5. Plengkung Madyasura (Gondomanan) – Terletak di timur laut, dahulu digunakan sebagai jalur keluar bagi abdi dalem yang bertugas di luar keraton.
Plengkung Nirbaya: Gerbang Mistis Benteng Baluwarti yang Tak Boleh Dilewati Sri Sultan
Di balik kemegahan Keraton Yogyakarta, terdapat sebuah gerbang yang menyimpan sejarah dan larangan turun-temurun bagi Raja-raja Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Plengkung Nirbaya, yang terletak di sisi selatan Benteng Baluwarti, diyakini sebagai gerbang yang pantang dilewati oleh Sri Sultan.
Larangan ini telah dijaga erat sejak zaman dahulu, dan hingga kini tetap dihormati oleh keluarga Keraton.
Gusti Kukuh Hestrianing, cucu Sri Sultan Hamengkubuwono VII, mengungkapkan bahwa Plengkung Nirbaya memiliki makna filosofis yang mendalam. Karena Plengkung ini memiliki makna yang sakral.
"Plengkung Nirbaya berasal dari kata 'nir' yang berarti tanpa, dan 'baya' yang berarti bahaya. Secara harfiah, gerbang ini melambangkan tempat perjalanan tanpa bahaya, namun bagi Sultan, gerbang ini justru memiliki makna sebaliknya, yaitu jalan menuju kepergian terakhir," ujar Gusti Kukuh.
Menurut tradisi yang berkembang di lingkungan Keraton, Plengkung Nirbaya adalah jalur yang hanya dilewati oleh Sultan saat jenazahnya akan dibawa ke Makam Raja-raja di Imogiri.
Oleh karena itu, selama masih berkuasa, seorang Sultan dilarang keras melewati gerbang ini.
Baca Juga: Batal Dibuat Satu Arah, Plengkung Gading Ditutup Total
Sejarawan Yogyakarta, R. Bambang Sutopo, menjelaskan bahwa larangan ini berkaitan erat dengan konsep kepemimpinan dalam budaya Jawa.
Di mana Sultan dianggap memiliki hubungan spiritual dengan Keraton dan rakyatnya.
"Melewati Plengkung Nirbaya sebelum waktunya dapat dianggap sebagai isyarat buruk bagi kekuasaannya," jelasnya.
Hingga kini, masyarakat sekitar masih percaya pada mitos yang menyelimuti Plengkung Nirbaya.
Konon, siapa pun yang bukan keturunan raja dan melewati gerbang ini tanpa niat yang jelas bisa mengalami nasib sial atau gangguan mistis.
Meskipun hanya sebatas kepercayaan, larangan ini tetap dijaga oleh Keraton Yogyakarta sebagai bentuk penghormatan terhadap adat dan budaya Jawa yang telah berlangsung selama ratusan tahun.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Sleman Ukir Sejarah, Quattrick Juara Umum Porda DIY, Bonus Atlet Dipastikan Naik
-
WNA Yordania Jadi Tersangka di Yogyakarta: Izin Investasi Fiktif Terbongkar
-
Strategi Jitu Sekda DIY Atasi Kemiskinan: Libatkan Asisten Hingga Mandiri Fiskal
-
Saldo DANA Kaget Langsung Cair? Ini Tiga Link Aktif yang Bisa Bikin Dompet Digitalmu Gendut
-
Tragis! Ratusan Siswa Keracunan Makan Bergizi Gratis, JCW Soroti Pengawasan Bobrok