Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 03 Oktober 2025 | 18:33 WIB
Rektor UII, Fathul Wahid dalam acara pernyataan sikap UII, Kamis (14/3/2024) siang. [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]
Baca 10 detik
  • Penangkapan aktivis di Jogja mendapat kecaman dari sejumlah pihak
  • Rektor UII, Fathul Wahid ikut mengkritik penangkapan aktivis Paul yang sebelumnya ditangkap oleh jajaran Polda DIY dan Polda Jatim
  • Fathul bahkan akan menjadi penjamin penangguhan penahanan aktivis dari SMI tersebut

"Bisa jadi ada anarkisme, tetapi siapa pelakunya, kita tidak tahu," ungkapnya.

Mereka yang menyuarakan isu lingkungan, hak asasi manusia, keadilan sosial, atau kebijakan ekonomi yang timpang, sering kali berhadapan dengan risiko yang tidak kecil.

"Latar belakang perjuangan mereka mungkin beragam, tapi semangatnya sama, menjaga nurani bangsa agar tetap hidup," ucapnya.

Disampaikan Fathul, jika para aktivis ini diperlakukan sebagai musuh negara, kepercayaan publik akan makin terkikis.

Masyarakat akan takut bersuara, dan ruang dialog konstruktif akan tertutup rapat.

"Kalau ini dibiarkan, kita sedang menyiapkan panggung bagi lahirnya otoritarianisme atau kediktatoran baru, sesuatu yang pasti tidak kita inginkan hadir di Indonesia. Saya sangat yakin pemerintah saat ini tidak mau diberi label sebagai diktator baru," tandasnya.

Dia menegaskan bahwa negara seharusnya hadir untuk melindungi kebebasan warganya bukan mengekangnya.

Sebab, negara yang sehat selalu ditopang oleh masyarakat sipil yang kuat.

Tanpa masyarakat sipil yang berani bersuara, negara hanya akan dikelilingi bisu yang penuh basa-basi.

Baca Juga: Protes Kenaikan Tunjangan, Aktivis Jogja Kirim Korek Kuping dan Penghapus ke DPR RI

"Ini bukan hanya tentang satu orang, ini tentang hak kita bersama. Ini tentang menjaga agar Indonesia tidak kehilangan akal sehatnya, tidak kehilangan jiwanya. Karena tanpa keberanian masyarakat sipil, demokrasi hanyalah nama tanpa isi," pungkasnya.

Load More