SuaraJogja.id - Pagi itu, cuaca di seputaran dusun di tepi jalan Jogja-Wonosari terlihat cerah. Waktu menunjukkan pukul 07.00 WIB, ketika sebuah mobil berwarna hitam masuk ke area parkir masjid tanpa mematikan mesinnya.
Beberapa saat kemudian, menyusul mobil lain berwarna serupa juga berhenti di area parkir yang sama. Seorang penumpang berpakaian putih dan bercelana hitam menenteng jas turun dari mobil yang parkir belakangan.
Lelaki itu kemudian mendatangi mobil pertama dan berbicara sebentar. Selang beberapa saat kemudian kedua mobil tersebut putar balik dan berjalan beriringan di jalan Jogja-Wonosari.
Sekitar 100 meter kemudian, kedua mobil ini berbelok ke gang yang cukup sempit dan sedikit menanjak. Dua kelokan mereka libas pelan-pelan karena gang tersebut berhimpitan dengan rumah warga. Hanya 50 meter kemudian mereka sudah sampai di ujung gang.
Kedua sopir mobil itu kemudian diparkir tak jauh dari lokasi di lahan yang cukup sempit. Selang beberapa saat kemudian, di mobil pertama turun dua orang perempuan berjilbab satunya sudah paruh baya dan satu lagi umur sekitar 30-an serta membawa anak kecil berumur 10 tahunan dan sopir. Di mobil yang kedua, turun 3 orang lelaki beserta seorang yang sebelumnya mengemudikan kendaraan itu.
Di ujung gang ada sebuah mushola yang menempel dengan rumah warga. Sepasang lelaki dan perempuan paruh baya menyambut rombongan ini. Sang lelaki mengenakan pakaian putih dan bersarung lengkap biasa sementara yang perempuan hanyalah berkerudung biasa layaknya ibu rumah tangga.
Rombongan ini kemudian dipersilahkan masuk ke ruang tamu rumah pasangan ini. Para tamu tersebut kemudian dipersilakan menikmati hidangan yang telah disiapkan sembari mengobrol ringan. Sesaat kemudian, sang pemilik rumah yang belakangan diketahui merupakan seorang penghulu bertanya kepada tamu lelaki berpakaian putih dari mobil kedua tentang kesiapannya untuk melakukan ijab qobul.
Sang penghulu kemudian memastikan juga mengenai mas kawin yang dibawa. Lelaki berbaju putih ini menjawab uang ratusan ribu dan perhiasan seberat 1 gram. Kelar memastikan dari pihak lelaki, penghulu kemudian menanyakan kepada pihak perempuan tentang kesiapannya menjalani prosesi menikah siri.
Setelah mengetahui bahwa tamunya tersebut siap, mereka kemudian diantar ke mushola. Sebuah meja kecil nampak sudah disiapkan di dekat area pengimaman biasa berdiri untuk sholat berjamaah.
Baca Juga: Demi Rakyat Gunungkidul, Gerindra Siap Bersinergi dengan Bupati dari Partai Rival
Penghulu pun memulai prosesi ijab qobul. Ia membuka prosesi dengan bertanya sebentar kepada perempuan paruh baya berjilbab itu apakah ikhlas dengan mahar dan mas kawin yang dibawa mempelai lelaki.
"Ikhlas," jawab mempelai perempuan itu lirih.
Prosesi ijab qobul pun mulai dilaksanakan. Penghulu itu meminta kepada mempelai lelaki untuk berlatih dahulu mengucapkan ijab qobul sebanyak dua kali. Hingga akhirnya prosesi ijab qobul dilaksanakan dan dianggap sah oleh beberapa orang yang ada di tempat itu.
Prosesi ijab qobul itu diakhiri dengan doa yang diamini oleh beberapa orang itu. Cukup singkat karena seluruh prosesi ijab qobul hanya berlangsung sekira 5 menit. Hingga kemudian mereka kembali ke ruang tamu untuk bersantap suguhan dan kemudian berpamitan.
Sang penghulu sebut saja Kyai Lanang, mengaku memang sudah cukup lama 'membantu' sepasang lelaki dan perempuan untuk menjalankan 'ibadah' nikah siri. Namun tak sembarang pasangan dia terima.
"Ya, saya bersedia menikahkan kalau didampingi oleh tokoh atau pemerintah setempat. Seperti pak dukuh atau pak RT. Kalau tidak ya saya tidak mau," ujar dia.
Kali ini, dia lebih selektif dan berhati-hati karena merasa tidak enak dengan Kantor Urusan Agama (KUA) dan juga Babinsa di wilayahnya. Meski belum sampai ditegur langsung, namun dia memilih tak serampangan menerima pasangan yang hendak menikah secara siri atau secara agama ini.
Dia tetap bersikukuh apa yang ia lakukan hanyalah membantu, bukan melancarkan seseorang yang ingin bertujuan negatif. Dia hanya membantu pasangan yang terkendala untuk menikah secara resmi di KUA sebelum nanti akhirnya melakukan ijab qobul di KUA.
"Ya bisa saja misalnya karena biayanya belum cukup atau umur belum cukup. Sehingga nikah siri dulu sebelum nanti nikah di KUA kalau sudah cukup persyaratannya," tutur dia.
Untuk bisa mendapatkan jasanya, tidak ada syarat yang berat. Calon pengantin lelaki hanya menyediakan mahar dan mas kawin, saksi dari dukuh ataupun ketua RT. Sementara dari mempelai perempuan harus didampingi keluarga baik orangtua, anak ataupun saudaranya.
Dia mengakui memang tak sedikit yang mendatangi kediamannya untuk mendapatkan jasanya. Namun banyak yang terpaksa dia tolak, terlebih jika orang tersebut berasal dari luar kapanewon atau kecamatan tempatnya tinggal.
"Kalau yang dari luar kecamatan ya saya minta di daerahnya sendiri. Sebenarnya banyak yang bisa, kyai-kyai itu biasanya bisa," kata dia.
Menurutnya, hampir seluruh kyai pondok pesantren sebenarnya bisa membimbing nikah siri. Pasangan calon pengantin cukup mendatangi kyai dan meminta petunjuk atau solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh pasangan.
Selama ini, dia tidak pernah mematok tarif untuk pasangan yang ingin mendapatkan jasanya. Semuanya bersifat sukarela terserah orang yang yang ingin mendapatkan jasanya. Karena prinsip yang dia tanamkan adalah pasangan itu bakal mendapatkan barokah (berkah) dari sedekah itu.
"Jadi katanya semakin besar maka semakin banyak barokahnya. Nah untuk mahar atau mas kawin katanya kalau semakin kecil semakin bagus menurut agama," terangnya.
M, salah satu warga Gunungkidul yang pernah mendapatkan jasanya mengaku sengaja nikah siri terlebih dahulu karena belum memiliki biaya untuk melakukan pernikahan secara resmi. Namun dia berjanji 3 bulan lagi bakal melakukan nikah secara resmi di KUA.
"Ya saya ingin cepat nikah karena ndak enak sama saudara dan juga tetangga kiri kanan,"tambahnya.
Kontributor : Julianto
Berita Terkait
Terpopuler
- 1 Detik Pascal Struijk Resmi Jadi WNI, Cetak Sejarah di Timnas Indonesia
- Pemain Arsenal Pilih Bela Timnas Indonesia Berkat Koneksi Ayahnya dengan Patrick Kluivert?
- Pelatih Belanda Dukung Timnas Indonesia ke Piala Dunia: Kluivert Boleh Ambil Semua Pemain Saya
- Setajam Moge R-Series, Aerox Minggir Dulu: Inikah Wujud Motor Bebek Yamaha MX King 155 Terbaru?
- Cara Membedakan Sepatu Original dan KW, Ini 7 Tanda yang Harus Diperiksa
Pilihan
-
Miris! Cuma 36 Persen Anak Usia Dini di Sumsel yang Sekolah, Ada Apa dengan PAUD?
-
AS Punya Akses Data Pribadi Warga RI, Donald Trump: Banyak Negara Cium Pantat Saya
-
Film 'Lyora: Penantian Buah Hati' Bikin Ibu-Ibu Solo Terinspirasi Kisah Pejuang Garis Dua
-
4 Mobil Bekas Mesin Diesel dengan Kabin Luas, Performa Teruji untuk Perjalanan Jauh
-
Bakal Sikat Thailand, Siapa Lawan Timnas Indonesia di Final Piala AFF U-23 2025?
Terkini
-
Drama Maguwoharjo: Sultan Izinkan PSIM, Bupati Sleman Ajukan Syarat Berat
-
Geger Beras Oplosan di Gunungkidul? Ini Fakta Sebenarnya
-
Magma Kaya Potasium: Ancaman Kaldera Tersembunyi? UGM Teliti Evolusi Gunung Api di Indonesia
-
Bantul Jadi Kampung Perikanan Nasional: Ini Strategi Jitu Dongkrak Ekonomi Desa Lewat Ikan
-
Di Balik Jeruji Besi, Asa di Hari Anak: Remisi & Momen Haru di LPKA Yogyakarta