- Khoirudin (Mbah Oden) adalah perajin blangkon 75 tahun di Desa Beji yang melestarikan tradisi sejak 1965, pernah melayani pesanan Keraton hingga artis terkenal.
- Desa Beji merupakan sentra blangkon sejak 1970-an dengan sekitar 14 perajin yang kini menjual produk secara daring menjangkau pasar internasional.
- Para perajin menghadapi tantangan regenerasi yang sulit serta mengharapkan adanya pendampingan pemerintah untuk hak paten dan pembangunan *showroom* bersama.
Kini jumlah perajin blangkon di Beji ada sekitar 14 orang. Masing-masing bekerja dari rumahnya, dengan pola produksi yang mirip dan saling mengenal satu sama lain.
Mereka memproduksi blangkon gaya Jogja Mataram, gaya khas yang tidak pernah berubah dari generasi ke generasi.
Dalam hal pemasaran, Wawan menjelaskan bahwa para perajin tidak hanya mengandalkan penjualan ke pedagang di Pasar Beringharjo. Namun kini dengan perkembangan zaman, mereka telah merambah penjualan daring.
Dengan itu, blangkon Beji dapat menjangkau pemesan dari seluruh Indonesia, bahkan hingga ke negara-negara tetangga.
"Kalau online itu sudah seluruh Indonesia," tuturnya.
Harga blangkon pun beragam. Dari Rp75 ribu hingga jutaan rupiah untuk blangkon berbahan batik tulis. Bahan baku mereka dapatkan dari berbagai sumber, mulai dari pembatik asli di Bantul hingga wilayah sekitar Keraton.
Regenerasi yang Tertahan di Tangan Waktu
Namun, di balik geliat usaha itu untuk tetap menjaga nyala api itu, tersimpan kegelisahan yang perlahan tumbuh. Para perajin sepuh mulai menua, sementara generasi muda masih ragu untuk meneruskan tradisi ini.
Wawan mengungkapkan bahwa anak-anak muda di lingkungan perajin belum menunjukkan minat kuat untuk belajar.
"Sementara belum ada yang mau belajar," ujarnya.
Beberapa di antara mereka memang sesekali membantu orang tua, tetapi belum ada yang benar-benar terjun sepenuh hati. Pola belajar pun lebih banyak hanya melihat dan meniru, tanpa proses formal yang dapat memastikan keberlanjutan tradisi.
"Sebenarnya ada, cuma belum fokus," imbuhnya.
Kegelisahan lain yakni soal persaingan dengan perajin dari kabupaten lain di Yogyakarta yang kian ketat. Mereka perlu menjaga kualitas agar tetap bisa bersaing.
Namun, dengan produksi terbatas dan modal yang kecil, langkah itu tidak selalu mudah. Omset perajin pun tidak stabil sebab akan bergantung pada pesanan pula.
Tradisi, Tantangan, dan Ketidakpastian
Berita Terkait
Terpopuler
- 8 Sepatu Skechers Diskon hingga 50% di Sports Station, Mulai Rp300 Ribuan!
- Cek Fakta: Jokowi Resmikan Bandara IMIP Morowali?
- Ramalan Shio Besok 29 November 2025, Siapa yang Paling Hoki di Akhir Pekan?
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70 Persen di Foot Locker
- 3 Rekomendasi Sepatu Lari Hoka Terbaik Diskon 70 Persen di Foot Locker
Pilihan
-
Sambut Ide Pramono, LRT Jakarta Bahas Wacana Penyambungan Rel ke PIK
-
Penjarahan Beras di Gudang Bulog Sumut, Ini Alasan Mengejutkan dari Pengamat
-
Kids Dash BSB Night Run 2025 Jadi Ruang Ramah untuk Semua Anak: Kisah Zeeshan Bikin Terharu
-
Profil John Herdman, Pesaing Van Bronckhorst, Calon Pelatih Timnas Indonesia
-
Info A1! Orang Dekat Giovanni van Bronckhorst Bongkar Rumor Latih Timnas Indonesia
Terkini
-
Jejak Sunyi Menjaga Tradisi: Napas Panjang Para Perajin Blangkon di Godean Sleman
-
Kisah Inspiratif Laila, Ratu Batik Lampung yang Berdayakan Ratusan Perempuan
-
Tikam Samurai Siap Difilmkan: Epik Minangkabau yang Menantang Industri Layar Lebar
-
Motor Dinas Cuma Rp340 Ribu? Pemkot Jogja Buka Lelang Besar-Besaran, Begini Caranya!
-
Mantap! 26 UMKM Binaan BRI Jual Produknya di SOGO Central Park