Diantaranya ia kerap dipanggil untuk memotong rambut ke sejunlah rumah sakit hingga panti asuhan yang ada di Yogyakarta.
"Yang saya datangi itu biasanya lansia atau penyintas stroke. Sudah enggak berani naik motor, saya yang ke sana," ceritanya.
Udin blak-blakan mengaku ketrampilan yang dimiliki bukan hasil kursus mahal.
"Saya otodidak. Saya belajar dari melihat. Lihat cara motong, cara sisiran, hasil akhirnya. Saya pelajari semuanya, sedikit demi sedikit," tuturnya.
Apalagi sebelum jadi tukang cukur, dulu, Udin pernah kerja kasar, yakni dari mendorong gerobak hingga menjadi kuli angkut barang.
"Saya mikir, apa saya mau gini terus? Kerja kasar, kan badan enggak selamanya kuat," ucapnya.
Kata demi kata meluncur seperti air, jujur dan tak dibuat-buat. Dia memastikan tak pernah sembarangan untuk mengerjakan potongan. Jika ada permintaan model dari pelanggan, ia akan meminta contoh gambar atau foto terlebih dulu.
Hal itu semata-mata untuk memastikan pekerjaannya nanti tidak asal potong. Melainkan dilakukan dengan tepat dan kehati-hatian. Sebab menurutnya, memangkas rambut bukan semata keterampilan, tapi juga harus beretika dan ada rasa empati.
"Potong rambut itu enggak bisa dibenerin kalau salah. Kalau nulis, tinggal tip-x tapi ini, kepala orang. Harus hati-hati. Harus paham sebelum pegang alat," tegasnya.
Baca Juga: Pascaefisiensi Anggaran, Puteri Keraton Yogyakarta Pertahankan Kegiatan Budaya yang Terancam Hilang
Di matanya, bekerja bukan sekadar mencari nafkah. Ada nilai yang lebih dalam, menjaga muruah hidup, menghormati tubuh orang lain, dan berserah pada yang Maha Mengatur.
"Saya semeleh. Slow. Rezeki itu pasti ada yang ngatur. Yang penting usaha dan enggak ganggu orang lain," ucapnya tulus sembari tersenyum.
Soal tarif pun sama seperti yang dia katakan di awal. Tarif jasanya hanya Rp10 ribu. Tapi senyum pelanggan setelah puas rambutnya dipotong adalah upah sejati bagi Udin.
"Kalau panggilan bisa Rp25 ribu atau Rp50 ribu. Tergantung jauh dekat. Tapi kalau enggak mampu ya saya sesuaikan. Semua orang kan butuh hidup," ungkapnya.
Udin tahu betul bahwa hidup harus adil, meski dompet tak selalu tebal. Hari-harinya berlalu dari pukul 09.00 WIB sampai sore, dengan catatan jika cuaca mengizinkan. Bila hujan turun, ia geser sedikit masuk ke bawah rerimbunan beringin, mencari tempat teduh. Melanjutkan sebentar lalu berkemas pulang.
"Saya ini tunggu ringin kok. Kalau saya enggak ada di sini, berarti saya dipanggil. Tapi saya pasti balik. Wong orang sini sudah hafal,” ungkapnya lagi sambil tersenyum.
Berita Terkait
-
Pertegas Gerakan Merdeka Sampah, Pemkot Jogja Bakal Siapkan Satu Gerobak Tiap RW
-
Dari Perjalanan Dinas ke Upah Harian: Yogyakarta Ubah Prioritas Anggaran untuk Berdayakan Warga Miskin
-
Ribuan Umat Padati Gereja, Gegana DIY Turun Tangan Amankan Paskah di Jogja
-
Hotel INNSIDE by Melia Yogyakarta Rayakan Anniversary Ke-8 dengan Semangat Baru Bersama GM Baru
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik