SuaraJogja.id - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, melontarkan kritik terhadap keputusan Mahkamah Agung (MA) memangkas hukuman mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Zaenur menilai putusan Peninjauan Kembali (PK) tersebut sebagai langkah yang mengecewakan dan sinyal buruk bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Ya ini memang pertama putusan PK Setya Novanto ini mengecewakan ya dan saya lihat ada tren yang mengkhawatirkan, ada banyak putusan MA yang menyunat pidana bagi terpidana korupsi itu," kata Zaenur, Kamis (3/7/2025).
Menurut Zaenur, PK semestinya digunakan secara ketat dengan alasan yang sahih. Misalnya terkait adanya bukti baru (novum) atau kekeliruan dalam penerapan hukum.
Baca Juga: KPK Setor Rp800 Juta dari Denda Terpidana Korupsi dan Hasil Lelang
Namun, dalam beberapa kasus, termasuk Setya Novanto kali ini, PK justru hanya digunakan untuk memotong masa pidana maupun besaran uang pengganti.
"Tapi kalau PK itu hanya menyunat masa pidana, atau besaran uang pengganti ya itu kita mempertanyakan ya," lanjutnya.
Apalagi, disampaikan Zaenur, bahwa peran Setya Novanto dalam korupsi e-KTP itu sangat sentral. Maka seharusnya, tidak ada alasan kuat bagi majelis hakim untuk mengurangi hukumannya.
"Di kasus Setya Novanto ini juga kita tidak melihat adanya satu alasan yang logis yang kuat mengapa kemudian pidana bagi Setya Novanto itu harus disunat atau didiskon, harus dikurangi," ujarnya.
"Jadi apa yang kemudian jadi pertimbangan dari majelis hakim di Mahkamah Agung ini ketika mengurangi pidana, itu kan harus kuat alasannya," tambahnya.
Zaenur memperingatkan bahwa tren pemotongan hukuman terhadap koruptor ini berpotensi menghilangkan efek jera jika terus dilakukan.
Padahal dua aspek penting dalam pemberantasan korupsi adalah hukuman penjara yang tinggi dan perampasan aset hasil kejahatan.
"Dampaknya, ini kan pidana badannya berkurang, kedua uang penggantinya, ya saya lihat ini akan mengurangi efek jera. Pelaku tindak pidana korupsi itu akan jera kalau ancaman pidananya yang pertama tentu ancaman pidana badan tinggi, kedua adalah perampasan aset hasil kejahatannya optimal," paparnya.
Dalam kesempatan ini, Zaenur mendorong agar seluruh komponen bangsa, termasuk hakim kembali menunjukkan keseriusan dalam memberantas korupsi.
Ia mengingatkan bahwa hakim punya ruang untuk menjatuhkan pidana maksimal berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
MA "Sunat" Hukuman Setya Novanto
- 1
- 2
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
Pilihan
-
Usai Terganjal Kasus, Apakah Ajaib Sekuritas Aman Buat Investor?
-
Bocor! Jordi Amat Pakai Jersey Persija
-
Sri Mulyani Ungkap Masa Depan Ekspor RI Jika Negosiasi Tarif dengan AS Buntu
-
Olahraga Padel Kena Pajak 10 Persen, Kantor Sri Mulyani Buka Suara
-
Sering Kesetrum Jadi Kemungkinan Alasan Ade Armando Dapat Jatah Komisaris PLN Nusantara Power
Terkini
-
Duh! Dua SMP Negeri di Sleman Terdampak Proyek Jalan Tol, Tak Ada Relokasi
-
Cuan Jumat Berkah! Tersedia 3 Link Saldo DANA Kaget, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan
-
Pendapatan SDGs BRI Capai 65,46%, Wujudkan Komitmen Berkelanjutan
-
Kelana Kebun Warna: The 101 Yogyakarta Hadirkan Pameran Seni Plastik yang Unik dan Menyentuh
-
BRI Dukung UMKM Sanrah Food Berkembang dari Warung ke Ekspor Global