- Kesehatan mental di Jogja menjadi perhatian serius
- Adanya judi online dan tak mudah bercerita menjadi beberapa faktornya
- Kasus ini bisa semakin memburuk jika tak ada perhatian dari berbagai sektor baik pemerintahan dan warga sendiri
Selain paparan internet, judol kini menjadi pemicu baru gangguan mental yang paling banyak ditemukan di Yogyakarta.
Dia menyebut, kasus-kasus depresi akibat judol kini melibatkan banyak korban dari berbagai lapisan masyarakat.
"Awalnya hanya coba-coba. Tapi begitu kalah, mereka terus bermain, lalu terjerat utang. Ada yang kehilangan pekerjaan, rumah tangga hancur, bahkan masuk rehabilitasi. Banyak yang akhirnya kehilangan harapan hidup," tandasnya.
Sementara Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, pandemi Covid-19 menjadi titik balik dalam peta kesehatan jiwa nasional.
Pasca pandemi, jumlah pasien gangguan mental meningkat tajam.
"Selama masa lockdown, banyak orang terisolasi, tidak bisa keluar rumah, kehilangan interaksi sosial, pekerjaan, dan rasa aman. Setelah pandemi pun, kondisi itu tidak benar-benar pulih. Mereka membawa beban psikis yang belum selesai," ungkapnya.
Menurut Imran, banyak panti rehabilitasi jiwa kini kewalahan.
Panti yang seharusnya hanya menerima pasien yang sudah stabil.
Tapi di lapangan, banyak yang datang masih dalam kondisi akut.
Baca Juga: Bukan Asal Manggung! Ini 7 Spot Resmi Pengamen di Malioboro, Ada Lokasi Tak Terduga
Padahal perawatan awal bagi pasien gangguan jiwa seharusnya dilakukan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas yang memiliki layanan jiwa.
"Kalau mereka langsung masuk panti dalam keadaan belum stabil, bisa membahayakan diri sendiri maupun lingkungan," paparnya.
Secara terpisah Muhammad Raffiansyah dari Pusat Rehabilitaasi Yakkum dalam sosialisasi Kesehatan Mental Bagi Generasi Muda di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, mengungkapkan banyak masyarakat mengalami gangguan psikologis karena tidak punya tempat untuk bercerita.
"Mereka kehilangan ruang untuk berbagi, kehilangan koneksi sosial. Itu yang paling berbahaya. Kita sering lupa bahwa orang sakit jiwa bukan hanya karena faktor medis, tapi karena kehilangan dukungan manusiawi," ungkapnya.
Ia menjelaskan, banyak kasus depresi yang bisa dicegah jika masyarakat punya budaya saling mendengar.
Sebab, dari banyak kasus yang ditemukan Yakkum, orang-orang yang merasa tidak punya siapa pun untuk bercerita.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Sunscreen Terbaik untuk Flek Hitam Usia 50 Tahun, Atasi Garis Penuaan
- Sosok Profesor Kampus Singapura yang Sebut Pendidikan Gibran Cuma Setara Kelas 1 SMA
- 14 Kode Redeem FC Mobile Hari Ini 7 Oktober 2025, Gaet Rivaldo 112 Gratis
- 3 Link DANA Kaget Khusus Hari Ini, Langsung Cair Bernilai Rp135 Ribu
- 5 Fakta Heboh Kasus Video Panas Hilda Pricillya dan Pratu Risal yang Guncang Media Sosial
Pilihan
-
Stop Lakukan Ini! 5 Kebiasaan Buruk yang Diam-diam Menguras Gaji UMR-mu
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
-
Istri Thom Haye Keram Perut, Jadi Korban Perlakuan Kasar Aparat Keamanan Arab Saudi di Stadion
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Kemera Terbaik, Mudah Tapi Bisa Diandalkan
-
Kontroversi Penalti Kedua Timnas Indonesia, Analis Media Arab Saudi Soroti Wasit
Terkini
-
Tiga Warna, Satu Meja: Hotel Tentrem Yogyakarta Sukses Perkuat Diplomasi Prancis dan Indonesia
-
Penataan PKL di Jalan Persatuan UGM Masih Tersendat, Pemkab Sleman Tunggu Perda Baru
-
'Aksi Kami Kem-Arie': Mahasiswa Ilmu Sejarah UNY Turun Tangan Bela Rekan yang Dikriminalisasi
-
Yogyakarta Darurat Kesehatan Mental: Krisis Depresi dan Gangguan Jiwa Mengintai Generasi Muda
-
Saldo DANA Gratis Menanti, Klaim DANA Kaget Sekarang dengan Link Ini