Tak Bisa Pakai BPJS, Ayah Korban Klitih Sleman: Pemerintah Tak Perhatian

Yulianto curhat terkait BPJS, yang tak bisa digunakan. Dia juga menyindir pemerintah, yang enggan memberi sanksi tegas untuk pelaku klitih.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 08 November 2019 | 14:51 WIB
Tak Bisa Pakai BPJS, Ayah Korban Klitih Sleman: Pemerintah Tak Perhatian
Keluarga korban aksi klitih di Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman memberi keterangan saat ditmui di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta - (SUARA/Boaktora)

SuaraJogja.id - Keluarga korban klitih di Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman mengeluhkan asuransi BPJS kesehatan, yang menurutnya tak bisa digunakan meskipun iuran selalu dibayarkan untuk mendapat keringanan ketika terjadi kecelakaan.

Yulianto, ayah Bagus Rifki, yang menjadi korban klitih di Sleman, lantas mengaku kecewa dengan pemerintah karena seakan tidak memberikan perhatian pada korban-korban klitih di DIY.

"Klitih ini kan sifatnya kecelakaan. Seharusnya hal ini bisa dikover oleh BPJS. Harapan saya ikut iuran ini kan untuk meringankan biaya kesehatan saat terjadi kecelakaan. Namun malah tidak bisa digunakan. Pemerintah tidak perhatian dengan korban klitih di DIY hingga saat ini," tuturnya saat diwawancarai SuaraJogja.id, Jumat (8/11/2019).

Namun begitu, pengguna BPJS Kelas III ini menyatakan, sebelumnya pihak Rumah Sakit telah memberitahu bahwa BPJS memang tak bisa digunakan. Sebab, peristiwa yang menimpa anaknya adalah penganiayaan, sehingga tidak masuk ke daftar bantuan asuransi terkait.

Baca Juga:Geger Klitih di Sore Hari, Korban Dikabarkan Pingsan Usai Dilempar Batu

"Ya saya sudah diberi tahu terkait hal itu. Tapi seharusnya pemerintah setempat bisa mengeluarkan kebijakan khusus untuk korban-korban klitih ini. Klitih itu kerap terjadi di DIY, sehingga pemprov setempat bisa membuat keringanan biaya ketika warganya jadi korban klitih," harap dia.

Pria 39 tahun ini menyatakan hanya pasrah dengan tanggungan biaya perawatan yang sangat besar. Namun begitu, pihak RS PKU Muhammadiyah mengarahkan untuk membuat surat keringanan dari kelurahan tempat tinggalnya. Hal itu sebagai cara untuk membantu melunasi biaya RS.

"Pihak rumah sakit mengarahkan untuk membuat surat keringanan dari desa atau kelurahan tempat kami tinggal. Harapannya, surat itu bisa membantu kami untuk melunasi tanggungan yang besar. Saat ini saya serahkan sama yang maha kuasa," ungkap Yulianto.

Tak hanya menyoroti soal BPJS, yang tidak bisa mengkover nasabahnya, Yulianto juga mengeluhkan tindakan dari pemerintah, yang tampaknya ragu untuk membuat efek jera bagi pelaku klitih. Pasalnya, kebanyakan pelaku tindak kejahatan ini dilakukan oleh anak usia di bawah umur.

"Efek jera yang diberikan pemerintah kepada pelaku juga tidak pernah ampuh. Alasannya, pelaku masih di bawah umur. Jika salah memberi hukuman, nanti bersinggungan dengan peraturan KPAI. Kasihan korban-korban klitih ini. Harus ada efek jera," tukas Yulianto.

Baca Juga:Warga Blimbingsari Benarkan Cuitan Viral Klitih di Dekat UGM

Siswa SMAN 1 Tempel Bagus Rifki (16), yang menjadi korban klitih, kini dalam kondisi yang lebih baik. Operasi tengkorak sisi kanan juga berhasil dilakukan dokter.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak