- Persoalan sampah di Sleman masih belum terselesaikan
- Kebiasaan membuang sampah warga masih ditemukan
- Pemkab Sleman sudah memberlakukan sanksi pelaku pembuang sampah
SuaraJogja.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman mengakui pengelolaan sampah di wilayahnya belum berjalan maksimal. Sejauh ini Bumi Sembada baru bisa mengatasi separuh dari total timbulan sampah harian.
Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman, Sugeng Riyanta, menuturkan saat ini Sleman memiliki tiga Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) sebagai fasilitas utama.
Namun, kapasitasnya belum mencukupi pasca-penutupan TPA Piyungan.
Berdasarkan data DLH, timbulan sampah di Sleman mencapai sekitar 600 ton per hari. Dari jumlah itu, hanya separuh yang bisa tertangani.
"Timbulan sampah kita ada 600 ton per hari. Kalau normal pada saat itu, kita membuang sampah ke TPA Piyungan rata-rata per hari itu 310 ton," kata Sugeng, dikutip, Jumat (7/11/2025).
"Dengan adanya TPST ini kami belum bisa mampu untuk menangani secara normal. Artinya 50 persen dari timbulan sampah kita belum bisa kita tangani secara tuntas," tambahnya.
Menurut paparan DLH Sleman, dari total 44 TPS 3R yang tersebar di kabupaten, hanya 32 unit yang aktif beroperasi.
Selain itu, ada satu transfer depo yang tak beroperasi dari 14 transfer depo yang ada.
Kecenderungan TPS 3R tidak beroperasi di wilayah perdesaan. Faktor kemampuan dan kemauan membayar warga.
Baca Juga: Kronologi Pembunuhan Perempuan di Gamping: Dari Penolakan Cinta Hingga Cekcok yang Hilangkan Nyawa
Sementara untuk transfer depo tidak aktif di Jumeneng Seyegan berkaitan dengan lokasi yang kurang strategis.
Kesadaran Warga Masih Rendah
Kondisi ini diperparah dengan rendahnya partisipasi warga dalam memilah dan mengolah sampah.
Padahal langkah itu dinilai penting untuk ikut mengurangi sampah.
"Kami mendorong pada warga masyarakat kita di Kabupaten Sleman ini melakukan pilah dan olah sampah dari rumah. Jadi yang nanti bisa kita tangani ini benar-benar sampah yang sudah terpilah artinya dari sumber sampahnya ini sudah benar-benar terpilah dari organik dan anorganik," ujarnya.
Untuk pengolahan lanjutan, DLH masih memilih menggunakan teknologi RDF (Refuse Derived Fuel) dengan dibantu oleh pihak ketiga untuk pengelolaan lebih lanjut.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
Terkini
-
Buang Sampah Sembarangan Jadi Kebiasaan: PR Besar Sleman Ubah Mindset Warga
-
124 Ribu Warga Yogyakarta Terancam? BGN Desak Dinkes Perketat Izin Dapur MBG
-
Jamaah Haji DIY Tak Perlu ke Solo Lagi, Embarkasi Langsung dari YIA Mulai 2026
-
Kronologi Pembunuhan Perempuan di Gamping: Dari Penolakan Cinta Hingga Cekcok yang Hilangkan Nyawa
-
Awalnya Mau Kasih Uang, Akhirnya... Tragedi di Sleman Ungkap Fakta Hubungan Asmara Berujung Maut