SuaraJogja.id - Film dokumenter Dirty Vote yang tayang sejak Minggu (11/02/2024) tengah banyak diperbincangkan. Film garapan Dandhy Dwi Laksono yang memaparkan sejumlah data dan mengurai pelanggaran hukum pada Pilpres 2024 tersebut disebut sudah terjadi sejak lama.
Pakar politik UGM, Mada Sukmajati dalam Diskusi Mewaspadai Jurus-jurus Baru Money Politics di Yogyakarta, Selasa (13/02/2024) menyatakan Dirty Votes yang dalam konteks lebih luas menjadi politik uang dalam Dirty Election sebenarnya sudah terjadi sejak Piplres 2014.
"Bahkan embrionya sudah terjadi sejak 2009 lalu, semakin brutal di 2014, dan makin brutal lagi di 2019," ujarnya.
Menurut Mada, Dirty Vote yang disampaikan dalam film dokumenter tersebut sebenarnya penekanannya pada konteks anak presiden yang masih menjabat mencalonkan diri dalam kontestasi politik. Kemudian strategi manipulasi kemudian dilakukan.
Baca Juga: Bosan Ditanya Netralitas PBNU, Gus Yahya: Terserah Mau Ngomong Apa
"Itu tantangan yang kita hadapi di pilpres kali ini," ujarnya.
Mada menyebutkan, dalam konteks Dirty Election, Dirty Vote juga menyoroti tentang brutalnya politik uang yang dilakukan para caleg untuk bisa terpilih menjadi wakil rakyat. Dirty election jadi karakter pun menjadi karakter pemilu, terutama pemilihan legislatif. Uang dalam pemilu legislatif bekerja dengan sangat dominan.
Politik uang muncul karena pembiayaan kampanye yang tinggi. Jurusnya pun sama dari pemilu satu ke pemilu lain.
"Hanya saja kembangannya yang bertambah. Jurusnya ya itu-itu saja, bagaimana jurus divariasikan dengan berbagai macam cara lain. Pola besarnya sudah ada dan bisa kita petakan," tandasnya.
Hanya saja, lanjut Mada, masyarakat tidak memiliki kesadaran akan adanya dirty vote atau dirty election meski sudah berlangsung berkali-kali. Padahal sudah ada rumus undang-undang untuk melarang adanya dirty election.
Baca Juga: WALHI Yogyakarta Temukan Tiga Pembangunan Resort di Gunungkidul yang Berpotensi Langgar RTRW DIY
"MUI saja sudah melarang politik uang sudah sejak lama, tapi ya nggak ngefek," ungkapnya.
Mada menyebutkan, potensi dirty election untuk vote buying semakin besar mendekati hari pencoblosan. Polanya pun jelas, alih-alih memberikan sembako, vote buying dilakukan dengan uang cash.
Para peserta pemilu menggunakan data untuk melakukan politik uang, bukan hanya mengetahui nama dan alamat saja, bahkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Segi biaya pun semakin meningkat seiring inflasi uang yang terjadi.
"Tidak mungkin politik uang di perumahan mewah, tapi di kampung-kampung itu jalan. Karakternya justru ditargetkan ke pemilih loyal. Uang pengikat bahasanya. Caleg sangat aware terhadap data, jadi mereka, istilah by name by address. Sekarang bahkan sama NIK dengan asumsi KTP tak mudah diberikan kepada orang yang tak dipercaya. Biaya politik naik juga, saksi dari sebelumnya Rp 150-200 ribu sekarang Rp 200-250 ribu," jelasnya.
Sementara, Umi Illiyana, dari Bawaslu DIY, mengatakan pihaknya mengajak seluruh elemen untuk bergerak mengawasi bersama pemilu 2024. Masa kritis akan terjadi mulai malam nanti hingga besok Rabu (14/02/2024) pada hari pemungutan suara.
"Malam ini hingga besok pagi waktu kritis, bagaimana sangat mungkin terjadi politik uang. Kita awasi bersama agar tak terjadi di DIY," tandasnya.
Umi menambahkan, Gunung Kidul merupakan kabupaten di DIY yang paling rawan politik uang dalam pemilu. Dari dua kali penyelenggaraan Pemilu, di Gunung Kidul paling banyak ditemukan pelanggaran pemilu melalui politik uang.
Praktik ini dipicu oleh tradisi masyarakat. Politik uang dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar sehingga disebut sebagai suatu kelaziman dan dianggap sah.
"Karenanya diharapkan peserta pemilu dan pemilih bisa memiliki kesadaran untuk menolak politik uang," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
-
Jajaran KPK Akan Awasi Pimpinan Baru Agar Tak Lakukan Pelanggaran Etika dan Pidana, Emang Berani?
-
Bawaslu Umumkan Hasil Investigasi Sore Ini, Prabowo Bakal Kena Sanksi Video Dukung Ahmad Luthfi?
-
Mengecam! Jazuli PKS Siap Cecar Panglima TNI soal Aksi Brutal Prajurit Serbu Kampung Warga di Deli Serdang
-
Tabur Bunga Peringati 26 Tahun Tragedi Semanggi, Ada Tetesan Air Mata
-
Kumpulan Sanksi FIFA ke Timnas Indonesia Jelang Lawan Jepang, Potensi Diskualifikasi?
Terpopuler
- Mees Hilgers Didesak Tinggalkan Timnas Indonesia, Pundit Belanda: Ini Soal...
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Miliano Jonathans Akui Tak Prioritaskan Timnas Indonesia: Saya Sudah Bilang...
- Denny Sumargo Akui Kasihani Paula Verhoeven: Saya Bersedia Mengundang..
- Elkan Baggott Kembali Tak Bisa Penuhi Panggilan Shin Tae-yong ke TC Timnas Indonesia
Pilihan
-
PublicSensum: Isran-Hadi Unggul Telak atas Rudy-Seno dengan Elektabilitas 58,6 Persen
-
Munawwar Sebut Anggaran Rp 162 Miliar untuk Bimtek Pemborosan: Banyak Prioritas Terabaikan
-
Drama Praperadilan Tom Lembong: Kuasa Hukum Bongkar Dugaan Rekayasa Kesaksian Ahli
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
Terkini
-
Tak Gelar Kampanye Akbar, Paslon Harda-Danang Lakukan Hal ini di 17 Kapanewon
-
Latihan Intensif Tak Berdampak, PSS Sleman Dipermalukan Tamunya PSBS Biak
-
Menteri Kebudayaan Buka Pekan Warisan Budaya Takbenda di Jogja, Optimisme Jadikan Kebudayaan Indonesia Mendunia
-
Penuhi Kebutuhan Kambing Secara Mandiri, Untoro-Wahyudi Luncurkan 1 Desa 1 Entrepreneur
-
Cari Properti di Surabaya, Cari Infonya di KPR BRI Property Expo 2024 Goes to Ciputra Surabaya