SuaraJogja.id - Penetapan kawasan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda oleh UNESCO tidak terasa sudah berjalan satu tahun. Ditetapkan sejak 18 September 2023, pengelolaan Sumbu Filosofi masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan Pemda DIY.
"Kita evaluasi secara progres untuk penetapan sumbu filosofi ini karena banyak dinamika yang terjadi, meski tidak masalah," ujar Kepala Dinas Kebudayaan (disbud) atau Kundha Kabudayan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, Jumat (20/9/2024).
Dinamika yang terjadi tersebut, diantaranya penataan kawasan Malioboro yang hingga saat ini masih mengalami sejumlah masalah. Sebut saja penataan Teras Malioboro 2 yang berada di ring pertama Sumbu Filosofi yang masih jadi pro kontra.
Namun Pemda DIY tetap akan melakukan penataan kawasan Malioboro sesuai dengan aturan yang berlaku. Dinamika yang terjadi di lapangan seperti protes pedagang Teras Malioboro 2 akan menjadi bahan diskusi untuk dicari solusi dari permasalahan yang terjadi.
"Penataan kawasan sumbu filosofi itu ada rencana pengelolaan yang cukup rigid (kaku-red) yang dituangkan dalam dokumen dan disesuaikan dengan sikon yang dimiliki pemda diy," jelasnya.
Dia menekankan, pemilik kawasan sumbu filosofi itu tidak hanya pedagang kaki lima (PKL) semata. Namun ada hal-hal lain yang harus dipenuhi agar predikat tersebut tetap terjaga.
Mulai dari konsep dan strategi Pemda DIY dalam menangani tekanan pembangunan terkait perijinan dan lainnya. Selain itu bagaimana Pemda bisa mengelola kebudayaan dan pariwisata yang berkelanjutan sesuai janjinya pada dunia melalui penanda seperti revitalisasi benteng Kraton Yogyakarta dan penataan kawasan Malioboro dan lainnya.
"Yang lainnya adalah konsep dan strategi ekonomi masyarakat. Penataan PKL ada di sektor ini, jadi kalau kemarin ada yang menyatakan dinamika [protes PKL], kami sudah diskusikan ke komite dan perwakilan UNESCO. Jadi apapun progresnya sudah dilaporkan," jelasnya.
Kalau memang PKL Teras Malioboro 2 ingin melaporkan relokasi akibat penataan Malioboro ke UNESCO dalam aksi unjukrasa mereka, lanjut Dian, Pemda DIY mempersilahkannya. Hal itu justru bisa jadi bahan diskusi untuk mendapatkan pemahaman bersama dalam pengelolaan Sumbu Filosofi.
Baca Juga: Belanja di Teras Malioboro 1, Hasto Wardoyo Dapat Bekal Curhatan Pedagang
"Kalau misalnya ada yang mengadukan ke UNESCO, ya tidak masalah bagi kami, itu akan menjadi satu pemahaman bersama untuk menghasilkan satu yang lebih baik karena relokasi [PKL] sudah diketahui dan menjadi bagian yang kami janjikan [ke UNESCO] untuk kami kelola," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik