SuaraJogja.id - Lelang dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mengoperasikan bus gratis mirip Trans Jogja telah dibuka, tetapi hanya sedikit perusahaan lokal di DIY yang mengikutinya. Besarnya modal yang harus disiapkan untuk mengelola bus trayek Godean, Ngemplak, dan Ngaglik itu membatasi perusahaan lokal DIY yang mengikuti lelang.
Perusahaan pemenang sebagai operator paling tidak harus menyiapkan modal Rp2,5 miliar di awal karena biaya operasional kendaraan (BOK) dari Pemerintah Pusat baru dibayarkan tiga bulan setelah beroperasi.
Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan DIY Sumaryoto mengaku sudah berupaya menyosialisasikan ke berbagai pengusaha serta koperasi yang bergerak di bidang angkutan di DIY.
Namun, tidak banyak yang berani mengikuti lelang. Bahkan hingga awal 2020 ini, hanya tiga perusahaan lokal DIY yang ikut bersaing untuk menjadi operator bus tiga trayek tersebut.
Baca Juga:Musim Hujan, Ini Inspirasi OOTD Hijab yang Hangat dan Nyaman
"Kayaknya cuma tiga [perusahaan], berat masalahnya. Kalau koperasi juga berat untuk melaksanakan kegiatan itu, karena harus nalangi [membiayai di awal] tiga bulan operasional baru diklaim. Paling enggak [minimal] ya punya [modal] Rp2,5 miliar untuk menjalankan tiga bulan kan," katanya kepada Harian Jogja -- jaringan Suara.com, Minggu (5/1/2020).
Sumaryoto mengatakan, tiga perusahaan lokal yang mengikuti lelang itu adalah PT Anindya Mitra Internasional (AMI), PT Jogja Tugu Trans (JTT), dan Koperasi Niko.
"Pemenang harus menyiapkan sasis [bus], merekrut tenaga, menggaji SDM, memang berat [modalnya]," ujar Sumaryoto.
Kementerian Perhubungan memberikan anggaran untuk pengoperasian tiga trayek baru, yaitu Ngemplak, Ngaglik, dan Godean, menggunakan 28 bus, sehingga penumpang bisa naik bus secara cuma-cuma. Wilayah operasi angkutan perkotaan ini diketahui tak bisa tersentuh Trans Jogja.
Seluruh biaya operasional kendaraan bus ini sendiri akan ditanggung Pemerintah Pusat melalui sistem buy the service.
Baca Juga:Omnibus Law : Strategi Seksi Atasi Penghindaran Pajak, Benarkah?
Bus tersebut ditargetkan mengaspal sekitar April 2020. Penyedia sasis, karoseri, Organda sudah dipertemukan untuk melihat kemungkinan harus dilakukan impor bahan terlebih dahulu.
"Tinggal tunggu proses lelang, kalau sudah ditentukan pemenangnya karoseri pasti siap. Belum ditentukan [pemenangnya], termasuk perusahaan lokal DIY yang mengikuti juga belum memberikan informasi ke saya siapa pemenangnya," ucap Sumaryoto.
Ia menambahkan, Dishub DIY sudah menyiapkan sejumlah titik pemberhentian bus. Untuk pemasangan rambunya, Dishub DIY masih menunggu perkembangan lelang dari Kemenhub.
Harapannya, jarak antara pemasangan rambu dengan beroperasinya bus tidak terpaut jauh. Dana untuk pembuatan fisik rambu lalu lintas sendiri telah dianggarkan di Dishub DIY pada 2020.
"Jangan sampai sudah kami pasang, terpaut lama busnya belum lewat [beroperasi], nanti rambunya hilang. Harapannya misal ini ya, saya memasang [rambu] Februari, paling tidak Maret operasional, selisihnya sebulan," tutur Sumaryoto.
Menurut keterangannya, fungsi rambu itu nantinya sebagai titik pemberhentian bus untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Bus tidak diperkenankan menaikkan dan menurunkan penumpang di titik lain selain ada tanda rambunya.