Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 10 April 2025 | 18:07 WIB
Ilustrasi live streaming. (Pixabay)

SuaraJogja.id - Fenomena live TikTok yang dilakukan oleh sejumlah konten kreator di makam leluhur, pepunden, dan situs budaya di Kabupaten Gunungkidul memicu kemarahan dan keprihatinan dari berbagai kalangan, termasuk Keraton Yogyakarta.

Aksi mereka yang dinilai tidak menghormati kesakralan tempat, bahkan secara terang-terangan menantang leluhur demi konten viral, dinilai mencederai nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat setempat.

Cucu dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, R. M. Kukuh Hertriasning, mengecam aksi tersebut.

Dalam keterangannya, ia menilai sejumlah akun terkadang membuat konten live menantang dan membuat gaduh di lokasi sakral merupakan bentuk pelanggaran etika dan adat yang harus dihentikan.

Baca Juga: Jengah Gelombang Aksi Massa Tak Dihiraukan Elit, Masyarakat Tradisi Jogja Gelar Teatrikal Budaya

"Kegiatan live sebenarnya tidak masalah, yang jadi persoalan adalah menantang dan juga berbuat hal-hal yang memancing kegaduhan. Adab seharusnya paling diutamakan," ujar lelaki yang akrab dipanggil Ndoro Aning itu, Kamis (10/4/2025).

Ia menegaskan bahwa makam dan situs budaya bukanlah tempat sembarangan yang bisa dieksplorasi tanpa izin.

Menurutnya, tempat-tempat tersebut adalah warisan leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan, bukan dijadikan panggung konten sensasional.

Jika dilakukan dengan tujuan edukatif dan pelestarian budaya, aktivitas digital tersebut bisa diterima, selama ada kerja sama dengan tokoh adat, juru kunci, dan pemerintah daerah.

"Kegiatan ini harus dibatasi dan diberi pencerahan. Harus ada kolaborasi agar kontennya bisa diarahkan untuk mengangkat nilai-nilai sejarah dan budaya," tambahnya.

Baca Juga: Kritik Lewat Merchandise: "Kemenyan RI" dan Pesan Menyentil dari Seniman Jogja untuk Pemerintah

Senada dengan hal itu, pimpinan Pondok Pesantren Al Qodiry Semin, Kyai Achid, juga menyayangkan aksi para konten kreator tersebut.

Ia menyebut bahwa tindakan mereka jelas melanggar tatanan spiritual dan sosial yang sudah lama terjaga di wilayah tersebut.

"Itu jelas melanggar etika dan sama saja merusak sesuatu yang sudah mapan, nyaman, tentram. Mereka akan merasakan efeknya sendiri," ujar Kyai Achid.

Ia juga menekankan pentingnya peran warga dan pemangku wilayah dalam memberikan ketegasan terhadap aktivitas eksplorasi yang dilakukan tanpa izin.

Menurutnya, warga harus berani menolak jika memang itu mengganggu kenyamanan dan stabilitas wilayah.

"Karena harus ada harmoni dalam menjaga makam leluhur. Ini bukan tempat sembarangan," tambahnya.

Meski mengakui bahwa ada beberapa konten kreator yang menunjukkan sisi positif, seperti mengangkat cerita sejarah atau budaya lokal, namun akhir-akhir ini banyak di antaranya justru menabrak tatanan nilai yang berlaku di masyarakat.

"Harus ada yang mengarahkan. Kalau tidak bisa diarahkan, maka peran warga untuk melarang menjadi sangat penting. Jangan sampai wilayah-wilayah sakral ini terusik hanya demi viralitas semata," tegas Kyai Achid.

Pemerintah daerah dan dinas kebudayaan diharapkan segera turun tangan untuk menyusun regulasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat digital, agar situs-situs sakral tidak hanya terlindungi, tetapi juga digunakan secara bijak untuk kepentingan pelestarian budaya.

Sebelumnya, sejumlah konten kreator memang memanfaatkan berbagai macam lokasi yang ditengarai memiliki cerita mistis.

Sebut saja akun TikTok Bangku Kosong, tak jarang mereka menunjukkan kondisi tempat seperti rumah atau bangunan kosong yang lama ditinggali penghuni.

Sejumlah kreator ini melakukan live streaming dan menunjukkan kondisi bangunan ketika malam hari. Bahkan tak jarang yang menantang penunggu lokasi tersebut.

Mereka juga tak jarang menyematkan sejumlah drama yang membuat penonton live bereaksi di kolom komentar. Ironisnya drama yang dia buat justru menantang makhluk tak kasat mata.

Tujuannya pun jelas, kreator menarik jumlah pengikut dan menerima gift dari para penonton yang di mana gift tersebut bisa ditukar ke dalam bentuk uang.

Kontributor : Julianto

Load More