Budi Arista Romadhoni | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 13 November 2025 | 11:12 WIB
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Jl. Rotowijayan, Panembahan, Kecamatan Kraton, Kota Jogja, DIY. (Kratonjogja.id)
Baca 10 detik
  • Trah Sri Sultan Hamengkubuwono II akan menempuh jalur hukum internasional di Mahkamah Internasional menuntut tanggung jawab Inggris atas penyerbuan Keraton Yogyakarta tahun 1812.
  • Penyerbuan yang dipimpin Thomas Stamford Raffles pada Juni 1812 tersebut dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan terencana, bukan sekadar penjarahan biasa.
  • Tuntutan utama meliputi pengembalian seluruh sekitar 7.000 manuskrip berharga dan harta benda, serta permintaan maaf resmi dari Kerajaan Inggris.

SuaraJogja.id - Trah Sri Sultan Hamengkubuwono II (HB II) menegaskan akan melangkah ke Mahkamah Internasional untuk menuntut pertanggungjawaban Kerajaan Inggris atas penyerbuan Keraton Yogyakarta pada peristiwa Geger Sepehi tahun 1812. 

Mereka menilai peristiwa tersebut bukan sekadar penjarahan, melainkan kejahatan kemanusiaan yang terencana.

Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika sekaligus perwakilan Trah Sultan HB II, Fajar Bagoes Poetranto, mengatakan langkah hukum internasional ini diambil setelah tiga kali surat resmi yang dikirim ke Kedutaan Besar Inggris di Jakarta tak mendapat tanggapan berarti. 

"Kami ingin Inggris mengakui bahwa ini bukan sekadar insiden penjarahan, tetapi ada aspek kejahatan kemanusiaan yang menyeluruh," tegas Fajar, dikutip, Kamis (13/11/2025).

Fajar menjelaskan, dalam penyerbuan 19-20 Juni 1812 itu, pasukan Inggris di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles tidak hanya menggulingkan kekuasaan Sultan HB II. 

Lebih dari itu melakukan pengasingan, perampasan aset, dan penghancuran tatanan politik serta sosial Kasultanan Yogyakarta. 

"Ada perencanaan militer, kekerasan terhadap kedaulatan, dan hilangnya nyawa serta martabat," imbuhnya.

Menurut riset yang dikumpulkan pihak keluarga, Inggris menjarah kekayaan moneter, artefak budaya, dan ribuan manuskrip berharga milik Keraton. 

Di antara rampasan itu, tercatat sebanyak 800 ribu Dollar Spanyol berupa emas dan perak yang kemudian dibagikan sebagai bonus kemenangan bagi pasukan Inggris. 

Baca Juga: Soeharto Bukan Pahlawan, Ia Penjahat Kemanusiaan Suara Lantang Jogja Memanggil Tolak Keputusan Istana

Ia menyebut lebih dari 7.000 naskah kuno milik Keraton Yogyakarta turut dijarah dan kini tersebar di berbagai lembaga di Eropa, termasuk British Library di London dan Universitas Leiden di Belanda. 

Naskah-naskah tersebut mencakup sejarah, ajaran moral, ilmu pengetahuan, hingga teks keagamaan yang menjadi fondasi kebudayaan Jawa.

Trah Sultan HB II juga menilai penyerahan salinan digital 75 dan 120 manuskrip oleh Duta Besar Inggris kepada Keraton Yogyakarta baru-baru ini belum menyelesaikan masalah. 

"Manuskrip harus dikembalikan dalam bentuk aslinya, bukan digital. Kami Menuntut pengembalian seluruh lebih kurang 7.000 manuskrip serta harta benda lainnya, termasuk emas," ucapnya.

Fajar menambahkan, tuntutan utama mereka adalah agar Kerajaan Inggris menyampaikan permintaan maaf resmi kepada keturunan Sultan HB II dan masyarakat Yogyakarta atas peristiwa 1812. 

"Trah Sultan HB II berharap Inggris dapat mencontoh langkah Pemerintah Belanda yang telah melakukan pengembalian/claming benda-benda bersejarah yang diambil dari Indonesia," pungkasnya.

Load More