Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 20 November 2023 | 11:48 WIB
Petugas sedang menurunkan gas elpiji 3 kg untuk disetor ke distributor di Gunungkidul. [Kontributor/Julianto]

SuaraJogja.id - Penjualan gas elpiji 3 kilogram di Gunungkidul seret. Sebagian besar pangkalan gas elpiji 3 kilogram di Gunungkidul mengeluh tidak bisa menjual. Ratusan pemilik pangkalan gas elpiji 3 kilogram terancam gulung tikar akibat terus merugi.

Stok gas elpiji 3 kilogram di tempat mereka seringkali menumpuk. Sejak kemarau panjang melanda, penjualan mereka terus mengalami penurunan. Tak masyarakat yang menggunakan gas elpiji bersubsidi tersebut.

Pemilik Pangkalan di Kapanewon Patuk, Erfanto mengakui kondisi ini membuat pemilik kian terjepit. Karena dalam sepekan, mereka ditarget menjual dalam jumlah tertentu dalam sepekannya. Parahnya, meskipun stok mereka masih menumpuk di gudang tetapi harus menebus kembali sesuai kuota di pengiriman selanjutnya.

"Misale kita dapat jatah seminggu 90 tabung. Terus masih sisa 30, kita tetap harus menebus 90 tabung itu pada pengiriman selanjutnya,"kata dia, Senin 20/11/2023).

Baca Juga: Lagi, Dukuh di Gunungkidul Didemo karena Tuduhan Selingkuh

Para pemilik pangkalan menuding pemerintah dan Pertamina sengaja membuat iklim usaha untuk bisnis penyalur gas bersubsidi tidak sehat dan akhirnya gulung tikar. Dinas Perdagangan tak bisa berbuat banyak mengatasi persoalan te sebut.

Pertamina dan pemerintah seolah melakukan pembiaran dengan nasib pemilik pangkalan yang kian terjepit. Karena di tengah tak banyak permintaan masyarakat akan gas elpiji 3 kilogram, pemerintah dan Pertamina terus memberikan ijin pendirian agen dan pangkalan terus diberikan.

"Jumlah pangkalan itu kayak tidak terkendali. Sini bikin, sana bikin, semrawut. Jualnya juga asal nabrak area sehingga persaingan antar pangkalan tersebut terjadi,"kata dia

Karena kondisi inilah, tak jarang pemilik pangkalan memilih jual merugi demi menghabiskan kuota atau jatah untuk mereka dalam sepekan. Jika dibiarkan maka akan banyak pangkalan yang gulung tikar.

Hasan salah satu pangkalan di Kapanewon Semanu mengaku setiap sepekan sekali dia mendapat pasokan dari agen sebanyak 90 tabung. Namun hingga jadwal pengiriman berikutnya ternyata masih sisa cukup banyak.

Baca Juga: Monyet Ekor Panjang Bikin Resah di Gunungkidul, Rusak Tanaman hingga Tidur di Pekarangan Rumah Warga

"Sering sisa 40-50. Lha saya harus muter-muter nyari tabung kosong,"ujar dia, Senin (20/11/2023).

Setiap kali datang dirinya harus 'tombok' untuk menutupi biaya penebusan gas elpiji 3 kilogram yang belum laku. Para pangkalan pun berlomba bagaimana caranya agar gas bersubsidi mereka laku. 

Tak jarang mereka harus jual merugi demi bisa menghabiskan kuota atau jatah mereka. Sehingga modal mereka tak bisa kembali. Kondisi tersebut berlangsung sudah cukup lama dan setiap kali mengadu ke dinas atau instansi terkait hanya dibiarkan 

"Ini sudah 3-4 bulan lho. Ndak ada tindakan sama sekali,"kata dia.

Demikian juga diungkapkan Dedy, pangkalan asal Karangmojo. Lelaki ini mengaku kebingungan menghabiskan stok gas elpijinya hari ini. Hari Senin (20/11/2023) ini merupakan jadwalnya mendapat kiriman sebanyak 90 tabung. Namun di pangkalan yang ia miliki masih ada sisa 40 tabung.

"Saya harus bagaimana. Nyari pinjaman tabung? Sudah susah sekarang,"ungkapnya

Hal ini karena tidak lepas dari banyaknya pangkalan yang menjual dengan cara berkeliling dengan masuk ke area penjualan pangkalan lain. Perang harga juga ditetapkan oleh pangkalan yang menjual secara berkeliling tersebut.

Para pemilik pangkalan meminta kepada pemerintah dan Pertamina untuk mengerem laju pemberian ijin baru terhadap pangkalan atau agen baru. Sehingga stok gas elpiji di pasaran tidak melonjak sesuai dengan kuota sebelumnya.

"Ini kamii tidak bisa menjual, lha kok pangkalan dan agen baru terus nambah. Kami bisa gulung tikar kalau kayak gini,"kata dia. 

Kabid Perdagangan Dinas Perdagangan Kabupaten Gunungkidul, Asar Janjang Riyanti mengakui jika kondisi penjualan gas elpiji 3 kilogram sedang lesu. Namun hal tersebut bukan karena penambahan kuota untuk Gunungkidul, tetapi memang karena kondisi perekonomian dan cuaca yang sedang tidak berpihak.

"Daya beli masyarakat menurun serta cuaca sangat terik. Masyarakat banyak yang kembali ke kayu bakar,"ujarnya

Kontributor : Julianto

Load More