SuaraJogja.id - Serangan Covid-19 di DIY dan sekitarnya memasuki babak baru. Jika sebelumnya nyaris sebagian besar kasus pasien positif Covid-19 berasal dari import atau luar daerah, kini muncul penularan lewat transmisi lokal.
Berdasarkan kajian dari tim Perencanaan, Data dan Analisis Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY, dari data per 22 April 2020 telah ditemukan 12 kasus dari total 713 kasus yang mengindikasikan adanya pasien positif Covid-19 tertular dari transmisi lokal.
"Penularan kasus dari generasi pertama (G1) ke generasi kedua (G2) merupakan bukti telah terjadi penularan lokal di DIY," terang pakar kesehatan sekaligus tim Perencanaan, Data dan Analisis Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DI, Riris Andono Ahmad beberapa waktu lalu.
Lebih jauh dari penyelidikan epidemiologi dan contact tracing terhadap kasus yang ada, setidaknya ada tiga klaster besar di DIY yang memicu terjadinya transmisi lokal penyebaran covid-19. Tiga klaster itu yakni Klaster jamaah tablig India yang ada di Sleman, Klaster GPIB, Klaster Tablig Akbar di Gowa dan Jakarta yang ada di Gunungkidul.
Baca Juga:Pemkab Bantul Umumkan Daerah Transmisi Lokal COVID-19, Ini Rinciannya
Salah satu wilayah di DIY yang terdampak besar dengan adanya klaster tersebut yakni wilayah Bantul. Dari data terbaru terdapat tambahan pasien positif Covid-19 yakni pasangan suami istri dari kecamatan Piyungan yang terpapar dari klaster jamaah tablig Jakarta.
Keduanya saat ini dirawat di RSUD Panembahan Senopati, Bantul. Sementara lima anaknya yang tengah dilakukan tes saat ini ditempatkan di ruang terpisah.
"Yang lima anak itu masih nunggu swab," terang Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Penularan Infeksi Covid-19 Bantul, Sri Wahyu Joko Santoso, Jumat (8/5/2020).
Nyaris serupa Bantul, di Gunungkidul jumlah pasien positif Covid-19 yang terkait klaster juga bertambah. Data terakhir pada 7 Mei 2020, ada sebanyak 10 pasien positif Covid-19 tambahan.
Sebagian besar penambahan kasus tersebut didominasi oleh perkembangan klaster jamaah tablig. Penyebarannya di Purwosari, Paliyan dan Ngawen di mana awal mulainya dari kawasan tersebut," kata Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Gunungkidul, Dewi Irawaty.
Baca Juga:4 Wilayah di Bantul Ini Masuk Kategori Transmisi Lokal Penyebaran Covid-19
Penambahan 10 pasien positif Covid-19 di Gunungkidul itu turut mendongkrak pertambahan kasus di DIY. Bahkan per tanggal 7 Mei 2020 kemarin penambahan jumlah positif Covid-19 mencatatkan rekor tertinggi harian sejak DIY dilanda pandemi. Salah satu penyumbang penambahan kasus positif Covid-19 tersebut tak lain dari klaster jamaah tablig Jakarta dan Gowa.
Rapid test masih terbatas
Tingginya potensi penyebaran Covid-19 dengan adanya tiga klaster besar yang ada, nyatanya urung diimbangi dengan upaya pemerintah daerah untuk melakukan pemetaan lewat rapid test.
Di Gunungkidul, Juru Bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dewi Irawaty mengakui adanya keterbatasan perangkat rapid test membuat pihaknya tak bisa serta merta melakukan tes secara massal.
Menurut Dewi, rapid test baru dilakukan terbatas pada pendatang dari daerah transmisi lokal, pekerja migran atau TKI, Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan juga Pasien Dalam Pengawasan (PDP) serta Orang Tanpa Gejala (OTG). Di mana hanya diutamakan orang yang memiliki kontak erat dengan pasien positif Covid-19.
"Kami belum laksanakan secara massal. Masih terbatas," ujarnya.
Di Bantul, rapid test sudah berjalan sebanyak tiga tahap, dengan sasaran masyarakat yang terbatas. Oki menjelaskan, ke depannya pihaknya masih menunggu dropping alat rapid test selanjutnya dari Pemerintah daerah DIY.
Ia menyebutkan bahwa saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tidak memiliki persediaan rapid test dan masih menunggu pengadaan selanjutnya.
Dari 2800 rapid test yang digunakan, Oki menyebutkan ada sekitar 30 orang dengan hasil RDT reaktif. Saat ini Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Bantul juga masih melakukan penelusuran terhadap tiga klaster penyebaran Covid-19 di Bantul.
Di antaranya adalah klaster jamaah tablig akbar di Jakarta, terdapat 200 orang yang sudah ditelusuri. Kemudian, ditemukan juga enam orang dari klaster jamaah tablig akbar Gowa, serta lima orang peserta klaster jamaah GPIB Yogyakarta. Sementara klaster lainnya, yakni santri dari Temboro baru ditemukan dua orang santri yang menunggu hasil swab.
Selain itu, Oki juga menyebutkan terdapat empat belas karyawan Indogrosir yang berdomisili di Bantul. Mereka sudah mengikuti rapid test di Kabupaten Sleman, dan sudah dilakukan pengambilan swab.
"Ini sebagian sudah kita isolasi di rumah sakit, karena sekarang kapasitas rumah sakit sedang penuh jadi sebagian masih di rumah," imbuhnya.
RS Rujukan belum semuanya siap hadapi lonjakan pasien terkait Covid-19
Penuhnya kapasitas rumah sakit rujukan tersebut memang jadi persoalan tersendiri.
Di Gunungkidul, salah satu rumah sakit rujukan yakni RSUD Saptosari tengah dalam situasi darurat ruang isolasi untuk PDP maupun pasien positif Covid-19.
Direktur Utama RSUD Saptosari, Eko Darmawan mengatakan, saat ini di Rumah Sakit Saptosari sudah terisi 15 orang pasien. Sebenarnya, lanjutnya, RSUD Saptosari diproyeksikan mampu menampung maksimal 60 tempat tidur. Namun saat ini belum bisa dipenuhi mengingat bangunan yang digunakan belum selesai dikerjakan, terutama perbaikan sarana dan prasarananya.
Ia sendiri mengaku tidak tahu kapan RSUD Saptosari benar-benar disiapkan. Sebab hal tersebut menunggu keberanian para teknisi untuk memperbaiki sarana dan prasarana yang ada. Pasalnya saat ini mereka rata-rata takut untuk mengerjakan pekerjaan mereka.
"Para pekerja khawatir akan tertular Covid-19 sejak ada pasien yang diisolasi di rumah sakit ini,"ujarnya.
Selain bangunan, sumber daya manusia (SDM) di RSUD tersebut juga belum terpenuhi. Padahal SDM tersebut sangat dibutuhkan untuk memberikan perawatan kepada warga yang diisolasi
Ketidaksiapan itu pada akhirnya membuat pasien yang menjalani isolasi sangat tertekan dan resah. Karena satu ruangan dihuni 2 sampai dengan 4 orang. Hal ini justru menimbulkan kekhawatiran akan potensi penularan Covid-19 semakin besar karena ruangan tidak disendirikan.
"Saya melihat langsung warga yang dikarantina sangat menderita karena dikunci dari luar seperti orang di penjara. Pihak yang diisolasi secara fisik sehat baik, tapi karena mental bisa terjadi stres. Dan pemerintah harus menyikapi secara cepat atas keluhan tersebut, termasuk gugus tugas harus menindak lanjuti," kata Wakil DPRD Gunungkidul, Suharno saat melakukan sidak ke RSUD Saptosari pekan lalu.
Belakangan, penunjukkan RSUD Saptosari sebagai rujukan pun dikaji ulang. Juru Bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid19 Kabupaten Gunungkidul, Dewi Irawaty mengatakan saat ini RSUD yang terletak di kecamatan Saptosari tersebut kembali kosong. Belasan orang tanpa gejala yang sebelumnya diisolasi dikembalikan ke rumahnya masing-masing.
Sedangkan pasien yang dinyatakan PCR nya positif langsung ditujuk ke RSUD Wonosari. Pasien yang dinyatakan positif Covid-19 dirujuk ke RSUD Wonosari karena dengan rumah sakit tersebut fasilitas ruang isolasinya lebih memadai termasuk juga sumber daya manusianya.
Di Bantul, RS PKU Muhammadiyah Bantul yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan untuk penanganan Covid-19 mengaku masih kekurangan ventilator khusus pasien Covid-19.
Humas RS PKU Muhammadiyah Bantul, Wahyu Priono menyampaikan ketersediaan ventilator di RS PKU Muhammadiyah untuk penanganan Covid-19 diambil dari ruang ICU dan HCU. Wahyu mengatakan bahwa pihaknya belum memiliki ventilator khusus untuk penanganan Covid-19.
"Untuk covid sendiri kita belum punya ventilator khusus covid," imbuhnya.
Ia menjelaskan, ventilator akan dialihkan jika tidak digunakan di ruang ICU. Namun, jika tidak menutup kemungkinan pasien Covid-19 yang membutuhkan ventilator akan dirujuk ke rumah sakit lainnya, seperti Rumah Sakit Lapangan Covid-19 (RSLKC).
Sementara Alat Pelindung Diri (APD) yang ada di RS PKU Muhammadiyah juga disebutkan sudah semakin menipis. Wahyu menjelaskan saat ini persediaan masker bedah diperkirakan hanya dapat digunakan hingga dua minggu kedepan.
Selain itu, masker N-95 diperkirakan masih tersedia hingga tiga minggu kedepan. Sempat nyaris kehabisan, Wahyu akhirnya menemukan distributor yang dapat mensupply masker N-95 meskipun dengan harga satuan yang cukup tinggi.
Sejauh ini, 95% pengadaan APD untuk penanganan covid-19 masih dilakukan secara swadaya. Meski demikian, Wahyu mengatakan kebanyakan bantuan yang datang berupa masker KN-95.
Sebagai rumah sakit swasta, Wahyu mengatakan beberapa kali menerima bantusan dari Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 meskipun belum dapat mensupply seluruh pelayanan.
"Selama Covid-19 ini ada kita selalu buka donasi, utamanya untuk APD, yang paling berat itu masker bedah, masker N-95, dan sarung tangan,"ujarnya.
Liputan ini ditulis tim Suarajogja.id, Mutiara Rizka Maulina dan Julianto