Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 13 Februari 2024 | 10:50 WIB
Konsumsi tak layak saat pelantikan KPPS Sleman. [iniaziza/Twitter]

SuaraJogja.id - Kasus snack layatan atau snack tak layak yang diberikan saat pelantikan dan bimtek KPPS beberapa waktu lalu memunculkan fakta baru.

Berdasar penelusuran dan penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi DIY, tim penyidik belum menemukan adanya indikasi terjadinya penyimpangan penggunaan keuangan negara.

Hal itu karena urung ada uang negara yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sleman. Dengan begitu, tuduhan adanya dugaan penyunatan anggaran seperti yang beredar dalam berita selama ini makin terang.

"Kami tidak tahu dari mana sumbernya anggaran konsumsi pelantikan KPPS Rp15.000, tapi penyajiannya Rp2.500. Angka itu sumbernya bukan berasal dari kami. Kami tidak tahu menahu dengan angka Rp2.500 tersebut," jelas Direktur Utama PT Jujur Kinaryo Projo (JKP), Ari Hadianto di kantornya seperti dikutip dari Harianjogja.com.

Baca Juga: Kejati DIY Telusuri Kasus Snack Lelayu KPPS Sleman, Bila Ada Unsur Korupsi Bakal Ditindaklanjuti

Ari juga mengaku bingung dan bertanya-tanya ketika Ketua KPU Sleman, Ahmad Baehaqi menjelaskan kepada sejumlah awak media bahwa KPU telah mengambil langkah tegas dengan memberikan sanksi berupa pemutusan kotrak kepada pihak penyedia/vendor karena dianggap telah mengingkari perjanjian atau wanprestasi. Tuduhan sepihak itu membuatnya heran.

Pertimbangannya, hingga pelaksanaan pelantikan anggota KPPS se-Kabupaten Sleman yang diselenggarakan pada Kamis (25/2/2024), KPU Sleman belum menandatangani kontrak.

"Bagaimana mungkin belum ada kontrak ada statemen kontrak diputus karena kami dituduh melakukan wanprestasi," kata Ari.

Direktur utama JKP ini menuding pernyataan tersebut merupakan sebuah kebohongan. Sebab, antara PT JKP dengan KPU Sleman belum ada kontrak sama sekali. Dengan demikian, tidak ada kontrak yang diputus. Sebab, tidak ada kontrak sama sekali. “Belum ada kontrak kok sudah bicara kontrak diputus. Dari mana dasarnya?” katanya dengan nada bingung.

Soal jumlah snack juga berbeda. Data yang disampaikan Ketua KPU Sleman sebanyak 24.199 orang, sedangkan data yang diterima PT JKP untuk pelantikan KPPS sebanyak 25.231 orang. Ada selisih yang sangat besar. Jumlah selisihnya mencapai 1.032.

Baca Juga: Begini Kelanjutan Polemik Konsumsi Tak Layak saat Pelantikan KPPS Sleman

"Ini sangat besar dan potensi kerugian kami," katanya.

Pernyataan KPU Sleman telah memutus kontrak, dinilai Ari sebagai tindakan yang terburu-buru. Kontrak mana yang dimaksud. Alasannya, sampai sekarang PT JKP belum pernah menandatangani kontrak formil apapun dengan KPU Sleman.

"Tidak ada klarifikasi secara baik-baik kepada kami terlebih dahulu. Ini menyebabkan kami menjadi objek serangan yang diarahkan kepada perusahaan maupun kami," ujar Ari.

Ari menceritakan, Sekretariat KPU Sleman memesan snack kepada PT JKP melalui e-katalog. Melalui e-katalog, PT JKP telah menjelaskan isi dari setiap paket makanan ringan kering yang akan disediakan. Saat itu pemesanan telah disetujui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) KPU Sleman. Selain itu, KPU Sleman menegaskan yang diutamakan adalah distribusi makanan yang harus terjamin, yakni tidak terlambat dan tanpa ada makanan yang basi.

KPU Sleman baru melakukan klik pada Selasa (23/1/2024) pukul 15.11 WIB. PT JKP kemudian mengonfirmasi pada pukul 18.46 WIB. Adapun PPK KPU Sleman baru menyelesaikan negosiasi pada Jumat (26/1/2024) pukul 13.24 WIB. Kemudian PPK menyetujui paket pada Jumat atau persis sehari seusai pelaksanaan distribusi snack berlangsung.

Namun, tak berapa lama kemudian, Ketua KPU Sleman mengumumkan telah memutuskan kontrak. Padahal kontrak belum ada dan belum ditandatangani.

"Terus terang kami tidak tahu apa sebenarnya isi dan bunyi kontrak yang diputus Ketua KPU Sleman tersebut," tukasnya.

Load More