Penolakan Kebijakan Kemenkes
Menolak kebijakan yang merugikan kualitas pendidikan medis bukan sekadar isu akademis, melainkan bagian dari perjuangan menyelamatkan nyawa, menjaga martabat profesi, dan menjamin keadilan dalam layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Retno, seruan ini mendapat dukungan luas dari berbagai institusi pendidikan tinggi di Indonesia seperti Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin, Universitas Syiah Kuala, Universitas Airlangga, Universitas Lambung Mangkurat, dan banyak universitas lainnya.
Isu yang diangkat bukan hanya soal perlindungan profesi kedokteran, tetapi juga menyentuh permasalahan distribusi tenaga medis yang tidak merata, penurunan kualitas pendidikan kesehatan, serta menurunnya standar pelayanan medis di berbagai wilayah.
Baca Juga: Arogansi Kekuasaan? Dokter di Jogja Ramai-Ramai Doa Bersama Protes Mutasi Mendadak oleh Kemenkes
"Perhatian juga diberikan pada lemahnya perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan akibat kebijakan mutasi serta penghentian kontrak kerja yang tidak transparan," ujar dia.
Termasuk juga pencabutan STR (Surat Tanda Registrasi) dan SIP (Surat Izin Praktik) oleh Kementerian Kesehatan yang tidak melalui prosedur etik dan hukum yang sesuai.
Padahal, pencabutan STR dan SIP seharusnya hanya dilakukan jika terjadi pelanggaran sebagaimana diatur dalam Permenkes No. 3 Tahun 2025 tentang Penegakan Disiplin Profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, khususnya Pasal 4 ayat (2).
Proses penegakan etik wajib dilakukan oleh Majelis Disiplin Profesi sesuai ketentuan yang berlaku.
Tindakan sepihak dalam mencabut izin praktik tanpa proses etik yang benar akan merusak independensi dan akuntabilitas profesi medis.
Baca Juga: Soroti Maraknya Kasus Kekerasan Seksual Dokter Spesialis, RSA UGM Perkuat Etika dan Pengawasan
Ini tidak hanya melemahkan layanan kesehatan, tetapi juga membahayakan keselamatan pasien.
Dalam menghadapi tantangan distribusi tenaga kesehatan, solusinya bukan semata membuka fakultas kedokteran baru.
Masalah utama terletak pada distribusi lulusan yang tidak merata, terutama di wilayah Indonesia bagian timur.
Penambahan kuota tanpa perbaikan kualitas dan pemerataan hanya akan memperparah ketimpangan akses layanan kesehatan.
Kualitas pendidikan kedokteran juga terancam akibat kebijakan mutasi dosen yang tidak sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2023 dan Permenkes No. 3 Tahun 2025.
"Dosen yang berpengalaman dan memiliki keahlian klinis tinggi justru dimutasi tanpa prosedur yang tepat, sehingga menurunkan mutu pembelajaran mahasiswa dan kualitas layanan kesehatan di masa depan," tambah dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Stefano Lilipaly Rela Dicoret Patrick Kluivert, Batal Bela Timnas Indonesia
- 5 Bedak Murah yang Mengandung SPF: Cocok Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- Patrick Kluivert Coret 9 Pemain Lawan China
- Coach Justin: Artinya Secara Kualitas Timnas Indonesia Gak Layak Lolos Piala Dunia 2026
- 5 Rekomendasi HP Murah Rp900 Ribuan Terbaik Mei 2025: Spek Ciamik dan Memori Lega!
Pilihan
-
Orang Tua di Sumsel Bawa Anak Pemakai Sabu ke Barak Dedi Mulyadi, BNN: Cara Ini Salah!
-
BYD Bantah Tudingan Sedang Alami Krisis: Kami Lebih Kuat dari Merek Otomotif Jepang dan Barat
-
Erick Thohir: Timnas Indonesia Punya 'Lapisan Emas', Absennya 5 Pemain Bukan Masalah
-
Erick Thohir Blak-blakan Ungkap Kondisi Kevin Diks
-
4 Rekomendasi HP Samsung Rp 2 Jutaan, Performa Handal Terbaik Mei 2025
Terkini
-
Kasus BMW Tabrak Argo: Polisi Periksa Tiga Orang yang Terlibat untuk Ganti Plat Nomor
-
Dalang Penggantian Plat Nomor BMW Terungkap! Siapa Saja yang Terlibat?
-
Santri Disiksa di Ponpes Gus Miftah: Diduga Dianiaya 13 Orang, Alami Trauma
-
Harga Ikan di Yogyakarta Stabil? Ini Strategi DKP DIY Jaga Pasokan dari Laut Selatan
-
Dari Jadah Tempe Hingga Jathilan Lancur: 8 Warisan Sleman yang Kini Jadi Kebanggaan DIY