Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Jum'at, 18 Oktober 2024 | 11:17 WIB
Kolase foto Suryanto berlatar papan ajakan melestarikan lingkungan dan ketika melakukan edukasi ikan lokal bersama para pelajar TK di Padukuhan Carikan, Kelurahan Bumirejo, Kapanewon Lendah, Kulon Progo. [Suarajogja/Galih Priatmojo]

SuaraJogja.id - Gemericik air memecah suasana hening siang itu di pendopo Surya Fish Farm Education milik Suryanto yang letaknya menyelinap di balik rerimbunan kebun pohon jati.

Ketika melangkah masuk ke area yang dipayungi pohon kelapa dan melinjo itu, diketahui, suara gemericik air tersebut ternyata bersumber dari pompa air yang menempel di sejumlah akuarium berukuran jumbo yang letaknya berada di antara pendopo dan rumah tinggal Suryanto.

Di beberapa akuarium itu tampak ditempeli stiker berisi keterangan bahwa ikan yang ada di dalamnya merupakan sebagian jenis ikan lokal yang tengah dibudidayakan.

"Ini merupakan ikan lokal di sekitar sini yang kami pakai sebagai edukasi," terang Suryanto saat ditemui Suarajogja.id, Senin (14/10/2024).

Baca Juga: Kulon Progo Membentuk Tim Revitalisasi Pendidikan untuk serap Tenaga Kerja

Sesuai namanya, pendopo yang beralamat di Padukuhan Carikan, Kelurahan Bumirejo, Kapanewon Lendah, Kabupaten Kulon Progo tersebut merupakan ruang edukasi bagi khalayak yang ingin mengetahui mengenai seluk beluk ikan lokal.

Para pelajar TK mengenal jenis ikan di Surya Fish Farm milik Suryanto di Kulon Progo. [Dok. Pribadi]

Ya, ikan menjadi media yang dipakai Suryanto selama satu dekade terakhir untuk mengedukasi warga di sekitar tempat tinggalnya mengenai pentingnya menjaga ekosistem sungai.

Ikan dan sungai sejatinya merupakan bagian penting dalam perjalanan hidup Suryanto hingga beranjak dewasa. Maklum, tempat tinggalnya dikelilingi sungai dari yang ukurannya kecil hingga besar.

Namun, aktivitas pengambilan ikan secara ilegal menggunakan obat berbahaya hingga alat setrum ditambah banyaknya ikan yang bersifat invasif, membuat lingkungan sungai di sekitar rumah Suryanto menjadi rusak. Populasi ikan lokal yang dulu mudah ditemukan pun berangsur sulit ditemui.

Berangkat dari kegelisahan akan rusaknya lingkungan itulah, Suryanto lalu tergerak untuk melakukan edukasi membangun kesadaran pentingnya menjaga ekosistem sungai lewat medium ikan lokal.

Baca Juga: BPBD Kulon Progo Ajukan Perpanjangan Status Tanggap Darurat Kekeringan

"Mengapa ikan lokal? pertama karena ini merupakan habitatnya ya asli di sini. Kedua, keberadaannya bisa dijadikan indikator kelestarian sungai setempat bersih atau tidak. Ketiga ia juga punya nilai ekonomis sebagai sumber pangan yang tak kalah dengan ikan konsumsi lainnya. Oleh karena itu keberadaannya harus dijaga. Melestarikan ikan lokal berarti juga menjaga sungai," tegasnya.

Bermula dari Edukasi Ikan Hias

Edukasi yang dilakukan Suryanto menggunakan medium ikan sudah dimulai semenjak masih berkecimpung dalam budidaya ikan hias jenis koi.

Dari yang awalnya bisnis semata, belakangan, pemuda berusia 33 tahun itu turut memberikan edukasi kepada para pelanggannya.

"Kalau budidaya ikan koi sudah mulai dari tahun 2012. Awalnya ya cuma jual, tapi pelihara ikan koi itu kan gampang-gampang susah, di kemudian hari saya inisiatif kasih edukasi juga ke calon pembeli supaya bisa memelihara dengan baik," terangnya.

Untuk memfasilitasi upayanya memberi edukasi ikan hias, Suryanto kemudian mendirikan Surya Fish Farm Education atau SFF Edu pada 2015.

Dengan modal sebagian dari hasil penjualan ikan hias, ia membangun sebuah pendopo dan beberapa kolam budidaya yang dipakai sebagai media edukasi.

"Ya kalo bicara modal ya lumayan mas, ngga kurang dari Rp30 juta ya bahkan lebih karena saya ya bangun pendopo, beli akuarium sama bangun kolam-kolam ini buat edukasi yang tertarik budidaya ikan hias," bebernya.

Pendekatan berbisnis ikan hias sembari mengedukasi itu sempat membuatnya dijauhi sesama pedagang.

"Ya saya taunya itu mulai susah jualan waktu itu, sesama teman pedagang juga sikapnya berbeda dengan saya semenjak aktif mengedukasi para calon pembeli ikan hias," ungkapnya.

Tapi pada 2015, situasi berbalik. Caranya berdagang ikan hias sembari mengedukasi justru kemudian ditiru para pedagang lainnya.

Edukasi dari Pos Ronda

Suryanto yang rutinitasnya berprofesi sebagai satpam di salah satu bank pelat merah mengungkapkan pada 2017, di wilayah kampungnya ketika itu sering terjadi aktivitas ilegal pengambilan ikan menggunakan alat setrum ketika malam tiba. Kebetulan, lanjutnya, pada waktu yang sama di kampungnya juga sedang marak kemunculan maling alias pencuri.

Ketika itu ia kemudian berinisiatif menghidupkan kembali pos ronda di kampungnya yang lama mati suri. Dorongan itupun disambut baik kepala dukuh dan elemen masyarakat setempat.

Melalui pos ronda itulah, Suryanto kemudian menyisipkan edukasi untuk melestarikan sungai dan ikan lokal yang ada di wilayahnya.

"Saya dulu itu juga suka nyentrum, tapi makin ke sini saya menyadari, ini kalau kaya begini terus rusak ekosistem sungai yang tentu akan berdampak pada keberlangsungan hidup ikan lokal yang menghuninya," akunya.

"Nah, setelah pos ronda itu aktif, saya dijadikan Pak Dukuh ya istilahnya admin di grup WhatsApp ronda. Di grup itu kemudian saya mulai kasih edukasi ke warga terutama menghentikan aktivitas nyetrum yang merusak ekosistem di sungai," jelasnya.

Gayung pun bersambut. Warga yang sepakat untuk menghentikan aktivitas nyetrum, kemudian gotong royong membuat sejumlah papan peringatan yang salah satu pesannya mengenai larangan mengambil ikan terutama dengan alat setrum.

"Itu jadi ada dana dari donatur di kampung yang kemudian dibuatkan papan peringatan Ada sekitar 6 titik yang dipasangi papan peringatan. Letaknya terutama di dekat sungai. Jadi isi peringatannya ya tamu dan orang asing wajib lapor. Lalu saya tambah pesan larangan mengambil ikan dengan obat serta alat setrum," ujarnya.

Suryanto, pelestari lingkungan dengan edukasi ikan berpose dengan latar papan peringatan dilarang menyetrum di sungai. [Suarajogja.id/Galih Priatmojo]

"Kami waktu itu bekerja sama dengan pihak kelurahan, warga kampung serta polsek. Jadi kami ada grup aktif di kampung yang patroli sekaligus ronda. Mekanismenya, kalau ada aktivitas mencurigakan di malam hari warga nanti melapor ke kami. Kalau ketangkap, kami edukasi. Kalau masih diulangi nanti akan diserahkan ke polsek. Jadi pengawasan juga ada dari bhabin dan polsek," imbuhnya.

Meski disambut antusias warga, gerakan melestarikan sungai yang diinisiasi Suryanto nyatanya mendapat resistensi, terutama dari mereka yang selama ini kerap melakukan aktivitas mengambil ikan dengan setrum di wilayahnya.

"Ya ada mas, lah itu baru semalam dipasang papan peringatannya sudah tiga yang dirusak," katanya.

Walau begitu, lanjut Suryanto, upayanya bersama warga Carikan melestarikan sungai tetap berlanjut.

Hasilnya pun cukup menggembirakan. Lewat edukasi dan papan peringatan yang dipasang, membuat aktivitas mengambil ikan menggunakan alat setrum berkurang, bahkan saat ini sudah lenyap.

Membentuk Padas

Di tahun 2018, Suryanto dipertemukan dengan komunitas pelestari lingkungan air yakni Wild Water Indonesia di jejaring Facebook.

Melalui komunitas tersebut, Suryanto banyak mendapatkan pandangan-pandangan mengenai upaya melestarikan lingkungan, terutama wilayah sungai.

Sebagai langkah tindak lanjut, di tahun yang sama, Suryanto membentuk sebuah kelompok yang lebih fokus dalam gerakan pelestarian bernama Komunitas Padas yakni akronim dari Pelestari Alam dan Satwa. Anggota Padas ada sebanyak 28 orang yang terdiri dari pemuda dan warga di kampungnya.

Melalui Padas, Suryanto makin gencar mengedukasi warga mengenai pentingnya menjaga kelestarian sungai.

"Komunitasnya waktu itu diketuai Pak Sanusi. Kami rutin menggelar patroli di sepanjang sungai mulai dari pukul 00.00 WIB. Waktu masih banyak aktivitas nyetrum itu setiap malam kami keliling. Tapi setelah berkurang, kami seminggu bisa tiga kali lakukan patroli," ungkapnya.

Mendapat Apresiasi

Upaya Suryanto melalui Padas untuk melestarikan lingkungan di sekitarnya belakangan mendapat perhatian dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY.

Kelompok Padas yang dirintisnya diresmikan oleh DKP DIY sebagai Pokmaswas atau Kelompok Masyarakat Pengawas.

Kelompok ini, terang Suryanto juga telah didirikan di kapanewon lainnya di wilayah Kulon Progo. Tugasnya menjaga kelestarian lingkungan terutama sungai di masing-masing wilayahnya.

"Kami diresmikan sebagai Pokmaswas pada 2019," ujarnya.

Melalui Pokmaswas pula, Suryanto terlibat dalam sejumlah pameran terkait sosialisasi ikan lokal hingga kemudian menerbitkan buku yang merupakan hasil kerja sama antara Dinas Kelautan dan Perikanan bersama Dinas Pendidikan bertajuk "Jaga Kaliku".

"Proyek buku ini melibatkan semua Pokmaswas di Kulon Progo yang isinya mengenai jenis-jenis ikan lokal di masing-masing kapanewon," jelasnya.

Lebih dari itu, atas dedikasinya melestarikan lingkungan, Suryanto pada 2021 mendapatkan penghargaan Kalpataru tingkat DIY dalam kategori Perintis Lingkungan sebagai juara 1.

Merangkul Generasi Muda

Di samping mengkampanyekan pelestarian lingkungan sungai lewat komunitas dan pameran bersama Dinas Kelautan dan Perikanan, secara mandiri, Suryanto juga menyediakan ruang khusus di pendopo SFF Edu yang telah dirintisnya.

SFF Edu yang semula dipakai sebagai edukasi ikan hias bergeser sebagai sarana pendidikan dan pameran mengenai ikan lokal yang ada di wilayah Lendah khususnya.

"Mulanya kan dipakai buat budidaya ikan hias lalu bergeser untuk budidaya ikan lokal terutama yang jenisnya banyak di wilayah hilir atau di Selatan tempat kami ini. Jenis yang kami budidayakan ada wader abang, wader pari, wader cangkul hingga cupang jenis lokal. Ini tidak dijual hanya khusus untuk edukasi," urainya.

"Jadi SFF Edu ini khusus untuk edukasi serta konservasi yang meliputi mengidentifikasi ikan lokal dan jenis ikan invasif, cara menangkap hingga membudidayakan yang benar. Termasuk juga belajar terkait melepasliarkannya supaya tak mengganggu habitat lain yang sudah ada di sungai tersebut," jelasnya.

Melalui SFF Edu, Suryanto pun membuka kerja sama terutama dengan sekolah-sekolah di sekitar Lendah untuk mengenalkan ikan lokal hingga belajar melestarikan lingkungan sungai.

Para siswa dari MTS Darul Ulum Muhammadiyah Galur belajar mengenal ikan lokal di Surya Fish Farm Education milik Suryanto di Kulon Progo. [Dok. Pribadi]

Ia mengaku sengaja membuka ruang edukasi untuk generasi muda lantaran masih mudah untuk diberikan pengetahuan dan mereka merupakan penerus yang kelak punya tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungannya.  

"Selama ini yang saya sasar sih dari sekolah, terutama dari TK sampai mahasiswa. Keberadaan ikan lokal ini kan aset penting, dan generasi muda punya andil besar untuk menjaga keberlangsungannya di masa mendatang," katanya.

Berkelanjutan

Guru MTS Darul Ulum Muhammadiyah Galur Nur Sita Hamzati mengungkapkan, sekolahnya merupakan salah satu yang bekerja sama dengan SFF Edu milik Suryanto sejak lima tahun terakhir.

Kerja sama itu merupakan tindak lanjut dari program madrasah tentang studi peminatan, dimana salah satunya ada peminatan kelas sains.

"Jadi di sekolah kami ada 4 program peminatan, diantaranya ada kelas sains. Dan salah satu materinya adalah praktik lapangan. Nah kalau dengan mas Suryanto kami sudah kerja sama sejak lima tahun terakhir," terangnya pengampu program sains di MTS Darul Ulum Muhammadiyah Galur tersebut ketika dihubungi suarajogja.id, Selasa (15/10/2024).

Sita menerangkan lewat kerja sama dengan SFF Edu, para siswanya yang tergabung di kelas sains diberi pengenalan mengenai jenis ikan lokal yang ada di sekitar lingkungannya. Selain itu para siswa juga diberi pengetahuan mengenai bagaimana membudidayakannya hingga menjaganya agar lestari ketika telah dilepasliarkan.

Ia menyebut lewat kerja sama yang terjalin itu, banyak manfaat yang didapat. Terkini, para siswa di kelompok sains MTS Darul Ulum Muhammadiyah Galur tengah bersiap menerbitkan buku tentang pengenalan jenis ikan-ikan lokal.

"Buku ini rencananya akan terbit pada awal tahun depan. Tak cuma itu, manfaat lainnya tak sedikit dari siswa terutama yang alumni kini ada yang turut ikut aktif berkontribusi dalam pelestarian lingkungan juga," imbuhnya.

Anugerah ASTRA

Berkat kiprahnya yang konsisten dalam melestarikan lingkungan, dua tahun setelah meraih Kalpataru, pada 2023 lalu Suryanto menjadi Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards tingkat Provinsi bidang lingkungan dari ASTRA.

Suryanto mengungkapkan sebelum mendapatkan penghargaan, sempat gagal ketika mendaftar di ajang yang sama dari ASTRA pada 2022.

"Di tahun 2022 saya sebetulnya sudah daftar juga. Waktu itu daftar dengan materi yang sama yakni edukasi ikan untuk kelestarian lingkungan. Tapi gagal ngga masuk 80 besar," bebernya.

Tapi hal itu tak membuatnya patah arang. Setahun kemudian ia kembali mendaftarkan diri di ajang penghargaan ASTRA.

"Ya alhamdulillah berhasil," katanya.

"Di hadapan juri waktu itu saya ceritakan awal mula munculnya inisiatif untuk melestarikan sungai lewat edukasi ikan lokal hingga kemudian bisa menerbitkan buku bareng kerja sama kami dengan Dinas DKP berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan," tukasnya.

Load More