SuaraJogja.id - Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah yang dirasakan Suparyanto, salah satu dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengajar di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Jogja. Meski sudah mengajar 20 tahun sebagai dosen ASN yang diperbantukan di Stmik El Rahma namun nasibnya tak banyak berubah. Apalagi hingga saat ini tunjangan kinerja (tukin) yang dijanjikan pemerintah tak juga turun.
Wakil Menteri Pendidikan Tingi, Sains dan Teknologi (Dikti Saintek), Stella Christie saat kunjungan ke Jogja Selasa (04/2/2025) mengungkapkan alasan tak bisa merespon tuntutan para dosen ASN tersebut. Ia menyebut kementeriannya tidak bisa mencairkan tukin dosen ASN di lingkungan Kemendikti Saintek karena belum pernah dilakukan sebelumnya. Akibatnya dari segi tata negara Kemendikti Saintek tidak bisa mengajukan tukin 2020 sampai 2024.
"Saat kami unjukrasa ke Jakarta, Senin (03/2/2025) lalu untuk memperjuangkan hak tukin pun tidak ada yang menemui dari istana. Kami hanya diminta menyerahkan dokumen dan diterima oleh perwakilan dari istana," ujar Suparyanto di Yogyakarta, Kamis (06/2/2025).
Habis Bayar Utang
Padahal gaji yang diterimanya sebagai dosen ASN dari pemerintah selama ini tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Biaya pendidikan anak yang semakin tinggi tidak sebanding dengan pendapatan yang diterimanya selama ini.
Dosen golongan III D ini bahkan harus meminjam uang di bank dan koperasi dengan jaminan gaji yang dimilikinya sebagai ASN. Alih-alih menabung, gajinya habis untuk membayar pinjaman setiap bulannya.
"Banyak dari kami terpaksa mengambil pinjaman dari bank, koperasi untuk memenuhi kebutuhan. Ya untungnya sebagai PNS, kami bisa mengakses pinjaman bank dengan jaminan gaji terutama untuk biaya sekolah anak-anak. Menabung untuk kebutuhan masa depan jadi sulit, karena sebagian besar pendapatan sudah terpotong cicilan pinjaman," ungkapnya.
Koordinator Aliansi Dosen ASN Kemendikti Saintek (ADAKSI Wilayah DIY-Jateng ini merinci, selama ini dia hanya mendapatkan tunjangan sertifikasi dosen (serdos) dan tunjangan keluarga dari pemerintah sebagai ASN golongan III D selain gaji pokok. Padahal gaji dosen golongan III D hanya berkisar Rp3.154.400 - Rp5.180.700.
Sementara dari PTS tempat dia mengajar, Suparyanto hanya mendapatkan honor bila mengajar lebih dari 12 SKS per minggu sesuai ketentuan pemerintah. Besaran honor tambahannya pun juga tak besar yakni Rp35.000.
Baca Juga: Coretan Vandalisme 'Adili Jokowi' Bermunculan di Jogja, Ini Kata Polisi
"Kadang tergantung PTS tempat mengajar, kalau kampus besar ya honornya bisa lebih tinggi. Tapi kan di Jogja, dari sekitar 100 kampus swasta, tidak lebih dai 30 persen yang kampus besar, lainnya kampus kecil-kecil, jadi ya dosen ASN yang ngajar di PTS kecil pun dapat honor dari kampus-kampus itu juga tidak banyak," jelasnya.
Beban Kerja Tak Sebanding
Minimnya kesejahteraan ini, lanjut dosen yang sudah mengajar lebih dari 25 tahun ini berbanding terbalik dengan beban kerja yang cukup tinggi. Suparyanto yang wajib mengajar 12 SKS per minggu ternyata memiliki beban kerja yang jauh lebih berat dari seharusnya.
Belum lagi dia harus mengerjakan Tri Dharma Perguruan Tinggi seperti pengabdian masyarakat dan penelitian. Selain itu mengurus beragam administrasi yang juga menguras tenaga dan waktu.
Karenanya mimpi untuk mencapai jenjang karier yang lebih tinggi seperti Lektor Kepala atau profesor bagi Suparyanto dan banyak dosen ASN lain bukan perkara yang mudah. Bilamana tidak, untuk bisa jadi profesor ada aturan memiliki publikasi di jurnal terindeks Scopus.
"Padahal biar jurnal kami bisa terindeks Scopus butuh uang puluhan juta. Uang dari mana sebesar itu kalau untuk sehari-hari saja kami masih harus pinjam sana sini," akunya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
Terkini
-
Swiss-Belhotel Airport Yogyakarta Gelar Perlombaan Sepatu Roda Regional DIY-Jawa Tengah
-
Jogja Siap Bebas Sampah Sungai! 7 Penghadang Baru Segera Dipasang di 4 Sungai Strategis
-
Gunungan Bromo hingga Prajurit Perempuan Hadir, Ratusan Warga Ngalab Berkah Garebeg Maulud di Jogja
-
JPW Desak Polisi Segera Tangkap Pelaku Perusakan Sejumlah Pospol di Jogja
-
Berkah Long Weekend, Wisata Jip Merapi Kembali Melejit Meski Sempat Terimbas Isu Demonstrasi