Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 05 Agustus 2025 | 22:14 WIB
Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY, Srie Nurkyatsiwi (jaket putih topi hitam) dalam Sibakul Sport Festival di Teras Malioboro Yogyakarta, Senin (5/8/2025). [Kontributor/Putu]

SuaraJogja.id - Kebijakan baru pemerintah terkait kewajiban pembayaran royalti musik memunculkan pro kontra banyak pelaku usaha komersial, termasuk UMKM.

Pelaku usaha kecil menilai kebijakan tersebut menambah beban operasional dan berpotensi menghambat kreativitas serta aktivitas bisnis, terutama bagi UMKM yang mengandalkan ambience musik sebagai bagian dari pelayanan, seperti kafe, salon, butik, hingga event kreatif.

Menanggapi dinamika ini, Pemda DIY melalui Dinas Koperasi dan UMKM pun tengah menyusun strategi pendampingan dan fasilitasi untuk sektor jasa UMKM yang terdampak.

Hal ini dilakukan agar tidak terjadi resistensi di kalangan pelaku usaha.

"Memang dalam setiap kebijakan baru, apalagi yang berkaitan dengan biaya tambahan, akan muncul resistensi, ada rasa kegamangan," ujar Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY, Srie Nurkyatsiwi di sela Sibakul Sport Festival di Teras Malioboro Yogyakarta, Senin (5/8/2025).

Meski dirasakan merugikan UMKM di bidang jasa, Siwi meminta semua pihak juga harus melihat kebijakan royalti tersebut sebagai bagian dari proses penghormatan terhadap hak cipta para musisi.

Apalagi musisi juga merupakan bagian dari ekosistem UMKM, khususnya sektor jasa dan ekonomi kreatif.

Oleh karena itu, perlindungan terhadap hak cipta mereka juga perlu dipahami sebagai bagian dari penguatan UMKM secara menyeluruh.

Apalagi tujuan menciptakan musik juga menambah income para musisi.

Baca Juga: Danais Dipangkas Prabowo, Mesin Pengolah Sampah Rp18 Miliar di DIY Batal

Karenanya alih-alih memperdebatkan kebijakan royalti musik, pihaknya mengajak semua pihak duduk bersama dan mencari solusi.

Dengan demikian pelaku UMKM juga tidak merasa was-was atau bingung dalam menerapkan aturan baru tersebut.

Pemda DIY akan menyiapkan ruang dialog antara UMKM dan lembaga pengelola royalti untuk membahas format ideal yang tidak memberatkan pelaku usaha, namun tetap menghormati hak cipta.

Siwi juga mendorong agar kebijakan baru tersebut menjadi peluang baru bagi musisi. Mereka bisa menciptakan lagu-lagu yang pas diputar sesuai kebutuhan UMKM.

"Kalau sekarang dampaknya [kebijakan royalti] banyak pro kontranya ya. Tapi saya satu hal yang wajar, tapi pasti ada solusinya," ungkapnya.

Siwi menambahkan, pendataan yang akurat terhadap UMKM sektor jasa di DIY juga penting dilakukan.

Sebab selama ini sebagian besar data dan intervensi program yang didanai APBD lebih banyak didominasi oleh subsektor kuliner dan fashion.

Padahal, menurutnya, dari total 17 sektor ekonomi kreatif, termasuk sektor jasa seperti musik, seni pertunjukan.

Karenanya Siwi mendorong lebih banyak pelaku usaha di bidang ekonomi kreatif untuk bergabung di SiBakul Jogja yang merupakan digitalisasi model pembinaan sirkular bagi pelaku koperasi dan UMKM di DIY untuk mendapatkan kemudahan dari sisi pendanaan usaha.

Pemda DIY melalui platform Sibakul Jogja selama ini membuka peluang bagi UMKM jasa untuk bergabung dan mendapatkan berbagai kemudahan, termasuk pendampingan dalam pendaftaran hak cipta.

"Kita kan perlu data keragaman UMKM yang ada di jogja itu seperti apa, biar kami saat mengambil kebijakan bisa tepat intervensinya," ujar dia.

Selain isu royalti, kebijakan perpajakan digital seperti PPN untuk transaksi e-commerce yang digulirkan pemerintah pusat juga menjadi perhatian Pemda DIY.

Meski saat ini belum ada regulasi resmi, Pemda DIY berharap ada batas minimal transaksi agar pelaku UMKM tidak langsung terdampak.

"Kalau memang ada PPN e-commerce, kita harapkan jangan semua dikenai pukul rata. Misalnya transaksi di bawah Rp500 ribu tidak kena. Ini yang sedang kami komunikasikan juga ke pusat," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More