- Tambang di Kulon Progo mendapat protes warga
- Beberapa lokasi penambangan sudah dekat dengan kediaman warga dan berbahaya
- Warga mendesak pemerintah turun tangan
SuaraJogja.id - Sejumlah bangunan milik warga di RT 19, Padukuhan Grigak, Kalurahan Giripurwo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, dilaporkan terancam longsor akibat aktivitas pertambangan yang berlangsung di wilayah tersebut.
Warga setempat mengeluhkan tidak adanya sosialisasi sebelum alat berat mulai beroperasi dan melakukan pengerukan tanah.
Aktivitas tambang yang sebelumnya hanya berlokasi di RT 18 kini meluas hingga ke RT 19 dalam sebulan terakhir.
Salah satu warga RT 19, Munjid Alamsyah, bersama rekannya Tri Wanto, menyebutkan bahwa kegiatan tambang itu dilakukan tanpa izin resmi dan tanpa pemberitahuan kepada warga.
"Izinnya hanya untuk RT 18, tapi pengerukan meluas sampai ke RT 19 tanpa sosialisasi. Tidak ada izin tertulis, hanya omongan saja, lalu langsung dikeruk," ungkap Munjid dikutip dari Harianjogja.com, Minggu (19/102025).
Menurutnya, area tambang yang sudah digali di wilayah RT 19 mencapai sekitar 1 hektare, seluruhnya berupa lahan pekarangan.
Setiap hari, alat berat tampak menggali tanah, sementara truk keluar masuk mengangkut hasil galian, kecuali saat hujan turun.
Bangunan warga yang berada di tepi galian kini hanya berjarak sekitar satu meter dari tebing curam dengan kedalaman mencapai 10 meter, sehingga berisiko tinggi mengalami longsor.
“Bangunan terakhir berupa rumah singgah dan kandang ternak kini sudah terhimpit, jaraknya tinggal satu meter dari tebing,” jelasnya.
Baca Juga: Profil Untoro Wiyadi: Dari Kepala BUKP Jadi Tersangka Korupsi Rp8 M, Terancam Penjara Seumur Hidup
Munjid menambahkan, warga khawatir jika bangunan terakhir itu ikut dirobohkan, aktivitas tambang akan semakin meluas dan mendekati permukiman.
Saat ini, jarak antara lokasi galian dengan rumah warga hanya sekitar 20 meter.
Ia juga menyebut, pemilik lahan sempat memperbolehkan penggalian asalkan dibangun talud penahan dan rumah warga dikembalikan seperti semula.
Namun, pihak pelaksana tambang disebut tidak menyanggupi permintaan tersebut dan terkesan lepas tangan terhadap potensi kerusakan pasca tambang.
"Setelah tambang selesai, masyarakat tidak tahu lahan itu akan dijadikan apa. Informasi dari pihak RT 18 katanya untuk pembuatan bibit, tapi wilayah RT 19 belum ada kejelasan," tambahnya.
Warga pun mengaku bingung harus melapor ke mana. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai petani dan tidak memahami prosedur pelaporan tambang ilegal.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
Terkini
-
Bidik Peningkatan Kunjungan Wisatawan Mancanegara, Pemkot Jogja Dorong Tambahan Direct Flight
-
Usai Viral Sebut Jokowi Bukan Alumni, Layanan LISA AI UGM Tak Bisa Digunakan
-
Gudeg Legend di Jogja Sediakan Makanan Gratis, Sajikan Menu Nusantara untuk Perantau Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Spesial Jumat Berkah untuk Warga Jogja: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
UGM Buka Peluang Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera