Tak Gelar Aksi di Hari Buruh, MPBI DIY Layangkan Tuntutan Ini ke Pemerintah

Tak hanya RUU Cipta Kerja, wacana pembayaran tunjangan hari raya (THR) juga menjadi sorotan MBPI DIY.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 01 Mei 2020 | 17:31 WIB
Tak Gelar Aksi di Hari Buruh, MPBI DIY Layangkan Tuntutan Ini ke Pemerintah
[Ilustrasi] Hari Buruh Internasional, di Bundaran Majestik, Medan, Sumut, Kamis (1/5). [Antara/Irsan Mulyadi]

SuaraJogja.id - Memperingati Hari Buruh sedunia, yang jatuh setiap 1 Mei, sejumlah buruh memastikan tak turun ke jalan untuk menggelar aksi, mengingat  saat ini dunia tengah diguncang pandemi corona, sehingga seluruh masyarakat dilarnag berkerumun untuk mencegah penyebarannya makin meluas.

Meski demikian, Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY tetap menuntut pemerintah untuk memperhatikan hak-hak pekerja. Beberapa poin di antaranya adalah penolakan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang dinilai merugikan para buruh.

"Kami secara tegas menolak pembahasan RUU tersebut, terutama pada klaster ketenagakerjaan. Kami tidak merayakan Hari Buruh dengan turun ke jalan, tetapi tetap melayangkan tuntutan. Kami juga telah melakukan audiensi dengan DPRD DIY serta dinas-dinas terkait," kata juru bicara MPBI DIY Irsyad Ade Irawan melalui keterangan tertulis yang diterima SuaraJogja.id, Jumat (1/5/2020).

Ia mengungkapkan, sejumlah pasal yang terdapat dalam RUU tersebut lebih menguntungkan pelaku usaha. Sementara, hak buruh yang harusnya didapatkan malah tak diperhatikan.

Baca Juga:Viral Takmir akan Robohkan Masjid, Bupati Banyumas: Gertak Sambal Saja

"Jelas ini merugikan salah satu pihak, yakni pekerja dan buruh. Sampai sejauh ini isi dan rancangan pun tak memberi perlindungan bagi buruh, sehingga kami meminta agar RUU ini tak dilanjutkan atau dicabut seluruhnya," kata Irsyad.

Ia pun menilai bahwa RUU Cipta Kerja memiliki permasalahan krusial apabila ditinjau dari segi metodologis, paradigma, dan substansial pengaturan dalam bidang kebijakan.

Tak hanya RUU Cipta Kerja, wacana pembayaran tunjangan hari raya (THR) juga menjadi sorotan MBPI DIY. Pasalnya, THR untuk para buruh dibayarkan dengan cara dicicil untuk tahun ini.

"Kami menolak pembayaran THR untuk buruh dilakukan dicicil dan tidak penuh. Tidak ada yang menjamin bahwa perusahaan akan membayar secara penuh kepada buruh jika wacana itu benar dilakukan," kata dia.

Ia melanjutkan, THR yang ditunda atau dibayar dengan cicilan telah melanggar peraturan perundang-undangan. Di peraturan itu, kata Irsyad, disebutkan bahwa pengusaha bisa dikenakan sanksi denda sebesar lima  persen jika pembayaran THR terlambat.

Baca Juga:Hardiknas 2020, Kemendikbud Angkat Tema Belajar dari Covid-19

"Hal itu sesuai dengan pasal 10 ayat 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI nomor 6 tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan. Maka dari itu, kami meminta pemerintah hadir memberikan perlindungan, bukan menyudutkan hingga mengorbankan buruh," ujarnya.

Irsyad mengungkapkan bahwa DPRD DIY harus mendesak gubernur untuk membuat Surat Keputusan (SK) untuk mewajibkan pengusaha membayarkan THR 2020 secara penuh. Dirinya juga meminta DPRD DIY mendesak gubernur dan dinas terkait untuk bekerja sama dengan MPBI DIY, juga membuka Posko THR 2020.

"Kami juga meminta agar gubernur membuat skema pemberian bantuan kepada buruh dan pekerja yang terdampak wabah virus ini karena beberapa pekerja dirumahkan dan di-PHK secara sepihak," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak