SuaraJogja.id - Raden Ngabehi Surakso Hargo atau yang dikenal sebagai Mbah Maridjan memiliki nama lahir Mas Penewu Surakso Hargo.
Juru kunci Gunung Merapi yang sudah menjabat sejak tahun 1970 ini memang tidak hanya dikenal warga Jogja dan sekitarnya saja. melainkan hingga ke seluruh antero Indonesia karena sempat membintangi sejumlah iklan di televisi.
Mba Maridjan memang diketahui sebagai 'pengasuh' Gunung Merapi, namun sedikit orang yang tahu Mbah Marijan pernah tidak akur dengan Sultan Hamengku Buwono X.
Melansir dari Hops.id, Bahkan Mbah Maridjan pernah menyindir tindakan Sultan yang menurutnya tak sejalan dengan upaya pelestarian Merapi.
Baca Juga:20.000 Gamers Siap Jadi Bintang Terbaik di Esports Star Indonesia
“Dia bukan Sultan. Dia hanya seorang gubernur,” tutur Maridjan.
Mbah Maridjan menjabat sebagai juru kunci atau kuncen Merapi setelah melanjutkan estafet dari mendiang sang ayah. Meski memiliki tugas yang sangat penting, Ia hanya digaji sebesar Rp10 ribu per bulan oleh keraton.
Mendapatkan gaji yang bisa dibilang sangat kurang, bukan berarti Mbah Maridjan bekerja seenaknya. Justru kebalikannya, ia mendedikasikan hidupnya untuk Merapi dan keselamatan warga sekitar.
Perbedaan pendapat antara Mbah Maridjan dengan Sri Sultan sebenarnya didasari beda pemahaman dan latar belakang keduanya. Mbah Marijan, meski ia adalah seorang muslim, menghormati segala kepercayaan yang melingkupi Gunung Merapi, termasuk hal mistis yang menyelimutinya. Sedangkan, Sri Sultan sebagai produk pendidikan modern bisa dibilang skeptis dan cenderung menitik beratkan ilmu pengetahuan, meskipun tidak melewatkan kepercayaan.
Mbah Marijan bahkan pernah secara terang-terangan melanggar perintah Sultan. Tentu kita masih ingat ketika pemerintah pusat memerintahkan evakuasi besar-besaran karena Gunung Merapi Erupsi.
Baca Juga:Ashanty Rayakan Ulang Tahun Lee Min Ho, Azriel Hermansyah Kaget
Sri Sultan memutuskan untuk melakukan evakuasi agar mengantisipasi jatuhnya korban. Namun, Mbah Marijan menolak. Ia memilih untuk tetap berdiam di rumahnya.
Mbah Maridjan juga menyebut dirinya hanya mau 'turun gunung' jika mendapat perintah dari Sultan yang ia akui, yaitu Hamengku Buwono IX—ayah dari Hamengku Buwono X.
Menurut Mbah Maridjan, Hamengku Buwono IX sangatlah dicintai rakyat. Dia pulalah yang menunjuk Maridjan sebagai juru kunci Merapi. Itu sebabnya, Marijan sangat menghormati sosok tersebut.
“Saya pengikut Sultan kesembilan. Dialah pemimpin di keraton terakhir kali saya berkunjung,” ujar Mbah MAridjan suatu ketika.
Mbah Maridjan bukanlah satu-satunya pihak yang sinis terhadap berbagai kebijakan yang diambil Sultan Hamengku Buwono X. Belakangan, kabarnya tidak sedikit warga yang merasa bahwa Sultan telah mengubah wajah kota budaya Yogyakarta menjadi kota yang sarat pembangunan mal.
Menurut Hops.id, Sultan Hamengku Buwono X juga diketahui kerap absen dalam berbagai upacara rakyat, salah satunya pada selamatan tahunan untuk dewi laut Ratu Kidul.
Meski demikian, pada letusan besar Merapi yang terjadi tahun 2006 silam, baik Mbah Maridjan maupun pihak keraton keduanya sama-sama saling bahu-membahu untuk 'menenangkan' Gunung Merapi. Beberapa staf Sultan membawa sesaji khusus yang diantar langsung ke rumah Mbah Marijan. Tak menunggu lama, esok paginya Mbah Marijan segera membawa sesajen tersebut ke atas gunung sebagai bentuk persembahan.
Berkat kerja keras Mbah Marijan dan kesediaan Sultan Hamengku Buwono X untuk mematuhi aturan adat, Gunung Merapi mau diam selama kurang lebih 3 bulan.