Menolak produk asing hanya karena mereka berasal dari luar negeri, atau bahkan mengerdilkan merek besar seperti Pokemon dengan menyebut mereka "UMKM" karena sentimen anti-asing, adalah pola pikir yang dangkal. Tindakan ini mencerminkan bentuk nasionalisme yang tidak berdasar pada fakta, tetapi pada kebanggaan semu yang gagal melihat gambaran besar.
Nasionalisme bukan berarti menutup diri dari dunia luar, melainkan menggunakan kekuatan lokal secara strategis untuk bersaing di pasar global.
Kolaborasi seperti antara Garuda Indonesia dan Pokémon, atau ide seperti Assassin’s Creed: Nusantara, menunjukkan bahwa nasionalisme bukan soal menolak budaya asing, melainkan soal bagaimana menggunakan elemen global untuk memperkuat budaya lokal. Dalam dunia
yang semakin terhubung, keberhasilan identitas nasional diukur dari bagaimana ia mampu beradaptasi dan bersinar di panggung global, bukan dari isolasi semata.
Nasionalisme, seperti elang muda dalam cerita burung hantu, harus diarahkan dengan bijak. Ia bukan sekadar kebanggaan tanpa arah, tetapi kekuatan yang mampu membawa kita terbang
lebih tinggi di panggung global.
Nasionalisme sejati bukan tentang menolak pengaruh asing atau memaksakan simbolisme lokal secara kaku, melainkan tentang bagaimana menggunakan segala peluang untuk memperkuat identitas dan posisi kita.
Nasionalisme yang baik adalah yang mampu melihat potensi besar dalam kolaborasi. Ia berani merangkul dunia tanpa kehilangan jati diri, memadukan elemen lokal dan global untuk menciptakan sesuatu yang relevan dan berdaya saing. Sebaliknya, nasionalisme yang buruk
hanya akan menghambat kemajuan dengan menutup diri dari peluang global dan terjebak dalam kebanggaan sempit yang tidak strategis.
Dalam era kompetisi internasional, Indonesia harus berani mengambil langkah-langkah cerdas, seperti berkolaborasi dengan platform global yang sudah mapan untuk mempromosikan budaya lokal. Sebagaimana elang yang belajar terbang dengan cara baru untuk membawa nama hutannya lebih tinggi, kita juga harus berani berinovasi dan beradaptasi tanpa kehilangan identitas.
Nasionalisme sejati adalah tentang kebanggaan yang disertai strategi, bukan sekadar simbolisme kosong. Ia adalah kekuatan yang gagah, ditempatkan di tempat yang tepat, untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang dihormati di dunia. Jangan biarkan nasionalisme menjadi buta dan buruk; jadikan ia obor yang menerangi jalan kita menuju kemajuan.
SuaraJogja.id - Penulis: Antonius Harya Febru Widodo, Kader Gerindra Masa Depan Angkatan 15, Magister Ilmu Filsafat UGM Yogyakarta
Opini tersebut di atas sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis, redaksi hanya melakukan editing seperlunya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Drawing Round 4 Kualifikasi Piala Dunia: Timnas Indonesia Masuk Pot 3, Siapa Lawannya?
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Berdesain Mewah: Harga Mulai Rp 60 Jutaan
- 6 Mobil Bekas Sedan di Bawah Rp30 Jutaan: Perawatan Mudah, Lunas Tanpa Cicilan
- 3 Negara yang Sebaiknya Tidak Jadi Lawan Timnas Indonesia di Round 4, Potensi Gangguan Non Teknis
- 8 Pilihan Bedak yang Semakin Berkeringat Semakin Bagus, Harga Mulai Rp32 Ribuan!
Pilihan
-
Aib Timnas Indonesia di Osaka, Titah Erick Thohir: Evaluasi Patrick Kluivert!
-
Daftar 13 Negara yang Lolos ke Piala Dunia 2026: Masih Ada Tempat Buat Timnas Indonesia
-
Shin Tae-yong Masuk Rumah Sakit, Sempat Komentari Timnas Indonesia vs Jepang
-
7 HP di Bawah Rp2 Juta Memori 128 GB: Kamera Resolusi Tinggi, Aman Simpan Dokumen
-
5 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Berdesain Mewah, Mulai Rp 65 Jutaan dan Cocok untuk Anak Muda!
Terkini
-
Makan Bergizi Gratis Jadi Bancakan? ICW Bongkar Celah Korupsi di Perpres Baru Pengadaan
-
PSIM Yogyakarta Geber Persiapan Liga 1: Pemain Asing Baru Siap Unjuk Gigi?
-
Nikel Raja Ampat, Pengamat UGM Sebut Kerugian Lebih Besar dari Keuntungan
-
COVID-19 Muncul Lagi di Jogja, Dinkes Peringatkan Warga Tingkatkan Kewaspadaan
-
Sekolah Rakyat Gandeng TNI/Polri, Disiplin Ala Militer untuk Anak Miskin?