Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 02 November 2025 | 08:46 WIB
Seroang pengunjung menyambangi Pameran “Together Beyond Limits” di Aveta Hotel Malioboro, Sabtu (1/11/2025). [Kontributor/Putu]
Baca 10 detik
  • Pameran seni disabilitas digelar di Jogja
  • Aveta Hotel dan JDA sebagai penyelenggara menggandeng sekitar 25 seniman
  • Seni yang ditampilkan beranekaragam mulai dari politik, isu lingkungan dan lainnya

Artinya, mereka punya kepekaan sosial tinggi.

"Mereka tidak melihat diri sebagai korban, tapi sebagai bagian dari masyarakat yang punya pandangan tajam terhadap kehidupan," ungkapnya.

Salah satu karya yang mencuri perhatian menampilkan gambar mata yang ditarik ke satu arah. Menurut Sukri, lukisan itu merupakan kritik sosial terhadap situasi politik yang timpang.

Lukisan itu merupakan karya seniman tuli bicara. Dia ingin bicara tentang sesuatu yang susah diubah, salah satunya tentang pemerintah daerah dan sistem yang lamban.

"Bahasa visual menjadi cara mereka menyampaikan hal-hal besar yang sulit diungkap dengan kata-kata," tandasnya.

Pendekatan inklusif dalam JDA juga diterapkan dalam proses berkarya.

Para seniman tidak diarahkan secara kaku, melainkan diajak menggali makna dan pengalaman pribadi.

"Kami tidak menentukan, kamu gambar ini, kamu gambar itu. Tapi kami tanya, tema ini, apa yang kamu tahu, apa yang ingin kamu ceritakan? Dari situ muncul karya yang jujur dan berakar pada pengalaman masing-masing," ungkapnya.

Di antara para peserta, nama Rokita Rahayu dari Gunungkidul juga menarik perhatian.

Baca Juga: Bantul Lawan Kemiskinan Ekstrem: Bansos Pangan dan Alat Bantu Disabilitas Disalurkan

Ia merupakan penyandang tuli bicara yang tidak bisa baca tulis, namun memiliki kemampuan menggambar alami.

Karya Rokita terpajang di jantung Malioboro, berdampingan dengan karya seniman dari berbagai daerah.

Bagi JDA, kisah seperti Rokita menunjukkan seni adalah alat pemberdayaan yang nyata.

"Kami tahu dari teman seniman di Gunungkidul. Rokita sering menggambar di kertas bekas dan hasilnya bagus. Lalu kami dampingi. Karena dia tidak bisa baca-tulis dan tidak menggunakan YouTube, jadi proses belajarnya lewat observasi langsung, seperti diajak menonton pameran," katanya.

Beberapa karya dijual dengan harga antara tiga hingga sepuluh juta rupiah dalam pameran kali ini.

Namun bagi para seniman disabilitas, nilai bukan di angka, melainkan di pengakuan dan keberlanjutan.

Load More