Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 06 Mei 2025 | 21:44 WIB
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Negara tidak memiliki hak untuk memaksa warga menjalani tindakan medis seperti vasektomi.

"Yang dibutuhkan adalah edukasi, insentif, dan sosialisasi," ucapnya

Dia mencontohkan India dan Tiongkok pernah menerapkan kebijakan serupa. Alih-alih berhasil kebijakan itu justru memunculkan berbagai persoalan sosial lanjutan seperti ketimpangan gender dan pelanggaran HAM.

"Program satu anak di Tiongkok menghasilkan fenomena 'missing girls', dan di India terjadi protes besar-besaran saat dilakukan sterilisasi massal pada 1970-an," paparnya.

Baca Juga: 'Sudah Rentan, Direntankan Lagi' Gus Hilmy Kecam Wacana Vasektomi Syarat Bansos

Terakhir, Wisnu turut menyinggung soal potensi risiko moral hazard. Jika bansos kemudian dijadikan alat untuk memaksakan keputusan medis tertentu.

Menurutnya potensi munculnya praktik ilegal seperti surat vasektomi palsu atau klinik gelap itu akan datang.

Untuk merancang kebijakan kependudukan yang manusiawi dan berkelanjutan, ia merekomendasikan pendekatan partisipatif dan berbasis edukasi.

Misalnya dengan mendorong voluntary family planning, memberikan insentif untuk kepesertaan program keluarga berencana tersebut.

Dilengkapi dengan edukasi reproduksi yang komprehensif, memperkuat perlindungan sosial, serta inovasi program seperti pemberian voucher kontrasepsi gratis atau sistem berbasis insentif sosial.

Baca Juga: MBG Dihantui Keracunan: Cium, Lihat, Rasakan! Tips Jitu Dokter UGM Hindari Makanan Basi

Tentu masyarakat pun berusaha untuk menilai kebijakan tersebut ketika dipublikasikan. Memang kebijakan yang dibuat pemerintah berangkat dari persoalan yang ada di tengah warga.

Kendati begitu perlu ada kajian panjang termasuk keberanian untuk menjalankan aturan yang nantinya telah berlaku.

Sehingga minim terjadinya keluhan dan kebijakan tersebut benar-benar bisa menjadi solusi untuk masyarakat.

Load More