Ia kini harus ekstra waspada menjaga anak balitanya dari gigitan nyamuk Aedes aegypti.
"Jelas was-was sekali, apalagi punya anak kecil yang aktif main. Setiap hari dengar ada saja tetangga atau kenalan yang anaknya opname karena DBD," ungkap Okta dihubungi Suarajogja, Selasa (22/7/2025).
Kecemasan Okta bertambah dengan kebingungan terkait program nyamuk ber-bakteri Wolbachia yang beberapa waktu lalu diimplementasikan di wilayahnya melalui program "WoW Mantul" hasil kerja sama dengan UGM.
"Dulu katanya ditebar nyamuk dari UGM itu [Wolbachia] bisa mengurangi nyamuk DBD. Tapi kok di kampung saya sekarang tetap banyak banget yang kena. Jadi sebenarnya ini efektif atau tidak? Kami sebagai warga jadi bingung," keluhnya.
Meskipun penelitian UGM menunjukkan teknologi Wolbachia terbukti efektif menekan kasus DBD hingga 77 persen di lokasi uji coba, pengalaman personal warga seperti Okta menunjukkan adanya kesenjangan antara data ilmiah dan realitas yang dirasakan di lapangan.
Fogging Ditolak, PSN Jadi Tumpuan Utama
Kepanikan warga mendorong adanya permintaan untuk melakukan fogging secara massal.
Namun, upaya ini terbentur kendala. Menurut Okta, usulan warga untuk pengasapan di wilayahnya ditolak oleh dukuh setempat.
"Kemarin warga sudah minta ada fogging, tapi kata Pak Dukuh enggak ada anggaran untuk itu. Jadi ya kami cuma bisa andalkan gerakan bersih-bersih mandiri," tuturnya.
Baca Juga: Cek Kesehatan Gratis di Bantul Diminati, Tapi... Ini Alasan Warga Masih Ragu
Menanggapi situasi ini, Kepala Dinas Kesehatan Bantul, Agus Tri Widiyantara, memberikan penegasan.
Menurutnya, fogging bukanlah solusi utama karena hanya membunuh nyamuk dewasa dan tidak memberantas jentiknya.
Upaya paling efektif, kata dia, adalah gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus yang dilakukan serentak oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Gerakan PSN ini menjadi upaya paling efektif untuk menekan kasus DBD di Bantul. Karena itu, PSN ini harus kita lakukan bersama-sama," ujar Tri Widiyantara.
Beliau juga menambahkan bahwa salah satu pemicu lonjakan kasus adalah fenomena kemarau basah, di mana hujan yang turun tak menentu di musim kemarau menciptakan banyak genangan air baru yang menjadi lokasi ideal bagi nyamuk untuk berkembang biak.
"Pencegahan kasus DBD tidak bisa dilakukan hanya oleh satu pihak saja, akan tetapi harus oleh seluruh elemen masyarakat. Karena itu, kami tak henti-hentinya mengajak masyarakat untuk selalu melakukan PSN," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pemain Terbaik Liga 2: Saya Siap Gantikan Ole Romeny!
- Pemain Arsenal Mengaku Terbuka Bela Timnas Indonesia
- 1 Detik Pascal Struijk Resmi Jadi WNI, Cetak Sejarah di Timnas Indonesia
- 4 Sedan Bekas Murah di Bawah Rp 30 Juta: Perawatan Mudah, Cocok untuk Anak Muda
- Pelatih Belanda Dukung Timnas Indonesia ke Piala Dunia: Kluivert Boleh Ambil Semua Pemain Saya
Pilihan
-
Jelang Super League, PSIM Yogyakarta Ziarahi Makam Raja: Semangat Leluhur untuk Laskar Mataram
-
Hasil Piala AFF U-23 2025: Thailand Lolos Semifinal dan Lawan Timnas Indonesia U-23
-
42 Ribu Pekerja Terkena PHK di Tahun Pertama Prabowo Menjabat
-
BPK Ungkap Rp3,53 Triliun Kerugian Negara dari Era SBY Hingga Jokowi Belum Kembali ke Kas Negara
-
5 Rekomendasi HP 5G Xiaomi di Bawah Rp 4 Juta Terbaru Juli 2025
Terkini
-
Bantul Beri Angin Segar: Program Pemberdayaan Masyarakat Padukuhan Siap Tekan Kemiskinan & Stunting
-
7 Pelanggaran Ini Jadi Incaran Polisi di Operasi Patuh Progo 2025! Jangan Sampai Kena
-
Mutasi Pejabat Sleman: Bupati Harda Ancam Rotasi Cepat Jika Kinerja Jeblok
-
Dulu Aman dari Kekeringan, Kini Srandakan Bantul Krisis Air: Apa yang Terjadi dengan Sungai Progo?
-
Rahasia Jogja Kurangi Sampah Hingga 70 Persen: Insentif Penggerobak jadi Kunci