidupan, Kenapa? Dialog itu adalah media katarsis, kalau semakin dia banyak dialog maka beban yang dalam dirinya akan lepas sendiri," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
Terkini
-
BRI Salurkan Bantuan Kemanusiaan di Puluhan Lokasi Bencana Sumatra, Bukti Komitmen Sosial
-
Yogyakarta Jadi Fokus Pengadaan SPKLU untuk Hadapi Lonjakan Wisatawan Natal dan Tahun Baru
-
Hadapi Nataru, BRI Andalkan Digital Banking dan AgenBRILink: Dana Tunai Mencapai Rp21 Triliun
-
Saham BBRI Tumbuh Konsisten, Bukti BRI Sebagai Perusahaan Pelat Merah Terbesar di Indonesia
-
UGM Gerak Cepat! 218 Mahasiswa Terdampak Bencana Banjir dan Longsor Dapat Bantuan Ini