Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 18 April 2025 | 21:02 WIB
Kisah Udin si tukang cukur di bawah pohon beringin kawasan Alun-Alun Utara Yogyakarta, Jumat (18/4/2025). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

"Saya mikir, apa saya mau gini terus? Kerja kasar, kan badan enggak selamanya kuat," ucapnya. 

Kata demi kata meluncur seperti air, jujur dan tak dibuat-buat. Dia memastikan tak pernah sembarangan untuk mengerjakan potongan. Jika ada permintaan model dari pelanggan, ia akan meminta contoh gambar atau foto terlebih dulu.

Hal itu semata-mata untuk memastikan pekerjaannya nanti tidak asal potong. Melainkan dilakukan dengan tepat dan kehati-hatian. Sebab menurutnya, memangkas rambut bukan semata keterampilan, tapi juga harus beretika dan ada rasa empati.

"Potong rambut itu enggak bisa dibenerin kalau salah. Kalau nulis, tinggal tip-x tapi ini, kepala orang. Harus hati-hati. Harus paham sebelum pegang alat," tegasnya. 

Baca Juga: Pascaefisiensi Anggaran, Puteri Keraton Yogyakarta Pertahankan Kegiatan Budaya yang Terancam Hilang

Di matanya, bekerja bukan sekadar mencari nafkah. Ada nilai yang lebih dalam, menjaga muruah hidup, menghormati tubuh orang lain, dan berserah pada yang Maha Mengatur. 

"Saya semeleh. Slow. Rezeki itu pasti ada yang ngatur. Yang penting usaha dan enggak ganggu orang lain," ucapnya tulus sembari tersenyum.

Kisah Udin si tukang cukur di bawah pohon beringin kawasan Alun-Alun Utara Yogyakarta, Jumat (18/4/2025). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

Soal tarif pun sama seperti yang dia katakan di awal. Tarif jasanya hanya Rp10 ribu. Tapi senyum pelanggan setelah puas rambutnya dipotong adalah upah sejati bagi Udin. 

"Kalau panggilan bisa Rp25 ribu atau Rp50 ribu. Tergantung jauh dekat. Tapi kalau enggak mampu ya saya sesuaikan. Semua orang kan butuh hidup," ungkapnya. 

Udin tahu betul bahwa hidup harus adil, meski dompet tak selalu tebal. Hari-harinya berlalu dari pukul 09.00 WIB sampai sore, dengan catatan jika cuaca mengizinkan. Bila hujan turun, ia geser sedikit masuk ke bawah rerimbunan beringin, mencari tempat teduh. Melanjutkan sebentar lalu berkemas pulang.

Baca Juga: BI Yogyakarta Catat Penurunan Drastis Peredaran Uang Tunai saat Lebaran, Tren Transaksi Berubah

"Saya ini tunggu ringin kok. Kalau saya enggak ada di sini, berarti saya dipanggil. Tapi saya pasti balik. Wong orang sini sudah hafal,” ungkapnya lagi sambil tersenyum.

Load More