Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 19 Oktober 2025 | 21:24 WIB
Ilustrasi penambangan tanah. [ANTARA/Niko Panama]
Baca 10 detik
  • Tambang di Kulon Progo mendapat protes warga
  • Beberapa lokasi penambangan sudah dekat dengan kediaman warga dan berbahaya
  • Warga mendesak pemerintah turun tangan

SuaraJogja.id - Sejumlah bangunan milik warga di RT 19, Padukuhan Grigak, Kalurahan Giripurwo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, dilaporkan terancam longsor akibat aktivitas pertambangan yang berlangsung di wilayah tersebut.

Warga setempat mengeluhkan tidak adanya sosialisasi sebelum alat berat mulai beroperasi dan melakukan pengerukan tanah.

Aktivitas tambang yang sebelumnya hanya berlokasi di RT 18 kini meluas hingga ke RT 19 dalam sebulan terakhir.

Salah satu warga RT 19, Munjid Alamsyah, bersama rekannya Tri Wanto, menyebutkan bahwa kegiatan tambang itu dilakukan tanpa izin resmi dan tanpa pemberitahuan kepada warga.

"Izinnya hanya untuk RT 18, tapi pengerukan meluas sampai ke RT 19 tanpa sosialisasi. Tidak ada izin tertulis, hanya omongan saja, lalu langsung dikeruk," ungkap Munjid dikutip dari Harianjogja.com, Minggu (19/102025).

Menurutnya, area tambang yang sudah digali di wilayah RT 19 mencapai sekitar 1 hektare, seluruhnya berupa lahan pekarangan.

Setiap hari, alat berat tampak menggali tanah, sementara truk keluar masuk mengangkut hasil galian, kecuali saat hujan turun.

Bangunan warga yang berada di tepi galian kini hanya berjarak sekitar satu meter dari tebing curam dengan kedalaman mencapai 10 meter, sehingga berisiko tinggi mengalami longsor.

“Bangunan terakhir berupa rumah singgah dan kandang ternak kini sudah terhimpit, jaraknya tinggal satu meter dari tebing,” jelasnya.

Baca Juga: Profil Untoro Wiyadi: Dari Kepala BUKP Jadi Tersangka Korupsi Rp8 M, Terancam Penjara Seumur Hidup

Munjid menambahkan, warga khawatir jika bangunan terakhir itu ikut dirobohkan, aktivitas tambang akan semakin meluas dan mendekati permukiman.

Saat ini, jarak antara lokasi galian dengan rumah warga hanya sekitar 20 meter.

Ia juga menyebut, pemilik lahan sempat memperbolehkan penggalian asalkan dibangun talud penahan dan rumah warga dikembalikan seperti semula.

Namun, pihak pelaksana tambang disebut tidak menyanggupi permintaan tersebut dan terkesan lepas tangan terhadap potensi kerusakan pasca tambang.

"Setelah tambang selesai, masyarakat tidak tahu lahan itu akan dijadikan apa. Informasi dari pihak RT 18 katanya untuk pembuatan bibit, tapi wilayah RT 19 belum ada kejelasan," tambahnya.

Warga pun mengaku bingung harus melapor ke mana. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai petani dan tidak memahami prosedur pelaporan tambang ilegal.

Load More