SuaraJogja.id - Eskalasi sengit antara Israel dan Iran saat ini sudah terjadi sepekan terakhir. Kedua negara saling serang udara dan misil. Tercatat ratusan orang tewas.
Situasi ini memicu kekhawatiran global, terutama soal pengamanan jalur minyak lewat Selat Hormuz. Apalagi dalam perkembangan terbaru, Israel bahkan menargetkan fasilitas nuklir dan bahan bakar di Natanz, Isfahan, serta fasilitas gas South Pars yang menyebabkan kebakaran besar.
Iran membalas dengan peluncuran ratusan misil dan drone ke wilayah Israel.
Kepala Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian (PSPP) UKDW, Jozef Hehanusa di Yogyakarta, Selasa (17/6/2025) menilai, konflik bersenjata antara Iran dan Israel yang terus memanas dinilai memiliki potensi besar mengguncang stabilitas global, termasuk sektor ekonomi dunia.
Karenanya Presiden RI Prabowo Subianto didorong untuk mengambil peran aktif dalam diplomasi internasional dengan menyerukan gencatan senjata.
"Konflik Iran dan Israel ini bukan hanya soal politik atau agama semata, ini tentang pertunjukan kekuatan dan perebutan pengaruh global. Dampaknya bukan cuma di sana, tapi juga sampai ke Asia, termasuk Indonesia," kata dia.
Menurut Jozef, peran Indonesia sebagai negara dengan posisi strategis dan sejarah panjang dalam politik bebas aktif sangat penting di tengah ketegangan dua negara di Timur Tengah tersebut.
Ia menyebut, konflik yang awalnya bersifat regional bisa berdampak sistemik pada rantai pasok global, harga energi, dan kestabilan ekonomi nasional.
Jozef mencontohkan dampak nyata dari konflik global sebelumnya seperti perang Rusia-Ukraina menyebabkan lonjakan harga BBM dan pangan.
Baca Juga: Konflik India-Pakistan sempat Memanas, AirNav Pastikan Tak Ada Pengaruh di Langit Indonesia
Krisis serupa sangat mungkin terjadi jika ketegangan Iran-Israel terus meningkat, mengingat keduanya merupakan pemain besar dalam pasar minyak dunia.
"Ketika Rusia dan Ukraina berkonflik, kita langsung kena imbasnya. Harga energi naik, distribusi terganggu. Konflik Iran-Israel bisa jauh lebih besar dampaknya karena menyangkut Selat Hormuz yang menjadi jalur utama distribusi minyak dunia," tandasnya.
Selain seruan gencatan senjata, lanjut Jozef, pemerintah Indonesia paling tidak mendorong adanya dialog damai atau ajakan untuk duduk bersama dan membicarakan persoalan secara baik. Karena kalau dibiarkan, ini akan terus menimbulkan dampak global.
Apalagi PSPP sendiri telah lama melakukan kajian atas berbagai konflik internasional dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat domestik.
Salah satu yang menjadi sorotan lembaga ini adalah bagaimana sikap pemerintah dalam merespons isu-isu global bisa memberi arah bagi kebijakan ekonomi, sosial, dan diplomatik.
Dalam konteks itu, Jozef menilai Indonesia tidak boleh bersikap netral pasif.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
Terkini
-
Waspada! Ini 3 Titik Kemacetan Paling Parah di Yogyakarta Saat Malam Tahun Baru
-
Lestarikan Warisan Budaya Jawa, Royal Ambarrukmo Yogyakarta Hadirkan Jampi Pawukon bagi Para Tamu
-
Jogja Jadi Tourist Darling, Pujian Bertebaran di Medsos hingga Kunjungan Destinasi Merata
-
Pasar Beringharjo Diserbu Pengunjung saat Nataru, Belanja Batik dan Cicip Kuliner Jadi Favorit
-
Meski Naik dari Hari Biasa, Orderan Rental Motor Jogja Tetap Tak Seramai Tahun Lalu