Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 29 Desember 2023 | 08:34 WIB
Universitas Gadjah Mada (UGM) - (SuaraJogja.id/HO-UGM)

SuaraJogja.id - Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan review ulang terhadap Surat Edaran (SE) tentang larangan aktivitas LGBT yang dikeluarkan oleh Fakultas Teknik (FT) beberapa waktu lalu. SE tersebut akan dikaji ulang dengan menggunakan konvensi-konvensi internasional hingga kebijakan dari Kemendikbudristek.

Sekretaris UGM, Andi Sandi menuturkan keputusan itu sebagai tindaklanjut atas diterbitkannya SE tersebut hingga menuai polemik di masyarakat. Pasalnya pembuatan SE tentang larangan LGBT di FT UGM ternyata tidak terlebih dulu dikonsultasikan ke rektorat dalam hal ini Rektor UGM.

"Kalau kemarin memang ada rapat berkaitan dengan ada statement [FT UGM] yang di media mainstream mengatakan bahwa ini [SE larangan LGBT] sudah meminta persetujuan Bu Rektor, bahkan tulis nama, itu sama sekali enggak ada," kata Andi dikutip Jumat (29/12/2023).

"Jadi realitasnya yang terjadi di dalam itu hanya berkoordinasi tentang template surat edaran. Tetapi substance-nya tidak dikonsultasikan ke kita," imbuhnya.

Baca Juga: Muncul Berbagai Isu Liar Usai Penobatan Jokowi Sebagai Alumni Paling Memalukan, BEM-KM UGM Tegaskan Hal Ini

Walaupun tidak dipungkiri para dekan memiliki kewenangan untuk menerbitkan SE. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Rektor Nomor 21 tahun 2023.

Namun, Andi menyampaikan bahwa Rektor meminta kepada para dekan untuk berkoordinasi dengan rektorat saat hendak membuat kebijakan atau SE. Apalagi yang berkaitan dengan isu politik, seksualitas, hak asasi manusia dan hal-hal sensitif lainnya.

Tujuannya supaya universitas dapat memitigasi dampak dan juga benefit dari kebijakan itu nantinya. Termasuk menyamakan perspektif dan bersiap dengan mitigasi resiko atas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.

Keputusan untuk melakukan kajian atau review ulang SE yang dikeluarkan oleh FT UGM itu hasil dari rapat yang diselenggarakan kemarin bersama para dekan dan pimpinan universitas.

"Nah itu salah satu keputusan rapat disepakati untuk mereview kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan konvensi-konvensi yang sudah diratifikasi dan juga kebijakan-kebijakan dari kementerian," tuturnya.

Baca Juga: UGM Gelar Pawai Budaya Nitilaku Sambut Dies Natalis ke-74, Angkat Tema Kenduri Kebangsaan Merajut Tenun Ke-Indonesiaan

"Tindaklanjutnya kalau dikatakan sampai revisi atau tidak, kami masih dalam proses. Makanya kita mereview itu. Jadi untuk finalnya mengatakan bahwa itu direvisi, dicabut atau tidak, itu belum. Tetapi masih dalam proses mereview itu disesuaikan dengan konvensi-konvensi internasional dan kebijakan-kebijakan dari kemendikbudristek," tambahnya.

Diteruskan Andi, hal itu membuat saat ini SE tersebut masih berlaku dalam aspek legal khususnya di Fakultas Teknik UGM. Mengingat memang belum ada keputusan untuk merevisi atau mencabut SE itu.

Namun, ia menegaskan SE itu tidak mempunyai hukum untuk memaksa seseorang. Sehingga kampus pun tidak bisa memberikan sanksi ataupun tindakan serupan lainnya.

"Nah yang bisa mengenakan sanksi seseorang itu di lingkup UGM itu peraturan rektor UGM saja. Jadi kalau dalam bahasa kita dulu maklumat atau imbauan dan itu berlakunya internal, cuma kalau ditanya apakah dengan SE itu bisa dikenai sanksi gak bisa berdasarkan SE itu. Karena SE itu tidak mempunyai daya kekuatan sebagai aturan pemaksa seseorang dan mengurangi hak asasi seseorang," tandasnya.

Sementara Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Wening Udasmoro menjelaskan UGM memiliki komitmen dalam pengembangan insan mahasiswa di UGM. Munculnya SE larangan LGBT itu disikapi dengan menegaskan empat hal.

"Menyusul agar masyarakat tidak diombang-ambingkan oleh hoaks dan kesimpangsiuran informasi, UGM memiliki lima sikap tegas terkati Larangan LGBT di Lingkungan Fakultas Teknik," ujar Wening dari keterangan yang diterima wartawan.

UGM memastikan bahwa pendidikan di kampus tersebut bersandar pada nilai-nilai integritas. Tentu hal itu menyangkut soal keberagaman, penghormatan pada hak-hak kebebasan dasar dan juga menjamin perlindungan pada pihak-pihak yang berada dalam posisi rentan.

Kedua UGM juga berkomitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang nyaman, aman kondusif serta inklusif. Wening sendiri mengatakan bahwa UGM telah memiliki kebijakan-kebijakan internal nir kekerasan, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Rektor No. 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan UGM yang diperbaharui dalam Peraturan Rektor No. 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual oleh Masyarakat UGM.

"Ketiga UGM memiliki renstra yang spesikfik untuk menekan kampus sebagai lingkungan pendidikan yang inklusif dan mengemban nilai toleransi dan solidaritas sosial," tambah dia.

Ketegasan keempat, UGM akan mereview kebijakan tersebut dan akan merevisi untuk disesuaikan dengan kebijakan nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kelima, UGM terus berproses untuk selalu menjadi lebih memiliki tanggung jawab sosial dan mengembangkan budaya akademis yang mengutamakan dialog untuk menjembatani beragam perbedaan secara konstruktif.

Sebelumnya diberitakan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) menerbitkan surat edaran terkait dengan Larangan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di lingkungan kampus FT UGM. Surat edaran tersebut bernomor 2480112/UN1/FTK/I/KM/2023 dan ditandatangani langsung oleh Dekan FT UGM, Selo.

Surat edaran itu sudah berlaku per 1 Desember 2023 kemarin. Pihak rektorat pun diklaim telah mengetahui terkait dengan pembuatan aturan tersebut.

Load More