SuaraJogja.id - Dunia pernah dikejutkan dengan kemunculan Covid-19 pada 2019 lalu di Cina. Covid-19 yang merupakan virus akhirnya menyebar di Indonesia pada 2020.
Kasus pandemi itu mengakibatkan banyak korban jiwa yang akhirnya memunculkan pendeteksi virus seperti Genos yang dikembangkan UGM hingga antigen hingga swab.
Namun ternyata selama 124 tahun terakhir, ada kesehatan pengembangbiakan virus yang dimiliki salah satu museum di Yogyakarta. Alat kembang biak virus yang saat ini dipamerkan dalam Jogja Museum Expo 2024 di Museum Sonobudoyo Yogyakarta ini ternyata sudah dimiliki RS Dr YAP sejak 1900.
Namun sayangnya tak banyak orang yang tahu bila museum di Yogyakarta memiliki koleksi dengan nilai sejarah yang luar biasa.
Baca Juga: Museum Benteng Vredeburg Siap Dibuka Lagi Juni 2024, Bakal Ada Wisata Malam sampai Coworking Space
"Alat pengembangbiakan virus ini salah satu alat kesehatan tertua yang sudah kita miliki untuk pengobatan mata di Jogja," papar kurator Museum Dr YAP Prawirohusodo, Retno Dian Saputra di Yogyakarta, Selasa (23/7/2024).
Dian menyebutkan, alat yang dibeli RS Dr YAP dari Prancis tersebut pada tahun 1900 digunakan untuk mengembangbiakkan virus sebagai langkah pertahanan dalam mencari solusi kemungkinan penyakit mata di RS Dr YAP. Rumah sakit tersebut menggunakan pengetahuannya untuk mengembangbiakkan virus dan bakteri yang diambil dari penyakit mata yang kemudian dipelajari dan dicari obatnya.
Dr Yap Hoeng Tjoen yang menjadi dokter mata dan mendirikan rumah sakit dengan nama Prinses Juliana Gasthuls voor Ooglijder pada 1922 membawa banyak alat kedokteran mata dan buku-buku dari luar negeri ke rumah sakit tersebut.
"Alat-alat kedokteran, terutama untuk kesehatan mata pun akhirnya banyak dimiliki rumah sakit ini. Ada sekitar 300 alat kesehatan dari keseluruhan koleksi museum. Bahkan ada buku kesehatan yang berasal dari tahun 1700-an yang jadi koleksi museum," paparnya.
Karenanya Dian berharap ada kepedulian banyak pihak untuk bisa mengenalkan beragam koleksi museum. Banyak koleksi-koleksi bersejarah yang bisa dipelajari dan dikenal generasi muda untuk mengenal sejarah bangsa.
Baca Juga: Jogja National Museum: Lokasi dan Fasilitas di Galeri Seni Kontemporer
"Kita sebenarnya punya banyak koleksi [museum] yang bisa dilihat dan jadi pembelajaran," ujarnya.
Museum sebagai sarana Edukasi
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi mengungkapkan, upaya pengenalan museum dilakukan agar banyak generasi muda mengenal sejarah. Kali ini, sebanyak 42 museum diikutkan untuk memamerkan 60 koleksi museum mulai 23 Juli hingga 5 Agustus 2024.
"Museum memiliki peran penting dalam edukasi, bukan hanya sebagai tempat menyimpan benda-benda bersejarah, tetapi juga sebagai sarana untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan dan kearifan lokal," ungkapnya.
Dian menambahkan, pameran ini adalah bentuk optimisme bila nilai-nilai kehidupan yang dikenal dalam kearifan lokal akan tetap sama walaupun disampaikan melalui media atau cara yang berbeda. Inovasi dan kreativitas dalam penyampaian informasi dan edukasi dilakukan untuk menarik minat generasi muda.
Jogja Museum Expo ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap museum. Diharapkan semua pihak terus mendukung upaya-upaya yang dilakukan untuk melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya kita.
"Sehingga menjadikan museum sebagai tempat yang menarik dan menyenangkan," tandasnya.
"Semoga melalui expo ini, museum-museum di Yogyakarta semakin dikenal dan diminati oleh masyarakat luas, baik dari dalam maupun luar negeri," ungkapnya.
Ketua Pantia Jogja Museum Expo, Budi Husada menambahkan, tema expo kali ini mengangkat tema "Prajnyopada: Local Wisdom, Mosaic Of Us". Tema ini sengaja dipilih untuk mengangkat kearifan lokal yang dipahami sebagai gagasan setempat yang bernilai luhur.
"Jogja museum Expo 2024 diharapkan membuat pengunjung bisa melihat kearifan lokal dari setiap koleksi museum yang dipamerkan. Banyak mozaik yang menggambarkan keragaman pengetahuan dan budaya yang dihadirkan melalui pameran ini," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
-
7 Budaya Kuno Aneh yang Dilupakan Sejarah
-
Sejarah Kelam Hari Valentine, Tak Romantis dan Penuh Ritual Mengerikan
-
Sejarah Panjang Kamera di HP, Dulu Cuma Foto, Sekarang Bisa Buat Film!
-
Sejarah Cap Go Meh, Tradisi 2000 Tahun dari Ritual Kuno Hingga Festival Lampion
-
Perjalanan Panjang di Antara Sejarah dan Mitos: Review Novel 'Inyik Balang'
Terpopuler
- Ragnar Oratmangoen: Saya Mau Keluar dari...
- Rusuh Lagi! Indonesia Siap-siap Sanksi FIFA, Piala Dunia 2026 Pupus?
- Apa Sanksi Pakai Ijazah Palsu? Razman Arif dan Firdaus Oiwobo Diduga Tak Diakui Universitas Ibnu Chaldun
- Aset Disita gegara Harvey Moeis, Doa Sandra Dewi Terkabul? 'Tuhan Ambil Semua yang Kita Punya...'
- Lolly Kembali Main TikTok, Penampilannya Jadi Sorotan: Aura Kemiskinan Vadel Badjideh Terhempas
Pilihan
-
Dukungan Penuh Pemerintah, IKN Tetap Dibangun dengan Skema Alternatif
-
Perjuangan 83 Petani Kutim: Lahan Bertahun-tahun Dikelola, Kini Diklaim Pihak Lain
-
Persija vs Persib Bandung, Ridwan Kamil Dukung Siapa?
-
Jordi Amat Bongkar Dugaan Kasus Pencurian Umur: Delapan Pemain..
-
Sejarah dan Makna Tradisi Nyekar Makam Sebelum Puasa Ramadan
Terkini
-
Cara Unik Pemkab Sleman Selamatkan 150 Hektare Tanaman Padi dari Serangan Tikus
-
Dukung Peningkatan Layanan Kesehatan, Menko PMK Resmikan Fasad RSA UGM
-
Efisiensi Anggaran Hingga Penutupan USAID, Riset Penyakit Tropis di Indonesia Terancam Mandeg
-
Tampil di MeronaFest 2025, Sheila on 7 Ajak Penggemar Nostalgia
-
Wisata Sleman Aman, Dispar Gandeng BPBD dan BMKG, Edukasi Pengelola Destinasi