Begitu pula jika kemudian ini memang cerminan sikap pemerintah, maka kata Andi, berarti ada masalah yang belum selesai dalam sejarah kekerasan politik Indonesia, khususnya peristiwa 1998 dan kasus pelanggaran HAM lainnya.
Sejarah untuk Generasi yang Lebih Kuat
Andi menyatakan bahwa penulisan sejarah seharusnya bertujuan untuk membekali generasi muda. Agar dapat memahami akar dari berbagai krisis dan kekerasan dalam sejarah bangsa.
Bukan justru malah menyembunyikannya atas nama stabilitas atau politik identitas.
Baca Juga: Museum Muhammadiyah Kesulitan Kumpulkan Koleksi Sejarah, Kemenbud Janji Bantu Lengkapi Artefak
Kembali lagi, Andi menegaskan kesadaran etis itu yang harus dimiliki dalam menulis sejarah.
"Problematik itu menjadi satu bagian dari agenda kita bersama. Sehingga generasi muda ke depan punya hal yang lebih lapang. Mereka tuh nggak akan melihat kalau dalam kehidupan mereka ya ada krisis, ada kekerasan itu bukan sebuah misteri lagi," tegasnya.
"Mereka akan melihatnya sebagai sebuah pengetahuan yang sudah mereka miliki sebagai warga negara Republik Indonesia dan bisa mengatasinya untuk masa yang akan depan," sambungnya.
Sehingga penulisan sejarah sudah seharusnya tak sekadar kepentingan subjektif saja.
Dengan demikian, ia menegaskan penolakan terhadap penulisan sejarah nasional yang sedang dirancang.
Baca Juga: Jalan-jalan ke Taman Pintar, Fadli Zon Minta Tapak Kaki Prabowo Ikut Ditampilkan di Wahana Presiden
"Kalau saya tanya bagaimana pendapatnya tentang penulisan sejarah ini? Kita tolak saja," kata dia.
Tak hanya sejarawan, aktivis yang juga pendamping korban pemerkosaan massal etnis Tionghoa, Ita Fatia Nadia juga mengkritik pernyataan Fadli Zon.
Beberapa waktu lalu tepatnya Jumat 13 Juni, Ita Fatia bersama pengamat HAM dan Feminis lain seperti Kamala Chandra Kirana, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, Sulistyowati Irianto (Gubes Fakultas Hukum UI) melakukan jumpa pers.
Dalam dialog tersebut mereka mengkritik pernyataan Fadli Zon terkait tak adanya pemerkosaan massal perempuan etnis Tionghoa sejauh kerusuhan Mei 1998.
Namun setelah kritik dilayangkan, Ita Fatia dikabarkan mendapat teror dari orang tak dikenal. Hingga kini tim Suarajogja masih meminta keterangan lebih lanjut dan belum mendapat respon dari yang bersangkutan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 1 Detik Jay Idzes Jadi Pemain Udinese Langsung Cetak Sejarah Liga Italia
- Pramono Ajak Anies Nobar Persija di JIS: Sekarang Tuan Rumahnya Saya, Bukan yang Bikin Nggak Nyaman
- Penyerang Rp1,30 Miliar Urus Naturalisasi, Lini Serang Timnas Indonesia Makin Ganas
- 9 Mobil Bekas Merek Xenia Harga di Bawah Rp60 Juta, Cocok Jadi Kendaraan Keluarga
- Tecno Pova Curve 5G Lolos Sertifikasi di Indonesia: HP Murah dengan Layar Elegan
Pilihan
-
Perintah Hemat Prabowo Mulai Longgar, Sri Mulyani Buka Blokir Anggaran Rp129 Triliun Bagi 99 K/L
-
Cukai Minuman Manis Batal Berlaku di 2025
-
Ekonomi Loyo, Pajak Ambles Rp77 Triliun: APBN Mei 2025 Minus!
-
Perang Iran-Israel Bikin Sri Mulyani Was-was, Kenapa?
-
Here We Go! Jaka Pindah ke Leeds United, Jay Idzes Direkrut Udinese?
Terkini
-
Luncurkan SINAR Sleman, Inovasi Digital Pemkab agar Warga Bisa Kontrol Pembangunan Daerah
-
Purnawirawan Desak Gibran Dimakzulkan, DPR Pilih Tunda Pembahasan: Ada Apa dengan Tanggal 20?
-
Trauma Korban '98 Dibunuh Dua Kali? Sejarawan Kecam Pernyataan Fadli Zon Soal Pemerkosaan Massal
-
Perang Iran-Israel Ancam Indonesia, Pakar Perdamaian Minta Prabowo Serukan Gencatan Senjata
-
Pengemudi Diduga Mabuk Tabrak Motor di Sleman: Korban Luka Serius, Polisi Temukan Botol Miras