SuaraJogja.id - Harga cabai rawit merah di Kabupaten Gunungkidul melonjak drastis hingga menyentuh angka Rp100 ribu per kilogram. Kenaikan ini membuat pedagang di Pasar Argosari, Wonosari, harus menghadapi tantangan berat akibat turunnya daya beli masyarakat dan anjloknya omzet.
Jumi (57), salah satu pedagang bumbu dapur di Pasar Argosari, mengaku tertekan dengan lonjakan harga tersebut. Modal yang harus dikeluarkan kini menjadi dua kali lipat lebih besar dibandingkan biasanya.
"Kenaikannya sangat tinggi, dari Rp60 ribu per kg jadi Rp100 ribu per kg. Modal jadi membengkak, sementara pembeli belinya sedikit-sedikit karena harga mahal. Akhirnya, untung yang didapat sangat kecil, bahkan tidak sebanding dengan modal," ujarnya, Kamis (9/1/2025).
Akibat kenaikan harga, omzet Jumi turun drastis hingga 70 persen. Selain itu, banyak cabai yang akhirnya terbuang karena tidak laku terjual. Di mana biasanya dalam tiga hari sudah habis, sekarang sampai lima hari pun masih ada sisa, dan akhirnya banyak yang busuk.
Kondisi ini tentu membuatnya semakin terjepit karena harus menanggung kerugian dari cabai-cabai yang busuk. Di sisi lain, omzet yang turun drastis ini sangat memberatkan sekali bagi pedagang kecil seperti dirinya.
Hal serupa dirasakan Madil (37), pedagang sayuran di pasar yang sama. Dia menjelaskan bahwa kenaikan harga cabai rawit merah mulai terasa sejak awal tahun 2025. Akibatnya, Madil memilih untuk mengurangi stok dagangannya agar tidak menanggung kerugian lebih besar.
"Sekarang stok cabai rawit merah saya hanya 10 kilogram per hari, dari biasanya 30 kilogram. Itu pun sering tidak habis," ujarnya.
Madil juga mengungkapkan bahwa selain cabai rawit merah, harga komoditas lain seperti cabai rawit hijau, cabai merah keriting, bawang merah, dan bawang putih ikut naik. Harga bawang merah dan bawang putih kini mencapai Rp50 ribu per kilogram, sedangkan cabai rawit hijau melonjak dari Rp30 ribu menjadi Rp80 ribu per kilogram.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan Gunungkidul, Ris Heryani, menyatakan bahwa kenaikan harga cabai rawit merah terjadi secara bertahap sejak akhir Desember 2024. Penyebab utama adalah berkurangnya pasokan akibat cuaca buruk yang menyebabkan banyak petani mengalami gagal panen.
Baca Juga: Heboh Jejak Macan di Gunungkidul, BKSDA Jogja Ragukan Keasliannya
"Musim hujan ini membuat banyak petani cabai gagal panen, sementara permintaan di pasar tetap tinggi. Akhirnya, harga meroket karena hukum pasar, di mana permintaan tinggi tetapi pasokan kurang," jelasnya.
Kenaikan harga ini diperkirakan akan berlangsung hingga pasokan cabai kembali normal. Para pedagang berharap pemerintah dapat segera memberikan solusi untuk menstabilkan harga agar tidak terus merugikan pedagang maupun konsumen.
Kontributor : Julianto
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 19 Oktober: Klaim 19 Ribu Gems dan Player 111-113
- Bukan Main-Main! Ini 3 Alasan Nusakambangan, Penjara Ammar Zoni Dijuluki Alcatraz Versi Indonesia
Pilihan
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
-
Pembelaan Memalukan Alex Pastoor, Pandai Bersilat Lidah Tutupi Kebobrokan
Terkini
-
Polisi Usut Insiden Kentongan Maut yang Tewaskan Bocah di Kulon Progo: Siapa yang Bertanggung Jawab?
-
Jelang PSIM vs Dewa United: Van Gastel Soroti Dua Masalah Krusial dan Waspadai Ketangguhan Tim Tamu
-
Aman & Tertib? Polda DIY Klaim 18 Unjuk Rasa di Oktober Berjalan Lancar, Ini Faktanya
-
Dari Wayang hingga Seni Kontemporer: Biennale Jogja 2025 Siap Gebrak Yogyakarta
-
1 Tahun Prabowo-Gibran, Trah HB II Kritik Keras: Pemerintah Lamban Kembalikan Manuskrip Rampasan Geger Sepehi