Menurut Wiratni, evaluasi di sisi hulu tersebut yang hingga saat ini masih perlu dilakukan. Apalagi setelah selama ini masyarakat terlalu dimanjakan dengan keberadaan TPA Piyungan.
Masih kurangnya kesadaran warga untuk memilah sampah menjadi persoalan mendasar. Pengolahan sampah milik pemerintah pun tak akan optimal jika sampah dari masyarakat masih tercampur atau belum terpilah.
"Nah pengolahan sampah itu semakin nyampur semakin sulit, belum bau dan sebagainya. Jadi ironi juga masyarakat protes ini pengolahan sampah bau lah tapi kan sampahnya dari mana sih, kan dari masyarakat juga. Tapi itu harus dimaklumi juga, karena mengubah perilaku itu enggak segampang membalikkan tangan gitu," ujarnya.
Wiratni melanjutkan pemerintah tentu tidak punya cukup energi dan sumber daya untuk mengedukasi masyarakat secara door to door atau pintu ke pintu. Di sini lah peran kampus-kampus di Jogja untuk merumuskan dan melakukan edukasi itu.
Baca Juga: Pembangunan TPST Donokerto Capai 72 Persen, Diproyeksi Kelar Akhir Tahun Ini
"Kampus siap membantu untuk mengedukasi di bagian hulu supaya mengolah beban pengolahan di bagian hilir," tegasnya.
Dari sisi teknologi, rencana kehadiran insinerator atau mesin pembakar sampah di Kota Yogyakarta disambut baik. Hal itu diharapkan dapat membantu penanganan masalah yang masih berlangsung di Kota Yogyakarta.
"Itu (opersional insinerator) bisa juga dengan kerja sama di kampus-kampus di Jogja. Banyak ahli yang bisa memastikan operasionalnya baik. Kampus bisa menjadi mitra untuk pemilihan teknologi yang tepat kemudian masalah monitoring analisis efisiensi insinerator dan sebagainya," cetusnya.
Di sisi lain, sektor informal pun perlu mendapatkan pembinaan lebih dari pemerintah. Mengingat tak jarang, pengepul sampah mandiri yang menjadi ujung tombak pengangkutan sampah di Kota Yogyakarta.
Tidak kalah penting yakni pengolahan secara mandiri sampah organik di level rumah tangga. Apalagi, kata Wiratni, lebih dari 50 persen sampah yang diproduksi masyarakat merupakan sampah dapur atau organik.
"Sebenarnya kalau setiap rumah tangga rajin ngopeni komposter itu jumlah sampah yang dibuang ke (pengepu/depol) itu berkurang banget karena kebanyakan sampah rumah tangga itu ternyata lebih dari 50 persen itu sampah dapur sampah yang gampang busuk, sisa makanan," tegasnya.
Berita Terkait
-
Sampah Lebaran: Masalah Lama, Belum Ada Solusi
-
Bali Larang Air Kemasan Plastik! Langkah Radikal Selamatkan Pulau Dewata dari Tsunami Sampah
-
Ubah Limbah Jadi Berkah, Inovasi Pengelolaan Sampah Ini Sukses Go International
-
Geger! Jasad Bayi Ditemukan di Tumpukan Sampah Tanah Abang, Terbungkus Handuk Pink!
-
Kumpulkan Gadget Bekas untuk Jaga Bumi, Solusi Mudah Daur Ulang E-Waste
Terpopuler
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Marah ke Direksi Bank DKI, Pramono Minta Direktur IT Dipecat hingga Lapor ke Bareskrim
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Jawaban Menohok Anak Bungsu Ruben Onsu Kala Sarwendah Diserang di Siaran Langsung
Pilihan
-
Dari Lapangan ke Dapur: Welber Jardim Jatuh Cinta pada Masakan Nusantara
-
Dari Sukoharjo ke Amerika: Harapan Ekspor Rotan Dihantui Kebijakan Kontroversial Donald Trump
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
-
Solusi Pinjaman Tanpa BI Checking, Ini 12 Pinjaman Online dan Bank Rekomendasi
-
Solusi Aktivasi Fitur MFA ASN Digital BKN, ASN dan PPPK Merapat!
Terkini
-
Peringatan Dini BMKG Terbukti, Sleman Porak Poranda Diterjang Angin Kencang
-
Sultan HB X Angkat Bicara, Polemik Penggusuran Warga Lempuyangan Dibawa ke Keraton
-
Konten Kreator TikTok Tantang Leluhur Demi Viral? Keraton Yogyakarta Meradang
-
'Saya Hidupkan Semua!' Wali Kota Jogja Kerahkan 10 Mesin untuk Tangani 300 Ton Sampah Per Hari
-
Curhat Petani Gulurejo, Ladang Terendam, Harapan Pupus Akibat Sungai Mendangkal