- Sri Purnomo jadi tersangka korupsi, kuasa hukum sebut eks Sekda Sleman punya peran lebih dominan.
- Perbup 49/2020 diklaim bukan keputusan pribadi, tapi hasil kajian kolektif jaksa dan polisi.
- Tudingan kerugian negara Rp10,9 Miliar dianggap prematur dan tak bisa dibebankan penuh pada bupati.
SuaraJogja.id - Babak baru kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020 dimulai. Usai Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman menetapkan mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo, sebagai tersangka pada Selasa (30/9/2025), tim kuasa hukum langsung melancarkan pembelaan sengit.
Alih-alih pasrah, pihak Sri Purnomo justru 'melempar bola panas' dan menunjuk pihak lain yang dianggap memiliki peran lebih krusial dalam pusaran kasus ini, yakni Sekretaris Daerah (Sekda) Sleman pada saat itu.
Kuasa hukum Sri Purnomo, Soepriyadi, menegaskan bahwa kliennya tidak bisa dipandang sebagai satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab. Menurutnya, ada figur yang lebih dominan dalam mengatur teknis penyaluran dana hibah tersebut.
"Kami menduga bahwa yang pada saat itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman sekaligus Ketua Tim Teknis dan Ketua Tim Pelaksana Kegiatan memiliki peran jauh lebih dominan dalam mengatur, melaksanakan, dan memastikan jalannya penyaluran dana hibah tersebut," kata Soepriyadi dalam keterangannya yang diterima Suara.com, Rabu (1/10/2025).
Menurutnya, tim teknis yang dipimpin oleh Sekda saat itu secara langsung menangani seluruh pelaksanaan di lapangan. Mereka juga yang melakukan penelaahan terhadap aturan dalam Surat Keputusan (SK) maupun Peraturan Bupati (Perbup).
"Sehingga tanggung jawab pelaksanaan sesungguhnya berada pada level teknis tersebut," ucapnya.
Dalih di Balik Perbup Kontroversial
Tim kuasa hukum juga meluruskan tuduhan jaksa mengenai modus operandi yang dilakukan Sri Purnomo dengan menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 49 Tahun 2020, yang menjadi pangkal masalah.
Soepriyadi membantah keras bahwa Perbup tersebut merupakan produk subjektif atau keputusan pribadi Sri Purnomo sebagai kepala daerah. Sebaliknya, ia mengklaim bahwa regulasi itu lahir dari proses panjang dan kolektif.
Baca Juga: BREAKING NEWS: Mantan Bupati Sleman Sri Purnomo jadi Tersangka Korupsi Dana Hibah Pariwisata
"Peraturan Bupati Nomor 49 Tahun 2020 bukanlah produk subjektif yang lahir dari keputusan pribadi seorang kepala daerah, melainkan hasil kajian panjang yang melibatkan tim teknis kesekretariatan daerah, pihak Kejaksaan, dan pihak kepolisian," ungkapnya.
"Setiap pasal dan substansi di dalamnya merupakan hasil analisis administratif, pertimbangan teknis, serta evaluasi hukum yang disusun secara kolektif," sambung Soepriyadi.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa tujuan penerbitan Perbup tersebut justru mulia. Tujuannya adalah untuk memperluas jangkauan penerima manfaat hibah pariwisata agar tidak hanya terpusat di desa wisata, tetapi juga menyentuh pelaku sektor pariwisata lain yang sama-sama terdampak parah oleh pandemi Covid-19.
"Kebijakan ini bersifat responsif, berpihak pada masyarakat luas, serta sesuai dengan tujuan dana hibah yang diberikan pemerintah pusat," ujarnya.
Kerugian Negara Dianggap Prematur
Mengenai angka kerugian negara yang fantastis, yakni mencapai Rp10.952.457.030, pihak Sri Purnomo menilai angka tersebut masih perlu diuji secara ketat. Menurutnya, penetapan kerugian harus berdasarkan hasil audit resmi dari lembaga yang berwenang seperti BPK atau BPKP.
Soepriyadi berargumen, angka tersebut tidak dapat serta-merta dilekatkan sebagai tanggung jawab pribadi Bupati. Sebab, pelaksanaan teknis penyaluran dana sepenuhnya berada di ranah tim pelaksana.
"Membebankan kerugian negara secara penuh kepada Bupati adalah bentuk kesimpulan prematur yang tidak mencerminkan proses hukum objektif," tegasnya.
Oleh karena itu, tim kuasa hukum bersikukuh bahwa Perbup Nomor 49 Tahun 2020 adalah produk hukum yang sah dan tidak dapat dijadikan dasar tuduhan korupsi yang diarahkan secara pribadi kepada Sri Purnomo.
"Kami menegaskan kembali bahwa harapan terbesar kami adalah agar Kejaksaan Negeri Sleman dapat menegakkan hukum secara profesional, objektif, dan proporsional, sehingga kebenaran materiil dapat benar-benar terungkap dan rasa keadilan dapat ditegakkan sebagaimana mestinya," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Sri Purnomo Tersangka, Pengacara 'Lempar Bola Panas' ke Eks Sekda Sleman: Perannya Jauh Dominan!
-
Waspada, Hujan Lebat, Angin Kencang, Hingga Hujan Es Ancam DIY Mulai Oktober 2025
-
Maxride di Yogyakarta Makin Merajalela: Dishub Saling Lempar Tanggung Jawab
-
Korupsi Dana Hibah Pariwisata di Sleman: ARPI Desak Kejaksaan Usut Tuntas hingga Akar-Akarnya
-
Perdana Arie Veriasa Ditangkap Polda DIY, BEM KM UNY Tuntut Pembebasan, Ini Alasannya