SuaraJogja.id - Nyamuk Wolbachia tengah menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Nyamuk yang disebut-sebut bisa mengatasi masalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) itu menimbulkan pro dan kontra.
Jika menilik kembali, implementasi nyamuk Wolbachia sendiri sudah berjalan hampir 10 tahun di Yogyakarta. Nyamuk Wolbachia itu telah melalui perjalanan riset dan implementasi teknologi dan tahapan.
Setelah melalui serangkaian proses penelitian, pelepasan perdana telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dilakukan pertama kali pada tahun 2014 lalu. Pelepasan itu dilakukan di empat padukuhan kecil di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Sleman.
Peneliti Utama World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, Adi Utarini, menerangkan bahwa implementasi teknologi tersebut di masyarakat didahului analisis risiko oleh tim ahli yang dibentuk Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Tujuannya untuk mengidentifikasi berbagai potensi dampak.
Hasilnya dapat ditarik kesimpulan bahwa risiko dari penerapan teknologi ini sangat rendah atau dapat diabaikan. Ia memastikan penelitian ini dilakukan dengan melihat segala potensi yang ada.
"Tidak serta merta diterapkan, ada proses penting yang dilakukan sebelumnya. Semua dilakukan dengan kehati-hatian dan dikawal dengan ethical clearance," kata perempuan yang akrab disapa Uut itu, ditemui di UGM, Rabu (22/11/2023).
Program WMP di Yogyakarta sendiri telah berakhir pada tahun 2022 lalu. Hasilnya membuktikan bahwa teknologi ini efektif mengurangi 77 persen kasus demam berdarah Dengue (DBD) dan 86 persen rawat inap akibat DBD.
Berbekal data-data ini, WMP kemudian berhasil memperoleh rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) serta Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Lalu selanjutnya akan diimplementasikan di kota-kota lain di Indonesia.
Agar bisa diterapkan secara luas di berbagai daerah, tim WMP telah mengembangkan model implementasi program bekerja sama dengan Dinas Kesehatan daerah. Termasuk melakukan rangkaian kegiatan pelatihan dan menyediakan buku panduan.
Baca Juga: Soal Pro Kontra Nyamuk Wolbachia, Dinkes Sleman Sebut Cukup Efektif Tekan Kasus Demam Berdarah
"Hasil-hasil yang ada di Kota Yogyakarta ini kemudian data itu menjadi data hasil penelitian yang paling valid. Paling tinggi bukti ilmiahnya. Sehingga hasil di kota Yogyakarta bersama beberapa negara itu kemudian disajikan di WHO dan lalu 2021 menjadi rekomendasi WHO," terangnya.
Meskipun program WMP telah berakhir, namun pemantauan terhadap jumlah kasus dan pengamatan nyamuk terus dilakukan oleh Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis, Riris Andono Ahmad, yang juga merupakan salah satu peneliti WMP, menerangkan bahwa teknologi nyamuk ber-Wolbachia merupakan teknologi yang berkelanjutan. Ia mengklaim selain teknologi ini lebih ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan.
"Teknologi ini adalah teknologi yang berkelanjutan, karena sifatnya bisa diturunkan ke nyamuk berikutnya. Hanya perlu satu kali melepaskan, kemudian kita tinggal menikmati hasilnya. Populasi Wolbachia di Yogyakarta sampai saat ini masih sangat tinggi, sehingga memberikan proteksi yang berkelanjutan," tandas Riris.
Selain menekan angka kasus DBD di Kota Yogyakarta, program nyamuk Wolbachia selama ini juga memangkas intervensi fisik berupa pengasapan atau fogging. Dampaknya tentu anggaran pemerintah pun dapat dialokasikan ke penyakit lain.
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Kabid Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit P2P Dinkes Kota Yogyakarta Lana Unwanah. Pasalnya per Oktober 2023 ini tercatat 67 kejadian DBD di wilayahnya. Jumlah itu merupakan angka terendah dalam dasawarsa terakhir.
Program nyamuk Wolbachia dinilai melengakpi berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah selama ini. Baik melalui program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan gerakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
Sedangkan untuk fogging sendiri sepanjang tahun 2023 baru dilaksanakan sebanyak 9 kali saja. Angka itu jauh berbeda pada 2016 lalu yang mencapai 200 kali atau pada 2017 lalu dengan lebih dari 50 kali.
"Sehingga ada sejumlah anggaran yang bisa kami alokasikan ke penanganan penyakit lainnya," kata Lana.
Berita Terkait
-
Si Dia yang Jasadnya Diinjak-injak Sampai Kiamat di Jogja
-
PSIM Yogyakarta Selangkah Lagi Promosi ke Liga 1 Musim Depan
-
UNY Tambah Prodi Baru di SNBP 2025, Cek Kuota dan Persyaratannya
-
Vandalisme 'Adili Jokowi' Bermunculan di Jogja, Polisi Buru Pelaku
-
Gunagoni, Produk Fesyen Berbahan Karung Goni Idola Kaum Sumaker, Sugih Macak Kere
Terpopuler
- Apa Sanksi Pakai Ijazah Palsu? Razman Arif dan Firdaus Oiwobo Diduga Tak Diakui Universitas Ibnu Chaldun
- Aset Disita gegara Harvey Moeis, Doa Sandra Dewi Terkabul? 'Tuhan Ambil Semua yang Kita Punya...'
- Ragnar Oratmangoen: Saya Mau Keluar dari...
- Ragnar Oratmangoen Tak Nyaman: Saya Mau Kembali ke Belanda
- Bagaimana Nih? Alex Pastoor Cabut Sebulan Sebelum Laga Timnas Indonesia vs Australia dan Bahrain
Pilihan
-
Rusuh Persija vs Persib: Puluhan Orang Jadi Korban, 15 Jakmania, 22 Bobotoh
-
Dukungan Penuh Pemerintah, IKN Tetap Dibangun dengan Skema Alternatif
-
Perjuangan 83 Petani Kutim: Lahan Bertahun-tahun Dikelola, Kini Diklaim Pihak Lain
-
Persija vs Persib Bandung, Ridwan Kamil Dukung Siapa?
-
Jordi Amat Bongkar Dugaan Kasus Pencurian Umur: Delapan Pemain..
Terkini
-
Diduga Keletihan, Kakek Asal Playen Ditemukan Tewas Tertelungkup di Ladang
-
Berhasrat Amankan Tiga Poin, Ini Taktik Arema FC Jelang Hadapi PSS Sleman
-
Para Kepala Daerah Terpilih Jalani Cek Kesehatan Jelang Pelantikan, Kemendagri Ungkap Hasilnya
-
Gali Potensi Buah Lokal, Dinas Pertanian Kulon Progo Gelar Heboh Buah
-
Bawa Celurit di Jalanan, 3 Remaja di Bantul Diamankan Warga